-Sore-

6 1 0
                                    

"Key besok temani aku ke Mall ya, ada yang ingin kucari disana"

"besok sabtu yaa?" sebenarnya aku ingin sekali menolak ajakan Gian, tapi entah apa yang mendorongku sehingga aku mengiyakan permintaannya dan memilih untuk membatalkan janji makan siang bersama temanku yang sudah kami rencanakan dua minggu lalu "oke dehh, kamu ke rumahku ?"

"iya, besok aku ke rumah jam 4 sore yaa. Jangan dandan yang cantik, nanti banyak yang melihatmu"

Sore ini berbeda dengan sore sebelumnya, aku berada di kursi belakang sebagai penumpang sedangkan ia di kursi depan sebagai pengemudi. Kami menaiki motor, sebelum berangkat iya pamit dengan mama dan papa.

"om, aku bawa key dulu yaa"

"iyaa, hati-hati dan jangan ngebut di jalan. Dia anak om satu-satunya"

Sepanjang perjalanan aku hanya diam seperti biasa, karena aku kurang suka untuk mengobrol di jalan yang cenderung berisik tambah lagi suara pengguna jalan lainnya terutama klakson angkutan umum yang selalu saja bersahutan seperti hendak memenangkan perlombaan. Menikmati perjalanan dengan melihat sisi kanan dan kiri adalah kesukaanku. Itu mengapa aku menyukai perjalanan, apalagi perjalanan sore. Yaa walaupun rame dan berisik tapi aku merasakan tenang saat menatap langit yang dihiasi warna jingga juga hiruk pikuk sudut kota yang seakan menuntut semua orang untuk memenangkan suatu lomba dengan saling memarahi pengguna jalan yang satu dan lainnya.

"permisi kak..."

ku tak Bahagia, melihat kau Bahagia dengannya..

aku terluka tak bisa dapatkan kau seutuhnya

aku terluka melihat kau bermesraan dengannya....

Gian menghentikan pengamen itu padahal belum sempat pengamen anak-anak itu menyelesaikan lagunya.

"kenapa disuruh berhenti Gian? Kan suaranya bagus"

"dia masih kecil, belum waktunya menyanyikan lagu itu. Emang dia paham maksud lagunya?"

"lah emang bernyanyi harus memahami maksud dulu ya?"

"lampunya sudah hijau Key, nanti akan aku jelaskan"

"jika kamu mengingatnya Gian" ujarku.

Tak lama setelahnya aku lihat Gian melewati jalan yang salah. Iya, aku gak tahu rute mana yang akan dilalui Gian untuk sampai ke tempat yang akan kami tuju.

"kenapa lewat jalan ini Gian?"

"aku ingin berlama-lama denganmu Key"

"untuk apa, kamu gak tahu aku Lelah duduk di bangku belakang ini?!" tanya ku dengan nada penuh penekanan.

"lihat ibu itu yang menggendong anaknya, kasihan yaa. Kemana suaminya? Kalau saja aku bertemu dengan suaminya, maka aku akan..."

"kamu akan apa?.. sudahlah Gian ayooo putar balik, harusnya kita sudah sampai ke tempat yang akan kita tuju. Paling kamu akan menjadi patung jika bertemu dengan suami dari perempuan itu"

"kok kamu tahu Key?"

"penting ya untuk menjawab pertanyaanmu saat ini. Sudahlah Gian,ayo kita balik. Itu lihat, harusnya kita melewati jalan itu bukan malah kesini"

Gian tetap melajukan motornya ke jalan yang aku gak tahu akan dibawanya kemana. Sebenarnya aku menyukai kebiasaan Gian yang seperti ini, menikmati setiap sudut kota. Melihat ekspresi para pengguna jalan raya. Ada anak-anak yang selalu meminta izin untuk membersihkan kaca mobil, ada juga ibu-ibu yang menawarkan dagangan miliknya. Aku menyukai itu. Dari perjalanan aku seperti menemukan energi positif baru bahwa hidup bukan hanya sekadar hidup. Hidup ini tentang bersyukur, hidup ini tentang membayar lunas hutang pada yang menciptakan kita. Hidup bukan juga hanya memikirkan perut saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GIAN & KEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang