5 : a Woman under the moonlight

1.2K 261 44
                                    


Mata Evan terpaku pada sosok itu, Dibawah cahaya bulan yang dingin didepan jendela yang terbuka lebar wajah itu tampak kaku dan tak berperasaan, rambut hitam panjangnya tertiup angin malam dengan  tangan yang mencengkram kuat tangan pria didepannya, mata Evan beralih kearah posisi tangan yang tampak tidak wajar.

Patah?

Wanita itu tampak terkejut, mengangkat wajahnya, mata hitam kelam keduanya bertemu. Menyadari kelengahan wanita yang mencengkram tangannya, pria asing dengan tangan patah itu menggerakan kakinya cepat, namun dengan sigap Evria bergerak, menendang sebelah kaki yang menjadi pijakan si pria jahat, menyebabkan suara bedebum keras tubuh besar yang menghantam lantai.

Terpukau, Evan terpukau oleh sosok cantik dengan rambut yang terurai lurus dibawah cahaya bulan itu. Tampak begitu berkuasa.

Tanpa sadar senyum miring muncul di bibirnya, seorang wanita bangsawan dengan kemampuan melumpuhkan musuh? Bukan sesuatu yang dapat ia perkirakan.

Melangkah mendekat, pria itu menghampiri Evria yang menunduk menahan pria itu dibawah lantai. Mengangkat wajah dengan riasan yang sudah terlepas itu, mereka beradu pandang lagi dalam kebisuan.

Tawa pelan keluar dari mulut pria yang terkenal sebagai sang Raja Perang. Tangannya bergerak mengusap pipi dingin wanita dihadapannya. Mengantarkan sensasi dingin pada kulit keduanya.

Pria dibawah sana bergerak hendak bangkit, sampai Evan mengangkat kakinya, menginjak keras punggung penyusup itu kuat hingga wajahnya kembali menghantam lantai dengan keras, Suara lantai dan tulang tengkorak yang bertubrukan terdengar diantar keheningan disusul erangan kesakitan.

Namun mata hitam itu tidak lepas dari manik wanita dihadapannya. Tampak tidak terganggu dengan dengan apa yang baru saja dia lakukan.

Mendekatkan wajahnya, dalam hitungan detik jarak diantara mereka menghilang. Bibir keduanya bersentuhan dibawah cahaya bulan.

Evria membeku, namun tubuhnya tidak bergerak melawan. Pria itu memejamkan matanya, tampak menikmati apa yang baru saja dia lakukan, tidak terganggu dengan sosok yang ia injak tanpa rasa bersalah.

Menjauhkan wajahnya dari Evria, senyum miring itu kembali muncul. "Sepertinya kau memang ditakdirkan untuk menjadi milikku."

Wanita itu terpaku, ucapan pria itu bagai angin dingin yang berhebus dalam sedetik menerpa tubuhnya.

Evan menjauhkan tubuhnya, tangannya menarik kerah baju pria yang lemas dibawah sana.

"Aku akan membuangnya, kalau dia beruntung mungkin dia akan tetap hidup." Melangkah dengan pasti, pria itu menyeret santai sosok bertubuh besar yang hampir kehilangan kesadaran itu. Sekuat apa pria itu? Dengan satu kaki ia dapat melumpuhkan seorang pria besar dalam beberapa waktu saja?

Evan menghilang dibalik pintu, meninggalkan Evria yang masih terdiam disebelah jendela.

ヽ(°◇° )ノ

Melangkah santai keluar dari penginapan, Evan mengangguk sopan kearah perempuan tua penjaga penginapan.

Wanita tua itu menatap terkejut, namun merapatkan mulutnya rapat-rapat begitu senyum pria yang menyewa salah satu kamarnya itu terbit, jari telunjuknya bergerak kedepan bibirnya yang tersenyum, memberikan Code agar si wanita tua tidak mengeluarkan suara.

Melangkah santai keluar, meninggalkan sang wanita tua yang tanpa sadar menahan nafasnya. Aura menekan yang dikeluarkan pria itu tampak menusuk, bahkan meskipun terbungkus oleh senyum ramah.

Memejamkan matanya, tentu saja ini bukan pengalaman pertama bagi sang wanita tua mendapati orang yang menyewa penginapannya bukan orang biasa. Namun kali ini terasa begitu berbeda, pria itu tampak ribuan kali lebih menyeramkan dan berbahaya dari siapapun yang pernah penginap disana.

Melangkah santai keluar, Evan diam sebentar didepan gerbang masuk, memandang sekitarnya dengan alis terangkat, kemana ia harus membuang pria ini? Melangkah mendekati kandang kuda, tanpa sengaja membangunkan penjaga kuda yang tengah duduk didepan pintu masuk kandang.

"Tu-Tuan?" Pria muda itu bergetar, memandang dengan takut namun tetap berusaha bersikap ramah. Matanya terus menerus melirik kearah pria yang diseret dijalan.

Evan hanya tersenyum kecil, yang malah membuat tubuh pria itu semakin merinding. Melangkah lurus, pria itu sampai ke ujung kandang, tempat kotoran kotoran kuda itu dikumpulkan. Meninggalkan penyusup itu disana tanpa kata. 

Tidak lama setelah itu pria itu kembali, masih dengan aura yang sama. Saling bertatapan sebentar dengan Wanita Tua.

"Tenanglah Nyonya, dia bukan salah satu dari orang yang menginap disini." Evan berujar santai, kemudian melangkah meninggalkan wanita yang terdiam membisu.

Wanita Tua itu tahu, pria yang diseret tadi memang bukan salah satu orang yang menyewa penginapannya, dan dia bersyukur untuk hal itu. Sebenarnya siapa pria itu, dia menghabiskan pria sebesar itu tanpa menciptakan keributan.

Haruskah ia bersyukur?

(~‾▿‾)~

Memperhatikan langit-langit kamar penginapannya, pikiran Evria bercabang kemana-mana. Apa itu tadi?

Sebuah ciuman?

Untuk apa?

Dan apa artinya?

Mengusap dadanya menenangkan diri, tidak akan ada yang terjadi, dan sebaiknya jangan. Sadar dirilah Evria, jika kau terlalu banyak bertingkah dan pria itu menyadari keanehan pada dirimu, kebohongan ini bisa terbongkar kapan saja dan kau akan semakin jauh dari tujuan utamamu.

Memejamkan matanya, Evria meruntuki sifatnya yang terlalu banyak berpikir.

Cukup mainkan peranmu sebaik mungkin, kau akan aman.

Menyentuh bibirnya, bayangan itu kembali melewati kepalanya. Evria memejamkan matanya kesal, menimbulkan kerut kesal pada dahinya.  Menahan terikan frustasi yang benar-benar akan keluar dari mulutnya.  Tangan dingin yang menyentuh pipinya tadi, menang tidak terasa mulus, justru terasa kasar, seolah menjadi bukti bahwa pria yang tadi bukan seorang pria baik, yang dengan tangan itu sudah menghabisi ribuan nyawa, dan dengan tangan itu bukan tidak mungkin pria itu juga akan membunuhnya.

Sialan!

Bagi Evria, kejadian tadi memang pengalaman pertamanya, hubungannya dengan pria-pria selama ini hanyalah hubungan pertemanan. Ia memang pernah mengecup pipi seorang pria, tapi pria itu adalah adik kandungnya yang saat itu masih berusia 5 tahun.

Ingatan itu membuat dadanya mendadak sesak, sekali lagi menenangkan hatinya, bayangan tentang adiknya mendadak melewati kepalanya begitu saja. Mengigit bagian dalam pipinya Evria menahan perasaannya dalam-dalam. Mengingatkan dirinya sendiri bahwa kejadian itu sudah lama berlalu dan menangisinya tidak akan mengubah apapun.

Dia bahkan tidak diberikan waktu untuk bersedih. Dia sudah sejauh ini, sudah melewati terlalu banyak hal.

Evria shuya Salvia. Bahkan dia sudah memiliki nama baru, identitas baru. Alur kehidupannya seolah sudah diatur.

Menatap garis-garis ditangannya.

Kata orang jalan kehidupan telah tergambar pada garis-garis telapak tangan. Entah benar atau tidak.

kira-kira kalau itu benar, sudah berada di garis mana Evria saat ini, dan yang mana garis akhir dari kehidupannya?

Menghela nafas berat, dia berpikir terlalu banyak lagi.

Memejamkan matanya, Evria berusaha tidur, dan sebaiknya memang begitu. Sebelum pikirannya kembali bercabang memikirkan terlalu banyak hal. Tidak akan ada yang berubah, tidak akan ada yang berbeda.

Dia hanya perlu menjalani semuanya.


Yosh! Im back! muehehhehehe.

To Kill The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang