Prolog

10.3K 792 13
                                    

Enam tahun yang lalu ....

"Aku mau kita cerai, Mas!" Si wanita dengan sorot mata tajam mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

"Apa alasan kamu mau cerai dari saya?" Sang pria bertanya dengan pelan. Beberapa bulan ini hidupnya jatuh pesat karena perbuatan kakak tirinya.

"Kamu udah jatuh miskin dan sedari dulu aku memang nggak cinta sama kamu," tandas wanita tersebut. Bersedekap dada dan menatap remeh ke pria depannya itu.

Malik tertawa pelan, membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegap.

"Jadi, selama ini kamu nggak cinta sama saya? Apa artinya kehadiran dua anak kita, Nita?" tanyanya santai.

Nita tersenyum miring. "Kamu bodoh atau gimana, sih? Ini permainan suamiku, permainan kami berdua. Joy kekasihku," terang Nita tanpa merasa bersalah.

Tangan Malik terkepal kuat. Joy sialan! Pria itu bejat sekali. Menghilang bak ditelan bumi dan kembali merebut semua yang ia punya. Tanpa mengucapkan apapun, Malik menandatangani surat cerai yang Nita berikan tadi.

"Hari ini, saya Malik menalak kamu Nita."

Kedua manusia itu tidak menyadari kehadiran seorang anak kecil yang baru berumur sepuluh tahun bersembunyi di balik pintu. Meski masih kecil, dia tau apa yang diucapkan kedua orang tuanya tadi.

"Baguslah kamu ceraiin saya." Nita tersenyum senang. Merasa bahagia karena sudah lepas dari Malik, mantan suaminya.

"Anak-anak akan saya bawa!" ucap Nita.

"Tidak! Enak saja kamu, mereka itu anak saya. Jadi, mereka harus ikut dengan saya," bantah Malik tidak terima.

Nita berdecih. "Kamu udah jatuh miskin, mana sanggup kasih mereka makan. Gak tau pokoknya, mereka harus ikut dengan saya!"

"Jangan egois, Nita!"

"Kamu yang egois!"

Malik menghela napas capek. "Oke, kita tanya sama mereka, akan ikut sama siapa." putus Malik, baginya ini jalan yang terbaik.

"Oke!"

Kini mereka semua berkumpul di ruang tengah. Nita sudah menjelaskan semuanya kepada anak-anaknya begitu juga ke Ulya, istri kedua Malik.

"Risa, Raihan. Kalian ikut sama Ibu, ya?" Nita tersenyum hangat, mengusap rambut putrinya. Sedangkan matanya menatap Raihan, putranya.

"Raihan ikut Ayah," ucap anak remaja itu lugas.

Senyum Nita langsung luntur, menatap horor anak pertamanya. Akan tetapi, tersenyum lagi. Wanita itu menunduk untuk melihat sang putri sedari tadi hanya menunduk dalam.

"Risa ikut Ibu, kan?" tanya wanita itu berharap.

Tangan Risa kecil bertaut. Matanya berkaca-kaca, bagi semua anak pasti tidak suka di posisi seperti ini. Harus memilih diantara kedua orang tuanya. Risa tak kunjung menjawab karena baginya ini sangatlah hal yang sulit.

Melihat sang putri enggan membuka suara. Nita berkata lantang, ini sudah jadi keputusannya.

"Risa ikut sama saya. Karena Raihan udah ikut sama kamu. Itu adil bukan?"

"Saya nggak mau dibantah! Kalau kamu nggak mau hal ini sampai ke meja hijau," potong Nita saat melihat Malik hendak membantahnya.

Pria itu hanya berdecak tidak suka. Menghela napas kemudian sambil menatap putrinya nomor tiga. Anak itu sedari tadi menunduk dengan bahu yang bergetar, Malik tahu putrinya menangis.

"Baiklah. Pesan saya cuman satu, jaga Risa. Jangan sampai kamu telantarkan! Kalau itu terjadi, siap-siap saya akan mengambilnya dari kamu," ucap Malik tajam.

Hari itu untuk pertama kalinya Risa kehilangan sosok kedua laki-laki yang ia sayangi. Pertama ayahnya. Kedua Raihan, abangnya.

💨💨💨

Empat tahun setelah perceraian ....

Risa yang sudah berumur empat belas tahun. Di hari itu, Risa menjadi saksi sendiri melihat ketukan palu dari sang hakim. Tanda ibunya sudah resmi menjadi tahanan.

Karena kasus penculikan anak di bawah umur, kasus pencobaan pembunuhan. Dan terakhir Risa tidak menyangka, ternyata ibu dan papa tirinya mengonsumsi obat-obatan terlarang. Membuat masa hukuman mereka semakin di perpanjang.

Risa tidak menangis. Dia hanya kecewa dengan sang ibu. Hanya ingin membantu papa tirinya, Nita mau melakukan hal senekat itu. Menculik Imey yang merupakan adiknya yang beda ibu. Sekaligus ingin membunuh Setya yang lain dan tak bukan adalah abang sepupunya, sekaligus menculik istri Setya juga.

Gadis yang masih duduk di sekolah menengah pertama itu kini terduduk lemas di halte bis. Hanya dia seorang yang melihat dan hadir di pengadilan tadi. Keluarga lainnya? Entahlah Risa pun tidak tahu. Abangnya Raihan pun entah di mana. Sekarang satu yang Risa pertanyakan.

Dia pulang ke mana?

Setelah memutuskan hal ini matang-matang. Akhirnya Risa memilih pulang ke kontrakan ayahnya. Dari luar rumah itu terlihat sunyi. Mungkin ayah, mama serta saudara-saudaranya masih di rumah sakit. Karena terakhir kali yang Risa dengar, abangnya yang satu lagi yaitu Setya sedang koma.

Hari sudah mau menggelap, sudah berulang kali Risa mengetuk pintu, tapi tidak ada satupun orang yang mau membuka. Benar yang Risa pikirkan, keluarganya ada di rumah sakit, semua.

Risa duduk di teras sambil menelungkup wajahnya di lipatan tangan. Sunyi, Risa sudah biasa kesunyian. Hari semakin gelap. Tangan Risa tak berhenti-henti memukul nyamuk yang ada di sekitarnya. Risa mau menangis rasanya, mau hubungi ayahnya tapi tak punya ponsel.

Entah sudah berapa jam dia duduk di teras. Hingga saat suara pagar yang di buka, Risa mendongak melihat kedatangan abangnya, Raihan. Akhirnya Risa bisa terbebas dari kerumunan nyamuk kurang ajar ini.

"Bang!" panggilnya sembari berdiri.

Raihan menatapnya dalam diam. Membuat gadis berkuncir satu itu salah tingkah, beberapa tahun setelah perceraian dan ia ikut bersama ibu hubungan diantara mereka sedikit berjarak.

"A-aku nggak tahu mau pulang ke mana. Jadi, aku milih ke sini aja," cicitnya tak enak hati. Sungkan saja walaupun mereka saudara.

"Masuk!"

Hanya itu yang Raihan ucapkan. Tapi Risa sudah bersyukur dalam hati, karena malam ini dia tidak akan tidur di jalanan sama-sama nyamuk sialan itu.

TBC!

Haiiii selamat datang. Semoga kalian suka ceritanya :)

Pak Kos Ganteng (Mr. Boarding House)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang