1

608 103 118
                                    

Di suatu pagi yang cerah, orang-orang memulai aktivitasnya dengan penuh semangat, tak terkecuali tokoh utama kita Nanase Riku. Menghirup segarnya udara pagi itu ditemani wajah berseri. Dibekali semangat, tubuh rampingnya menata bunga-bunga cantik nan harum dengan begitu cepat.

Riku, pemuda itu sudah dewasa, ia tidak lagi dikenal sebagai center dari grup IDOLiSH7. Banyak hal tak terduga telah terjadi selama beberapa tahun ini sehingga membuatnya sadar dan akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri secara sukarela.

Mencoba hidup dengan keberuntungan yang ia miliki, anak bungsu keluarga Nanase itu membuka sebuah toko bunga dan buku di satu area, tanpa dibantu oleh siapa pun. Hidupnya terbilang layak, aman, tenang, dan, penuh kedamaian. Walau belum sepenuhnya lepas dari gosip-gosip penuh kebohongan yang dibuat para awak media.

Terlepas dari kehidupan penuh tekanan sebelumnya, Riku kini hidup dengan bebas. Ia boleh melakukan kesalahan sebanyak yang dia inginkan, tanpa ada yang menegur atau memarahinya. Walau tokonya sepi pengunjung, Riku tak masalah. Ia mendirikan toko hanya untuk menghilangkan rasa bosannya.

Untuk masalah keuangan ia tak perlu ambil pusing, gaji yang pemuda itu terima semasa menjadi idol cukup untuk menopang hidup sampai beberapa tahun ke depan, bila tidak ada hal darurat yang memaksanya untuk mengeluarkan dana lebih.
Soal asmanya, bisa dibilang keadaannya yang sekarang cukup aneh. Penyakit itu tak pernah mengusiknya belakangan ini. Seolah tau dan bersimpati dengan keadaan tuannya sekarang.

Suara kamera dan kilatan cahaya dari kejauhan bukanlah hal yang dapat mengusik ketenangan jiwa seorang Nanase Riku yang sekarang. Bahkan bila ada wartawan kurang kerjaan yang mendatanginya, ia dengan senang hati akan menerimanya sebagai tamu, memberinya teh dan beberapa cemilan. Menjawab setiap pertanyaan tanpa terlewat sedikit pun.

Rautnya begitu teduh, senyumnya berbeda tapi tetap membuatmu merasa nyaman dan aman. Matanya mengatakan kalau ia sudah dewasa, bukan lagi Riku yang dulu, si ceroboh nan merepotkan. Riku yang sekarang cenderung menghindari berbuat hal yang dapat merugikan orang lain, menjaga mulutnya agar tidak terlalu banyak bicara, tidak terlalu banyak berbasa-basi. Ia sempurna sekarang. Riku yang dulu di remehkan, sekarang adalah orang yang didamba-dambakan. Ketenarannya saat ini melebihi saat dimana ia masih menjabat sebagai idol dibawah naungan agensi Takanashi.

3 tahun bukanlah waktu yang lama baginya. Menurutnya waktu tidak selalu berjalan lambat, jika kau bisa menikmati dan mengisinya dengan hal-hal berguna. 22 tahun dia hidup di dunia yang fana, baru pertama kali ia bisa seperti ini. Hidup dengan kemampuan dan kemauannya sendiri.

Walau tidak ada lagi orang yang bisa ia panggil kakak, pemuda itu tetap bersyukur akan apa yang ia terima.  Ia dengan ramah menyambut tamu yang berdatangan, baik yang memang datang ke tempat itu karena tertarik dengan barang yang dijajakan ataupun yang hanya sekedar datang untuk mengambil gambar. Waktu yang diberikan Tuhan ia manfaatkan dengan sebaik mungkin, menikmati setiap detik dan menitnya. Hingga tak terasa langit sudah mulai mengganti warnanya.

“Riku onii-chan! Ada yang mencarimu!”

“Siapa?”

“Orang-orang yang sering muncul di TV! Mereka tampan! Aku mau pacar yang seperti mereka!” Riku terkekeh kecil mendengar kalimat terakhir dari gadis kecil di hadapannya. Mengusap kepalanya pelan, lalu memintanya pulang setelah mengucap terimakasih tentunya.

Pemuda bermahkota senja itu berdiri, menaruh cangkir teh yang sedari tadi ia pegang dan sebuah buku novel rilisan terbaru lengkap dengan segelnya tergeletak begitu saja dibuatnya.

Memasang senyuman kecil sambil berjalan menuju toko bunga yang ada di depan jalanan yang bisa dikatakan sepi pejalan kaki. Disana ia melihat segerombolan orang tengah berdiri sembari berbicara pada lawannya masing-masing. Sosok yang begitu  familiar, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, suara, dan gerak tubuh mereka.

Mata sendu itu semakin kehilangan cahayanya. Dengan perlahan ia mengetuk kotak pos yang terbuat dari kayu, bunyinya cukup membuat orang-orang yang tengah sibuk sendiri memberikan perhatian penuh kepadanya.

“Selamat datang di toko saya, adakah yang bisa saya bantu?,” ucapnya formal dengan nada lembut nan pelan.

“Riku, lama tidak bertemu, kau nampak sehat, syukurlah,” Laki-laki berambut baby pink memulai pembicaraan.

Tak lama kemudian rekan-rekannya mulai gaduh menyebut nama pemuda itu.

“Rikkun! Aku merindukanmu!”
Laki-laki bertubuh besar dengan surai biru muda memeluk erat, namun tidak dibalas olehnya. Ia masih berdiri diam dengan posisi yang tidak berubah sedikit pun, matanya terbuka setengah dengan senyum kecil yang hampir tak terlihat.

“Ada yang bisa saya bantu?” ulangnya. Kali ini suaranya agak ditinggikan, takut kalau lawan bicaranya tidak mendengar dan malah seenaknya sendiri.

“Nanase-san apa kabar?” si surai raven maju, mencoba berbasa-basi dengan orang yang dulunya merupakan rekan sub-unitnya.

Dengan wajah berhias senyum hangat dan sebuah ukuran tangan Izumi Iori– pemuda itu berdiri berhadapan dengan Nanase Riku. Dari raut wajahnya terlihat bahwa anggota termuda grup idol IDOLiSH6 itu amat sangat percaya diri.

“Seperti yang Anda lihat, saya baik-baik saja. Jadi ada yang bisa saya bantu?”

Riku masih dalam posisi, tak peduli mau kemana si bongsor membawa tubuhnya, ia tetap diam tak bergerak. Mau sampai kapan pun Izumi Iori mengulurkan tangan padanya pemuda itu tidak akan membalasnya.

“Riku,” kini giliran si surai jingga yang memanggil. Menundukkan kepala untuk menunjukkan rasa hormat lalu dengan semangat menariknya masuk kedalam kerumunan.

“Silahkan kembali lain waktu, toko saya sudah masuk waktu tutup, saya permisi,” dengan mudahnya Riku keluar dari gerombolan manusia pelangi itu.

Ia berjalan santai menuju tokonya, menghiraukan teriakan-teriakan yang begitu mengganggu pendengaran. Saat salah satu dari mereka berhasil mengejarnya, ia berbalik, memasang wajah datar, lalu dengan sopan memintanya kembali lain waktu seperti penjaga toko lainnya.

“Nanase-san tunggu! Kami mohon kembalilah!”

“Kembali kemana? Disini adalah tempat saya,” Riku tau apa maksudnya, hanya saja ia sudah bosan. Anak itu sudah terlanjur kecewa dengan kejadian tiga tahun lalu. Dimana disaat dirinya sangat membutuhkan mereka, ia malah ditinggalkan. Ketika dia ingin bernyanyi bersama, Riku diusir dan diacuhkan.

“Apa maksudmu Nanase-san, ini bukanlah tempatmu. Tempatmu ada di sana, bersama kami,” jari telunjuk lelaki raven di depannya mengarah pada kerumunan orang yang kembali mendekat. Riku menggeleng, tersenyum penuh makna.

“Tidak, saya bahkan tidak tau siapa Anda? Apalagi tuan-tuan yang ada disana, lalu atas alasan apa saya harus bersama Anda sekalian?”

Terkejut, adalah satu-satunya reaksi yang bisa mereka berikan. Pemuda polos nan ceria yang mereka kenal sudah hilang sepenuhnya, dan itu murni kesalahan mereka.

“Riku jangan begitu, kita saudara bukan?”

“Saudara? Seingat saya, saya selalu sendiri, tidak memiliki orang tua apalagi saudara, tolong jangan melucu disini tuan.”

“Ini aku kakakmu! Nanase Tenn!”

“Saya mohon, ini sudah senja, dan sudah waktunya saya menutup toko,” Riku melepas semua genggaman yang berada ditangannya. Merapikan buku dan peralatan minum teh yang tergelatak di meja kecil di depan tokonya.

“Taman yang bagus, kau mahir dalam hal seperti ini? Aku baru tau,” si mahkota silver panjang memuji kebun yang telah digarap Riku selama 3 tahun ini.

“Terimakasih atas pujiannya,” Riku mulai menyalakan lampu, baik yang ada di toko, maupun lampu yang sengaja dipasang untuk menerangi taman.

“Riku, kau yakin tak mau kembali.”

“Sudah saya katakan, kemana saya harus kembali saat saya sendiri sudah berada di rumah?”

“Baiklah, kami permisi, jaga dirimu.”

“Terimakasih sudah berkunjung, dengan senang hati saya akan menunggu kunjungan anda berikutnya,” Riku membungkukkan badan, ia tertawa kecil saat menyadari kalau beberapa orang dari rombongan yang berprofesi sebagai idol itu berdecih kesal.

“Saya serius. Datanglah lagi.”

•°•
To be continued

GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang