3

6 4 0
                                    

Han Keina masuk ke dalam rumah sederhana miliknya. Ia tersenyum tatkala melihat sang Ibu yang kini berjalan pelan mendekat kearahnya.

"Kemana Jimin? Biasanya dia yang mengantarmu pergi ke toko kue."

Han Keina terdiam sejenak dengan rasa sesak yang kembali menyerang. Bahkan ia tidak punya keberanian untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Pasalnya ia tahu jika sang Ibu begitu menyayangi Jimin. Ibunya juga berharap jika ia dan Jimin dapat selalu bersama. Jika ia mengatakan hal yang sebenarnya, pasti Ibunya akan sangat kecewa.

Manik Keina beralih pada bingkai foto berukuran besar yang terpajang pada dinding ruang tamu. Foto dirinya, Jimin, dan juga Ibunya yang diambil empat tahun yang lalu saat hari ulang tahunnya masih menempel apik di ruang tamu. Dalam foto tersebut terlihat Ibunya yang begitu bahagia saat ia dan Jimin memeluknya dari samping.

"Dia sedang sibuk, Eomma. Aku diantar oleh Sona. Dia tidak bisa mampir karena buru-buru berangkat ke Butik miliknya."

Ia belum bisa memberitahukan perihal putusnya hubungan dengan Hwang Jimin. Semalam ia memilih menginap dirumah sahabatnya, agar sang Ibu tidak tahu bahwa dirinya tengah bersedih.

"Kalau begitu, nanti siang suruh dia kesini. Eomma akan memasak untuknya."

Mendengar ucapan yang baru saja keluar dari belah bibir sang Ibu membuat hatinya terasa berdenyut nyeri. Ibunya begitu menyayangi Jimin. Jika mengetahui fakta yang sebenarnya, Ibunya pasti akan merasa sedih. Pun sang Ibu juga pasti akan merasa sangat kecewa karena Jimin lebih memilih memutuskan hubungan ketimbang bertahan. Apalagi Jimin lebih memilih Perempuan lain ketimbang dirinya.

Keina mencoba memaksakan sebuah senyuman. Agar Ibunya tak merasa curiga, "Dia sedang sangat sibuk, Eomma. Lain kali aku akan memberitahunya."

Sang Ibu mengangguk, "Kalau begitu kau bersihkan dirimu. Eomma tahu kan pasti belum mandi."

Keina mengangguk, "Aku juga tidak bisa tidur saat di rumah Sona. Jadi, setelah ini aku akan tidur. Rasanya tidak senyaman saat berada di rumah."

Semalam ia menghabiskan waktunya untuk menangis. Bagaimana ia bisa tidur. Baru saja ia mencoba memejamkan matanya, bayangan akan wajah Jimin seketika memenuhi pikirannya. Belum lagi ucapan Pria itu masih saja memenuhi isi kepalanya. Hatinya terasa sesak, hingga membuatnya merasa sulit untuk tidur. Karena itu, ia juga merasa bersalah pada Sona. Sebab, semalaman gadis itu juga tidak bisa tidur karena menenangkan dirinya yang tengah bersedih.

"Apa kau tidak ingin makan dulu?"

Keina menggelengkan kepalanya, "Aku sudah makan."

Rasanya tidak ada napsu makan. Hanya kesedihan yang ia rasakan. Ia hanya bisa menangisi apa yang telah terjadi. Apa yang Jimin lakukan kepadanya seakan tidak adil. Selama ini, ia yang sudah menemaninya selama enam tahun lamanya. Nyatanya waktu enam tahun bersama tak membuat Pria itu mau bertahan untuknya. Justru Jimin malah merasa bosan dengan hubungan yang telah terjalin begitu lama.

"Kalau begitu istirahatlah."

"Terima kasih, Eomma."

Setelah mengatakan hal tersebut Han Keina melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamarnya. Mungkin ia akan kembali menangis. Dadanya masih saja terasa begitu sesak. Bayangan akan wajah Jimin memenuhi kepalanya. Belum lagi ucapan Jimin semalam yang terasa begitu menyakitkan untuknya. Sampai kapan ia akan seperti ini terus. Rasanya begitu berat untuk menjalaninya. Hidup tanpa Jimin adalah hal yang paling menyakitkan untuknya.












🍁🍁🍁🍁







"Aku rasa kau perlu jalan-jalan untuk sedikit melupakan rasa sakit hatimu."

Keina merasa bersyukur karena memiliki sahabat yang begitu pengertian. Yang paling ia sesali adalah dirinya yang tak mau mempercayai ucapan Sona. Dan ketika Jimin benar-benar menyakitinya ia baru sadar jika apa yang diucapkan oleh Sona adalah sebuah kebenaran.

"Sebenarnya aku malas makan." ucap Keina sembari menatap makanan yang sudah tersaji diatas meja.

"Aku tahu. Mungkin saja sekarang dia sedang bersenang-senang dengan Bae Ri. Kenapa disini kau malah menyiksa diri sendiri?"

Apa yang baru saja terucap dari belah bibir Sona membuat dada Keina kembali merasakan sesak. Sampai kapan ia akan terus berlarut dalam kesedihan. Sedangkan Jimin mungkin saja tengah bahagia bersama dengan seseorang yang telah menjadi pilihannya. Waktu terus berjalan, ada Jimin ataupun tidak ia harus tetap bisa menjalani hidupnya dengan baik. Kesedihan yang dirasakannya tidak akan membuat Jimin kembali padanya.

"Kau benar. Aku terlalu berlebihan menangisi Pria yang sudah jelas meninggalkanku karena merasa bosan."

Sona tersenyum, "Cobalah untuk tersenyum. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik darinya. Di dunia ini bukan hanya dia saja."

"Aku rasa kau juga harus mendapatkan kekasih."

Sona kembali tersenyum, "Itu akan sangat mudah untukku. Karena aku cantik. Hanya saja, aku merasa malas menjalani drama percintaan yang aku tahu hasil akhirnya akan seperti apa."

Keina tahu bahwa sahabatnya masih merasa trauma karena kejadian dua tahun yang lalu. Kejadian yang paling menyakitkan untuk Sona. Dimana gadis itu telah memberikan seluruh hatinya untuk seorang Pria yang begitu dicintainya. Namun, Pria itu malah mengkhianatinya. Padahal dua bulan lagi keduanya akan bertunangan.

"Aku rasa kau juga harus bisa membuka hatimu. Dia juga sudah bahagia dengan orang baru."

Sona mengambil segelas jus apel yang barada di atas meja, lalu meminumnya. Pembahasan seperti ini sangatlah ia hindari. Ia merasa benci saat masa lalunya dengan Choi Daniel harus kembali dibahas seperti ini. Sebab, selama ini ia telah mati-matian berusaha untuk melupakan Pria itu dari dalam pikirannya. Dan itu bukanlah hal yang mudah.

"Manusia seperti itu tidak akan bisa bahagia. Hidupnya akan selalu menderita. Ia akan mendapatkan karma atas apa yang telah ia perbuat. Aku rasa Jimin juga akan mendapatkan hal yang sama."

Meskipun Jimin telah memberikan rasa sakit pada hatinya. Namun, ia merasa tidak tega jika Pria itu harus mendapatkan karmanya. Mulai sekarang ia akan belajar untuk ikhlas. Perlahan namun pasti ia akan bisa menghapus rasa cintanya pada Pria itu. Hubungan keduanya sudah tak dapat lagi diperbaiki. Jimin lebih memilih Bae Ri ketimbang dirinya.

"Aku harap dia bahagia. Meskipun tidak bersamaku." ucap Keina sembari mematri sebuah senyuman.

"Dia telah membuang berlian berharga."

"Aku akan mencoba untuk ikhlas. Entah nantinya jalan takdir akan membawaku kemana. Dia sudah tidak lagi mengharapkan ku. Jadi, aku akan mencari kebahagian untuk diriku sendiri."

Sona tersenyum mendengar apa yang baru saja terucap dari belah bibirnya. Sebagai seorang sahabat ia hanya bisa memberi semangat untuk Han Keina, atas apa yang telah terjadi. Ia berharap Keina mendapatkan Pria yang jauh lebih baik dari Jimin. Sebab, ia percaya bahwa orang baik akan bersama dengan orang yang baik juga.

Don't Forget Me PJM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang