Secantik apa pun wanita kalau sikapnya jaim naudzubillah, diajak makan bareng sok kenyanglah, makan mi goreng di pinggiran jalan ngambil pakai garpunya dikit-dikit sok imut, sumpah lebih baik aku jomlo sampai mati. Aku lebih suka waita pecicilan, bertingkah apa adanya, kalau bicara nyerocos panjang macam kereta api kehilangan rem, iya, aku suka wanita seperti itu. Dan parahnya sampai sekarang belum kutemukan. Satu pun, yup, satu pun.
"Permisi, Kak, cek suhu dulu." Kuarahkan termogun ke jidat wanita yang mengendarai mobil merah setiap harinya. Tit, tandanya suhu tubuh si wanita sudah tercatat di termogun. Kutunjukkan ke wanita ini, dia mengangguk lalu meminggirkan mobil merah agar dirinya bisa turun dan cuci tangan sebelum masuk ke asrama.
Setelah selesai mencuci tangan di kran yang disediakan detasemen di sebelah bilik pengecekan suhu tubuh, wanita pengendara mobil merah kembali masuk ke mobil langsung melesat pergi menuju ke asrama.
Namaku Kasmidi, baunya seorang laki-laki yang lahir di tanah Jawa. Ya memang aku lahir di Jawa, asli lahir dari perut Ibu yang sekarang ada di desa menggarap sawah bersama Bapak. Aku seorang tentara yang dinas di detasemen pertahanan udara di Kota Bontang. Jauh dari jangkauan Bapak Ibu namun dekat di hati.
"Kas, kamu tetap standby di sini ya, Abang sakit perut mau berak!" ucap seniorku. Harusnya sudah pergantian jam standby, namun apa daya, aku masih junior di sini. Prajurit Dua pangkatku. Baru selesai orientasi sekitar empat bulan lalu. Kerjaanku di sini naik-turun jaga berhubung sebentar lagi ada kunjungan panglima, namaku tidak terlibat di acara itu makanya dapat tugas selalu naik turun jaga.
Jika tidak ada warga asrama yang keluar masuk, aku boleh duduk di kursi Chitos yang ada di bilik pengecekan suhu. Tidak masalah naik turun jaga, malah senang. Entahlah, setiap si pengendara mobil merah lewat dengan nomor polisi W 1212, senyumku murah agak menjijikkan. Senyum-senyum sendiri macam orang sinting. Iyalah, aku memang sinting.
Adalah dia, Venda Parastika. Panggilan familiarnya Bu Rudi. Ekekekek ... sudah jelas siapa dia. Bu Rudi artinya nyonya dari seseorang bernama Rudi. Rudi adalah senior di detasemen tempatku tugas. Pangkatnya Kopral, jauh di atasku. Venda adalah istri Bang Rudi. Awalnya aku tidak tahu nama aslinya, namun setiap pengecekan suhu di bilik, mataku mengintip namatag yang dia pakai di seragamnya. Yes, namanya Venda, istri seniorku. Ibu Persit pendamping pagar bangsa. Dan aku mengaguminya ... diam-diam. Sinting.
Setiap mendapat jadwal naik jaga, aku selalu kebagian di bilik pengecekan suhu. Terkadang juga bertukar shift di pos utama berdiri menenteng senjata. Jika kulihat dari kejauhan mobil merah mau melintas, segera kupasang wajah paling ganteng se-detasemen. Masker penutup wajah kuturunkan agar pengendara mobil merah bisa melihat senyumku. Dia istri orang, tapi aku suka. Ck, parah!
**
"Kas, habis magrib standby nggak?" tegur Bang Rudi, pemilik sang pengendra mobil merah seutuhnya.
"Siap, tidak, Bang. Saya standby jam 9 malam," jawabku berdiri membusungkan dada.
"Main ke rumah sebentar, aku ada perlu."
"Siap, Bang!"
Bang Rudi berlalu begitu saja. Selama ini Bang Rudi sering memanggilku ke rumahnya sekadar meminta tolong membantu pekerjaannya yang sebenarnya sepele. Namanya juga senior, suka sok manja dengan juniornya. Pernah memintaku menangkap ayam jago miliknya yang lepas, sedang dirinya asyik merokok di belakang rumah. Sepele, kan? Untung ayam, bukan istrinya yang aku tangkap.
Setelah magrib, aku berjalan ke rumah Bang Rudi, tidak jauh dari pos jaga. Asrama khusus untuk prajurit yang sudah berkeluarga. Bang Rudi ada di ruang tamu, santai di atas sofa.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Mbak!
RomanceAdalah aku, seorang prajurit rendahan yang baru menyelesaikan masa orientasi di detasemen tak sengaja bertemu dengan Venda, istri senior. Berawal dari lirikan biasa, sering bertemu sampai memunculkan variasi rasa terindah sepanjang masa dalam hati...