04. The Cold Face

150 40 37
                                    

Aroma menyengat yang menusuk indera penciuman menuntun Sillvanna untuk membuka mata. Saat tidurnya mulai terusik, seorang gadis yang duduk di sampingnya lekas mengecek denyut nadi pada lengannya.

Mata Silvanna masih beradaptasi dengan penerangan lentera yang ada di sekitarnya. Beberapa kali ia harus mengerjap agar terbiasa dengan pandangannya. Hangat genggaman seseorang sangat kontras dengan suhu tubuhnya saat ini yang membuat Silvanna ingin bergegas bangun dan menyadari apa yang terjadi.

"Tenanglah, Nona," kata seorang gadis berselendang hijau saat merespon reaksi Silvanna yang langsung terduduk dan berangsur mundur. "Kau aman di sini," ucapnya lagi masih dengan nada lembut seperti tadi.

"A-ada di mana aku?" tanya Silvanna panik. Sesaat kemudian, ia merasakan perih di sekujur punggung hingga belikatnya. "Argghh!!" Silvanna memegang belikatnya. Terasa seperti ada ramuan yang menempel pada belikatnya.

"Aku mohon, Nona jangan banyak bergerak dulu," pinta sang gadis terlihat khawatir.

Dalam ruangan dengan pencahayaan lentera, Silvanna menatap heran gadis itu.

"Kau ada di kediamanku di Barren Land." Gadis itu menggeser duduknya untuk memperpendek jaraknya dengan Silvanna agar komunikasi mereka lebih jelas. "Kakakku menemukanmu tergeletak di sungai saat peperangan beberapa hari yang lalu. Kau terluka parah dan tak sadarkan diri."

"Berapa lama aku tak sadarkan diri?" tanya Silvanna.

"Dua malam sejak kakakku menemukanmu," jawab gadis itu.

"Terima kasih atas pertolonganmu dan juga kakakmu," ucap Silvanna tulus.

Gadis itu tersenyum lebar. "Aku Chang'e. Kau datang dari mana, Nona?" tanya Chang'e.

"Aku Si—" Silvanna menggantung perkataannya. Ia ingat pada pesan Natalia tempo hari. Saat jeda itu, Chang'e terlihat mengerutkan dahi dan tampaknya tak sabar untuk mendapatkan jawaban Silvanna. "Panggil saja aku Ann. Aku dari Pulau Selatan."

"Baiklah, sepertinya Nona Ann harus melanjutkan istirahatnya. Aku mau membuatkan ramuan baru untuk mengobati lukamu." Chang'e beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruangan itu.

Sepeninggal Chang'e, Silvanna mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan yang hanya diterangi oleh beberapa lentera tempel yang terpasang di kedua sisi dinding. Ruangan yang sederhana. Hanya berdinding anyaman bambu serta interior berbahan sama yang mengisi ruangan itu.

Setelah puas mengamati tempatnya sekarang, ia mulai merasakan lagi luka di bagian punggungnya. Wajahnya mengerut, menahan perih yang mendadak muncul.

"Kalau keadaanku begini, bagaimana aku bisa melanjutkan perjalananku ke Abbys?" tanya Silvanna dalam hati. Ia meraba bagian punggungnya. Ia baru menyadari kalau pakaiannya kini berganti oleh kemben sebatas dada namun masih mengekspos bagian punggungnya yang terluka. Serta, sehelai kain yang menutupi perut hingga kakinya. Silvanna berpikir kalau Chang'e yang mengganti pakaiannya.

"Chang'e, apa kau melihat tombakku?"

Tiba-tiba seorang lelaki berkuncir masuk ke ruangan itu tanpa permisi. Hal itu mengundang kejut dari Silvanna pasalnya gadis itu sedang memakai pakaian yang lebih terbuka. Silvanna buru-buru menarik kainnya sampai atas pundak.

"Mm, M-maaf!" ucap pemuda itu gugup seraya berbalik badan setelah menyadari pergerakan tak nyaman dari gadis itu. "Kau sudah sadar, Nona?" tanya pemuda itu.

"Baru beberapa menit yang lalu," jawab Silvanna gugup. Ia masih malu atas kejadian barusan.

Mendengar jawaban itu, lelaki berkuncir itu bergegas keluar kamar itu. Namun, Chang'e tiba-tiba datang dari arah pintu.

Bring Back the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang