"Our deepest fear is not that we are inadequate. Our deepest fear is that we are powerful beyond measure." — Coach Carter
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Ruangan VVIP serba putih serta barang mahal ada di ruangan ini. Sangat luas dan sofa mewah ada di samping kiri. Jarum infus yang ada di tangan kanan ketua Yoon yang sedang duduk bersandar di atas ranjang. Ia sedang menikmati potongan buah yang sedang dikupas Han.
"Kakek melakukan cara ini lagi? Setelah sekian lama?" Rasanya cukup malas untuk sekadar menanyakan pertanyaan yang jelas Han sudah tahu jawaban pria tua di sebelahnya.
Kakeknya mengangguk dengan senyum penuh kemenangan. "Tidak ada cara lain. Aku ingin kalian semua berkumpul." Han hanya menanggapi jawaban kakek dengan tatapan malas sambil terus mengupas apel.
Pintunya terbuka dan Jisung masuk dengan tatapan cemas langsung meraih tangan sang kakek. Di ruangan yang sama, ada 3 ekspresi yang berbeda. Saat Jisung terlihat khawatir dengan terus menanyakan kondisi sang kakek, Han yang masa bodoh di sebelahnya hanya membuang napas pelan. Kakeknya tertawa sambil menepuk-nepuk punggung tangan Jisung.
"Di perjalanan tadi, Sekretaris Ahn bilang kakek sakit." Kakek Yoon tersenyum mengerti sambil terus mengenggam tangan Jisung. "Senang melihatmu kembali. Aku baik-baik saja." Tapi Jisung masih menunjukkan wajah khawatir.
"Tak perlu sekhawatir itu. Kakek hanya pusing." Nyatanya eksistensi Han sedikit terabaikan oleh Jisung. Saat Jisung menoleh dan menunduk berusaha menyapa, Han membuang muka.
"Ya! Bocah nakal! Adikmu pulang. Sambut dia dengan baik." Pekikan kakeknya tidak mampu membuat Han bersikap baik pada Jisung. Pria itu malah meletakkan jeruk yang belum sepenuhnya terkupas di atas nakas.
"Kalian bisa mengobrol." Katanya lesu sambil mendengar teriakan sang kakek yang menyuruhnya tetap di dalam ruangan. Tapi ia tetap berjalan keluar sambil menutup pintunya. Ketika pintunya tertutup, Ketua Yoon melihat perubahan air muka Jisung—seperti ada rasa kecewa.
"Dia masih sama. Tidak punya sopan santun. Kau bisa abaikan dia."
Ia lebih memilih untuk mengabaikan sikap Han dan membalas ucapan kakek dengan senyuman samar. "Aku membeli ini di jalan agar kakek tidak kesepian."
Park Jisung tersenyum sambil meletakkan pot kecil berisi tanaman berdaun hijau dan menunjukkannya pada sang kakek. Lalu ia duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Han.
"Apa Mark hyung juga kembali?"
.
Kebisingan suara musik yang menggema mengisi seluruh ruangan. Lampu kelap-kelip juga menjadi highlight utama di acara ini. Semua orang berkumpul sambil menari di tengah—menikmati dentuman musik yang terus berputar. Musiknya semakin keras tapi hati Yeji seakan tidak ada isinya. Sangat kosong.
Dia pergi ke Bar-Club yang ada di Itaewon. Tempat ini menjadi persembunyian favoritnya untuk meluangkan waktu kesalnya dan menghabiskan berbotol-botol alkohol sampai ia mabuk. Ia berkali-kali meneguk vodka dengan takaran gelas kecil.
Bartender pria di depannya benar-benar membiarkan Yeji mabuk dengan terus mengisi ulang gelasnya. "Beri aku 2 botol lagi." Pintanya dengan mata sayu dan kepala yang sudah sangat pening dan kosong.
"Apa tidak apa-apa?" Tanya si bartender untuk memastikan. Gadis ini belum menjawabnya tapi kepalanya sudah mendarat di meja dengan mata yang sudah tidak kuat lagi. "Lima botol pun aku bisa." Ucapnya sudah melantur dan segera bartender itu pergi untuk mencari pelanggan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO FACE
Fanfiction📌Note: Mature Content 🔞 Empat orang pemuda yang membohongi satu sama lain dengan rahasia masing-masing. Cast: Mark Lee Park Jisung Han Jisung Hwang Yeji Setting: South Korea Genre: Dark Romance, Thriller, and Drama ©2020 kooklogy present