3. He

2.8K 430 73
                                    

Tidak ada kereta, hanya satu ekor kuda yang di bawa pria itu.

Evria menatapnya bingung, Evria ditempatkan kedalam posisi ponakan seorang Duke, dia masuk kedalam jajaran bangsawan, dan pria itu. Yang mengaku sebagai calon suaminya tampak tidak peduli dan hanya membawa satu ekor kuda.

"Membawa kereta itu memang tampak lebih nyaman, bukan? Sayangnya aku tidak berniat membawanya." Evan menatap wanita itu dengan senyum yang benar-benar membuat Evria ingin melemparkan kursi ke kepala pria itu.

Evria tertawa kecil, menutup bibirnya dengan kipas yang masih tertutup.
"Saya tidak masalah, Tuan Evan. Jika Anda merasa nyaman, saya juga akan berusaha nyaman." Evan menaikan alisnya, wanita itu menjawab dengan senyum culas, jelas tampak palsu namun ia menutupinya dengan sangat rapi.

Keluarga Duke Salvia masih disana, mengatakan mereka didepan gerbang.

Siapapun sadar Evan tampak tidak tertarik dengan pertemuan ini, ia datang karena ini adalah hadiah dari sang Raja. Dan jelas tidak akan ada yang protes dengan apa yang ia lakukan.

Sang bayangan Raja, yang membasuh pedangnya dengan darah itu, tidak akan menoleh dua kali setelah menebas kepala orang yang menjadi targetnya.

"Ah!" Evria membelalakkan matanya terkejut, tubuhnya diangkat keatas, menoleh kebawah wanita itu menatap terkejut kearah Evan yang mengangkatnya naik keatas kuda.

Setelah wanita itu sudah berada diposisi nyaman, Evan ikut naik keatas kudanya, duduk dibelakang Evria, membiarkan kedua tangannya berada dikedua sisi tubuh Evria, memegang, tali kekang kudanya pria itu terkekeh merasakan tubuh Evria yang menegang.

"Kau harus terbiasa dengan posisi-poisi intim seperti ini." Bisikan itu terdengar tepat disebelah telinga kanannya.

Evria bergerak tidak nyaman, dia tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Memang terdengar aneh untuk wanita seusianya tidak memiliki pengalaman apapun dalam hal romansa.

"Kalau begitu kami pergi, Duke salvia." Evan tampak menganggu kemudian mengentak tali kekang kudanya, kuda itu meringkik kemudian mulai berjalan meninggalkan Mansion megah itu.

Evria terpukau, pemandangan kota yang ramai menyambutnya, semua orang tampak sibuk dengan urusan masing-masing.

Sudah berapa lama dia terkurung ditempat penjualan sebenarnya? Kenapa semua tampak menakjubkan sekarang?

Pakaian-pakaian indah di etalase, harum jajanan, suara bising orang-orang yang sibuk melakukan jual beli seperti menghantam telinganya. 

Dia merindukan hal-hal seperti ini. 
Mata wanita itu berbinar. Tampak sangat menikmati perjalanan itu.

Alis Evan naik, gelagat wanita didepannya itu tampak begitu aneh untuk matanya. Dia adalah gadis bangsawan. Kenapa terlihat begitu terkejut menatap pusat kota?

Melambatkan kudanya, Evan tidak tahu mengapa. Ekspresi wajah yang dapat dilihatnya dari samping  membuat pria itu tertarik.

"Tuan Evan!!" suara seruan membuat Evan menoleh waspada, seorang wanita dengan tubuh sedikit gempal berlari.  Tampak tergopoh-gopoh mengejar kuda mereka.

Evan menarik tali kekang kudanya pelan, menghentikan kudanya. Pria itu menunduk menatap seorang wanita yang bersujud disamping kudanya. Tubuh itu bergetar.

Wanita itu mengangkat wajahnya yang penuh air mata, tangannya menggenggam sebuah kotak yang dibungkus kain.

Menunduk dengan ketakutan, wanita itu berusaha menang kan diri dibawah tatapan tajam sang kesatria.

Berlutut wajah wanita itu masih menunduk dalam, mengangkat kotak itu dengan kedua tangan, tubuh wanita itu masih bergetar hebat.

"Saya mohon terima hadiah saya!!" wanita itu berseru, suasana hening datang bersama hembusan angin.

Evria terpaku menatap khawatir. Ekspresi pria itu tidak menunjukan perubahan apapun. Matanya menyorot tajam.

"Anda! Anda sudah menyelamatkan putra saya, desa utara yang diserang para perompak adalah tempat putra saya bekerja. Saya ingin berterimakasih." wanita itu terisak, air matanya jatuh membasahi jalan.

Evan meraih kotak itu tanpa suara, menghentak tali kudanya, membuat kuda itu berjalan tiba-tiba menjauh.  Menatap pria itu terkejut Evria terkekeh pelan.

Menyerahkan kotak itu kedepan, Evria langsung meraihnya, akan sangat merepotkan menngegam kotak dengan kuda pikirnya. Namun kemudian ia menggeleng, tidak-tidak pria itu pasti pernah membawa kuda dengan pedang berat ditangannya. 

"Bukalah." Evan berujar pelan, kuda mereka mulai bergerak Stabil.

"Apa tidak apa-apa?" Evria berujar tidak yakin, kado itu untuk Evan bukan untuknya.

"Tidak. Lagi pula kita harus memastikannya. Aku tidak mau repot membawa bangkai tikus atau apapun yang tidak berguna diperjalanan. " Mata Evria membelalak, menatap kotak itu horror.

Dan pria itu pernah diberikan bangkai tikus, itu sangat mengesankan. Evria berpikir sarkas dalam hati.

Evria mengangkat bahunya, tidak peduli. Lagi pula pria itu yang menyuruhnya. Membuka ingatan bungkusan itu, mengintip pelan pela isi kota, harum jajanan langsung menusuk hidungnya. Harumnya manis sekali.

"Ini makanan." pria itu jahat, bagaimana dia bisa mengatakan hal aneh-aneh hingga Evria berpikir negatif pada sesuatu yang terlihat indah begini.

Oh, Evria ingin satu!

Mata Evan melirik kedalam kotak itu. Isinya memang jajanan.

"Makanlah." Evan mengedik tidak peduli, lagi pula dia memang tidak begitu menyukai makanan ringan.

"Bolehkah?" Suara wanita itu naik, tampak sedikit melengking semangat. wow, dimana etika bangsawannya?

"Heng." Evan bergumam sebagai jawaban.

Evria tidak peduli, mengambil satu jajanan dari kotak, wanita itu menutup lagi kotaknya, makanan seberharga ini harus dimakan sedikit-sedikit.

Menggigit kecil jajanan putih itu, dahi wanita itu mengkerut. Sedikit hambar dan kenyal. Jajanan apa ini?

Menggigit untuk kali kedua, wajahnya berubah. Ada sesuatu di dalamnya. Manis, coklat?

Menatap isi yang terlihat dari jajanan itu, wajah Evria berubah cerah.
Enak sekali!!

Gelagat wanita itu membuat alis Evan kembali naik, yang benar saja. Berapa umur wanita itu? Dia tampak seperti anak kecik yang diberikan jajanan manis.

"Perjalanan ini akan sangat jauh." Evan berujar membuka percakapan. Batas kota sudah terlihat. Mereka akan segera keluar dari desa itu.

"Sejauh apa? Berapa lama?" Evria menyahut, jajanannya sudah habis sebuah. Dan masih ia simpan untuk dimakan nanti.

"Mungkin dengan kecepatan kuda ini akan memakan waktu tiga minggu. " Evria terkejut, itu lama sekali.

Dan apa pria itu melakukan perjalanan selama itu dari pusat kerajaan selama tiga minggu hanya untuk menjeputnya?

Evria merasa sedikit tersentuh.

"Tentu saja ada kalanya kita harus melewati hutan, atau bahkan tidur didalamnya." Evria mendongak menatap wajah pria itu, senyum mengejek tampak jelas disana.

"Tidur didalam hutan?" Evria mengulangi ucapan pria itu, hanya sekedar meyakinkan bahwa dia tidak salah dengan.

"Ya? Apa kau tidak menyukainya? Sayang sekali, padahal calon suamimu ini sudah ribuan kali tidur di hutan. Akan sangat menyedihkan kalau sangat istri tidak terbiasa dengan hal itu." Pria itu suka merendahkan. Evria memendam kesal dalam hati.

Tawa kecil keluar dari mulut hadis itu, oh ayolah tidur dihutan tidak akan menjadi masalah besar.

"Tidak masalah, saya yakin Anda yang di rumorkan kuat itu tidak akan membiarkan calon istri Anda mengalami masalah didalam hutan. Atau kuat itu benar-benar hanya rumor." wanita itu menjawab lembut. ada tawa diawal ucapannya. Seolah mereka benar-benar hanya berbincang santai.

Wanita itu punya rasa angkuh, oh menyenangkan.

To Kill The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang