02. Nightmare

148 46 9
                                    

"Tidak.. Darius!!!"

Satu tarikan napas berat seraya kedua mata terbuka, mengakhiri alam ketakutan gadis yang terbaring di tempat tidurnya. Ia terengah di balik selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

Ia bangkit, mendorong tubuhnya ke belakang untuk bersandar ke kepala ranjang setelah tarikan napas ke sekian kalinya.

'Mimpi itu lagi, tapi ini terasa begitu nyata.' Itulah isi batin Silvanna di tengah lamunannya memikirkan mimpi buruk itu. Mimpi buruk yang berhubungan dengan kejadian beberapa tahun silam, di mana kejadiannya sama persis dengan yang ada di mimpi tadi.

Mimpi buruk yang menjadi nyata baginya saat ini. Memimpin Kerajaan Cahaya sepeninggal ayahnya begitu berat baginya.

Sejak Darius diculik beberapa tahun silam, Kerajaan mulai dilanda bencana yang besar. Serangan Abbys yang datang tanpa henti, meluluhlantakkan Kerajaan Cahaya secara perlahan. Sang Raja tewas setelah tersayat pedang Argus—panglima perang Abbys—saat sang Raja berusaha melawan. Perang saudara terjadi akibat begitu banyak adu domba yang dibawa oleh pasukan Alice ke tengah kekacauan di wilayah Kerajaan Cahaya.

Hingga yang terparah adalah meredupnya cahaya di sekitar Land of Dawn. Negeri itu seakan tak pernah menemukan siang. Langit yang harusnya tampak biru di kala cerah, hanya menampakkan gumpalan awan tebal nan hitam melayang tanpa putus di atas kepala mereka.

"Putriku, pimpin Kerajaan ini dengan baik. Karena hanya kamu yang dapat memimpin Kerajaan ini setelah Darius pergi. Temukan dia, bawa dia pulang." Itulah pesan terakhir sang Raja Cahaya pada Silvanna sebelum mengembuskan napas terakhirnya. Mandat itu disaksikan sendiri oleh Tigreal—sang panglima perang—yang sudah mengabdi di Kerajaan selama puluhan tahun, serta Leomord, seorang Ksatria berkuda yang selalu berada di jajaran depan bersama Tigreal saat peperangan.

Silvanna mengibaskan rambut yang menutupi wajahnya ke belakang seraya menampakkan wajah sembab dan penuh keringat. Terkadang, pikirannya melayang saat terjaga di tengah malam seperti ini. Ratapannya tentang sulitnya memimpin Kerajaan yang kini dibenci oleh rakyatnya sendiri, hingga harapannya akan datangnya kembali cahaya untuk Land of Dawn.

Silvanna beranjak meninggalkan tempat tidur berkelambu itu. Ia berjalan, dan meraih pintu balkon yang terhubung ke kamarnya. Tak ada yang bisa ia lihat malam itu. Seperti malam-malam sebelumnya sejak para Abbys menelan semua sumber cahaya alami di negeri ini. Jajaran obor serupa garis lurus yang ia lihat dari balkon itu.

Suara ringkikan kuda samar-samar terdengar dari arah gerbang istana yang disambut langsung suara gerbang kayu terbuka. Hentakkan sepatu kuda pada jembatan kayu di gerbang istana terdengar beriringan.

Begitu juga seorang gadis terbang yang hinggap di atas balkon kamar Silvanna. Gadis itu melepas tali cahaya yang mengikat pinggangnya—sebagai sarana untuknya terbang—setelah kedua kakinya menapak di permukaan balkon. Percayalah, saat ia melayang, orang akan menganggapnya seperti lintasan bintang jatuh yang berhasil menembus awan pekat yang selalu menutupi langit Land of Dawn siang dan malam. Gadis berkuncir pendek itu percaya bahwa tali cahaya buatannya menjadi sumber cahaya yang tepat untuk tetap berpatroli di sekitar Kerajaan.

"Saya kira, Putri sudah tidur," kata gadis terbang itu.

"Tidurku terganggu lagi, Fanny," sahutnya rendah seraya menopangkan tubuh pada pembatas balkon. Mata abu-abu terangnya kembali menerawang kegelapan.

Fanny menurunkan senyum dari wajahnya lalu memegang sebelah pundak dari sang putri. "Apa karena mimpi itu lagi?" tanya Fanny pelan. Gadis terbang itu sudah beberapa kali mendapat cerita tentang mimpi yang dialami Silvanna sebelumnya.

Seakan tak mau lebih dalam membicarakan mimpinya, Silvanna mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana patrolimu?"

"Masih sama seperti kemarin, Putri. Penduduk Monastery dan Barren Land kembali bentrok. Saya, Kapten Tigreal, dan juga Leomord sudah datang untuk melerai. Akan tetapi, peperangan itu belum juga bisa kami akhiri. Alasan mereka tetap sama, berebut sumber mata air dan bahan makanan, penduduk ingin Kerajaan bertanggung jawab atas bencana kelaparan di wilayah mereka," jelas Fanny.

Bring Back the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang