6 : another attack

1K 181 77
                                    

Mereka berdua meninggalkan penginapan pagi-pagi sekali, setelah menyelesaikan sarapan singkat dua potong roti dan teh hangat, keduanya melanjutkan perjalanan.

Melangkah keluar penginapan, Evria menatap keadaan di luar yang masih sangat sepi dan gelap.

Evria masih sangat mengantuk, terlihat dari mata wanita itu yang masih sedikit merah. Menggelengkan kepalanya, wanita itu berusaha fokus demi mengusir kantuknya.

Evan melirik dari atas, gelagat wanita itu yang tidak biasa jelas menarik perhatiannya. Ia tampak tidak seimbang, kadang agak terlalu kekanan, kemudian ia akan duduk tegap lagi disertai dengan gelengan-gelengan kepala, kemudian ia akan sedikit terlalu ke kiri, setelah itu kembali memperbaiki posisi duduknya.

Evan melirik keatas sejenak, tampak memikirkan sesuatu.

Apa dia terlalu kejam ya?

Jika ia ingat lagi, mereka memang berangkat bahkan sebelum matahari terbit.

Itu bukan hal yang sulit bagi Evan, dia memang sudah terbiasa bagun pagi-pagi, tapi wanita ini.

Dia adalah gadis bangsawan, hidup bergelimang harta, disertai pelayan dan tempat tidur empuk, setelah kejadian tadi malam, apa wanita ini tidur nyenyak, di penginapan sederhana tadi apa ia bisa tidur?

Berdecak, Evan rasa ia memang agak sedikit terlalu jahat.

Menghela nafasnya, tangan Evan bergerak menangkup kepala wanita itu yang telah kembali bergerak condong ke kanan, membawa kepala itu menyandar pada dadanya.

Evria bergerak, tampak membuka matanya, kepalanya mendongak menatap Evan diantara kantuknya.

"Tidak apa-apa, kita akan memasuki daerah hutan,  aku membawa kuda ini perlahan. Kau bisa tidur sedikit lebih lama."

Setelah ucapan Evan itu, mata Evria kembali menutup, menyerah dengan rasa kantuk yang ada.

Evan melambatkan laju kudanya, membiarkan kuda itu melangkah santai menuju kedalam hutan. 

Sinar matahari mulai masuk, menyusup dari sela-sela ranting dan pohon. Menarik tali kekangnya perlahan, Evan mengarahkan kudanya lebih dekat kearah pohon-pohon, menghindari cahaya matahari.

Suara burung terdengar nyaring, bersahabat dengan suara tapak kaki kuda dan nafas teratur wanita yang bersandar nyaman pada dadanya. 

Tenang sekali.

Terasa sangat asing, suara burung, suara langkah kudanya terasa sangat tidak biasa, selama ini yang menemaninya adalah lamgkah kudang yang terburu buru dan syara desingan angin yang bertabrakan dengan tubuhnya.

Sudah berapa lama Evan tidak merasakan perasaan seperti ini sampai-sapai ia merasa begitu asing, melakukan perjalanan dengan laju kuda yang pelan bukan gayanya.

Dan demi wanita itu, dia rela melambatkan kudanya. Memperlambat perjalanan keduanya. Bahkan mendekatkan kudanya kearah pohon-pohon agar wanita itu tidak bagun dari tidurnya.

Hal yang bahkan mengejutkan dirinya, bahwa dia masih bisa bersikap seolah ia peduli.

Mengerinyitkan dahinya, Evan melirik kesamping. Menajamkan pendengarannya, ada suara langkah kuda lain selain miliknya.

Tidak terlalu jauh, tidak juga dekat. Tampaknya orang dibelakang sana berusaha untuk tetap menjaga jarak.

Serangan lagi?

Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan, kemungkinan besar memang pria tadi malam bergerak bersama komplotannya.

Ini bukan kali pertama Evan diserang saat berada ditengah perjalanannya, mungkin karena Evan yang terbiasa melakukan perjalanan sendiri tanpa pasukan membuatnya seolah merupakan target yang mudah.

Padahal selama 25 tahun lebih usianya tidak ada satu pembunuh bayaranpun yang berhasil membunuhnya.

Suara decakan cukup keras terdengar dari mulutnya ketika mata pria itu menangkap jurang disebelah jalan, suara langkah kuda dibelakangnya terdengar semakin mendekat.

Benar saja, begitu kudanya berada disamping kuda, suara ringkikan dari belakang sana terdengar melengkapi diantara keheningan hutan, disusul suara tampak kuda yang terdengar buru-buru. Kuda dibelakang sana bergerak kencang, menyenggol kudanan Evan dengan keras hingga kuda itu bergerak tidak seimbang dan mulai terdorong ke ujung jurang.

Goncangan yang tiba-tiba terjadi itu membangunkan Evria dengan rasa terkejut. Tampak kebingungan wanita itu berusaha memegang leher kuda yang tidak seimbang didepannya.

Tidak sampai disana, si penyerang tersebut mencakar bagian bokong kuda entah dengan benda tajam apa, kuda yang dinaiki Evan dan Evria terlonjak kaget dan kesakitan, kuda itu mengangkat kedua kaki depannya, Evan sigap berusaha meraih dahan pohon disekitarnya, sayangnya hal itu membuat Evria kehilangan penyangga, tubuh wanita itu tertarik gravitasi, terjatuh dari kudanya menuju kearah jurang.

Menghantam ujung jurang, tubuh Evria tetap tetap jatuh kebawah.

Menhadari apa yang terjadi Evan berdecak, memegang kuat dahan di atasnya, ia mengangkat tubuhnya kemudian menendang penyerang itu dari kudanya.

Turun dari kudanya, Evan melepaskan kuda itu untuk berlari kedepan sendirian.

Memijat keningnya karena rasa frustasi begitu menyadari penyerang itu tidak sendirian.

Dengan kepala tertutup oleh kain hitam, 2 orang dari belakang maju perlahan menodongkan pisau ditangan mereka.

Sial dia menaruh pedangnya pada samping  plana kudanya, dan kudanya sudah berlari lebih dahulu.

Ini akan memakan cukup banyak waktu dan mungkin saja ia tidak akan sempat menyelamatkan wanita itu.

Wanita malang, pergi untuk menikahi seorang monster sudah terdengar seperti petaka, kini dalam perjalanannya bersama sang calon suami, ia harus mati karena masuk kejurang.

Evan akan semakin dilekatkan dengan nama monster setelah ini, mungkin dengan tambahan terkutuk karena terbunuhnya sang calon istri.

Bukan berarti dia peduli juga, sejak ia lahir hal-hal seperti itu bukanlah hal baru.

"Baiklah mari kita selesaikan yang satu ini."

satu orang melawan 3 orang bersejata, terdengar begitu tidak imbang. Tapi bukan Evan sang Pedang Raja kalau yang seperti ini saja kalah, mungkin akan memakan waktu tapi dia tidak mudah di tumbangkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

To Kill The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang