Their Mask

445 44 44
                                    

November, 17th 2025
Gyeonggi-do, Seoul
South Korea

Lee menyeret koper hitam besar miliknya menuruni puluhan anak tangga rumah duka, kemudian berjalan menghampiri sebuah sedan hitam mengkilap yang sudah menunggunya di depan teras gedung sejak sepuluh menit yang lalu.

Kopernya diambil alih oleh seorang pria tinggi tegap dengan setelan jas hitam lengkap dengan jam tangan serta kacamata hitam, sementara pintu sudah terbuka lebar untuk ia masuki. Mark Lee memandang sekali lagi gedung tinggi menjulang itu untuk yang terakhir kalinya, bibirnya tersenyum kecut sambil masuk ke dalam mobil dengan pria bersetelan jas itu yang langsung menutup pintunya.

Mobil melaju perlahan, meninggalkan gedung dan membuat Mark Lee harus meluruskan kepalanya ke depan karena tak mungkin lagi ia melihat bangunan tinggi itu yang semakin tertinggal di belakang.

Sebenarnya berat untuk meninggalkan Seoul yang sudah lama menjadi tempatnya bernaung. Melewati suka duka, tangis dan tawa hingga bertemu seorang gadis manis bernama Hwang Yeji yang jelas membuat jantungnya bisa berdegup berkali lipat lebih cepat. Yeji selalu berhasil mengirim jutaaan perasaan aneh setiap kali ia bersama gadis itu.

Seharusnya ia bersedih dan sangat terluka setelah kematian ayahnya hari ini. Tapi kenapa hatinya terasa lebih sakit saat mengingat semua kenangan yang ia habiskan kurang lebih 3 bulan bersama Yeji di Seoul. Kenangan bersama ayahnya tentu lebih banyak daripada bersama Yeji. Tapi Mark tahu, apa alasan hatinya berkata seperti itu. Mark mencintai gadis itu, tapi mereka tidak bisa bersama sampai sekarang.

Mark menumpu siku kanannya ke jendela sambil memijat kepalanya karena terasa pening setelah menangis. Kematian ayahnya tentu akan menjadi tanggung jawab yang besar untuknya terhadap keluarganya. Ia benar-benar memikirkan itu alih-alih memikirkan keadaan Yeji sekarang.

"Tuan, penerbangannya masih 3 jam lagi. Apa kita perlu kembali ke hotel?" Pria yang sedang menyetir di depannya setengah melirik Mark dari kaca spion atas. Mark langsung memeriksa jam tangan mewah yang ia beli di Inggris waktu itu.

Rasanya waktu berjalan begitu lambat. Sebelumnya, Mark tidak akan pernah merasakan hal semacam ini karena selalu teralihkan dengan pekerjaannya yang super padat dan jadwalnya yang sibuk. Namun, akhir-akhir ini Mark merasa hidupnya menjadi lebih berbeda. Padahal 3 bulan terakhir yang ia habiskan bersama gadis itu jelas membuat harinya lebih berwarna.

"Tidak perlu. Langsung saja, aku harus bertemu dengan temanku di sana."

Mark membenarkan posisinya-bersandar pada punggung kursi dengan nyaman lalu tangan kirinya beralih mengambil iPad di kursi sebelahnya dan segera mengecek jadwal serta projek kerja yang akan dia ambil alih kepemilikannya di Inggris.

Jari telunjuknya menggulir setiap halaman portal berita di situs ternama dunia dan pandangannya teralihkan ketika melihat namanya terpajang di sana. CEO of South Korea's Youngest and Most Influential Billionaire of The Year, Mark Lee. Headline itu jelas bersanding dengan beberapa pemimpin perusahan fashion yang sangat berpengaruh di dunia.

Berita itu jelas informasi yang bagus yang ia lihat pagi ini di musim dingin. Setelah menangis dan melihat salju yang masih saja tidak mau berhenti, ini menjadi berita yang harusnya membuat dirinya tersenyum. Tapi pria ini seolah tidak peduli dengan popularitas dan eksistensinya. Baginya, sekarang apa yang ia lihat tidak ada yang indah lagi di matanya.

IPad-nya ia letakkan lagi ke tempat semula lalu mengambil ponsel dari dalam saku jasnya. Jarinya menekan nomer 5 yang langsung terhubung dengan orang di sambungannya. Belum sempat Mark menyapa ucapan selamat pagi dan apa kabar, wanita di dalam sambungan teleponnya sudah lebih dulu berteriak. Mark sempat menjauhkan ponsel dari telinganya karena terkejut, matanya juga ikut menyipit.

TWO FACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang