3. KEDAI ES KRIM

138 18 0
                                    

Dikecewakan oleh orang terdekat mungkin memang menyakitkan, apalagi orang itu sudah sangat kita percaya. Tapi, bukankah kita tidak pernah bisa mengontrol semua yang terjadi dalam hidup kita? Termasuk rasa kecewa ini. Kita hanya bisa merasakan sakitnya lalu mengambil pelajarannya.

Ya, itulah yang saat ini sedang Naziya rasakan. Kecewanya terhadap Emran mungkin besar, tapi rasa kecewanya terhadap shila jauh lebih besar. Dari jaman SMA Shila teman terdekatnya. Dia bahkan sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri. Setiap ada masalah Naziya selalu cerita ke Shila. Apapun ia ceritakan, begitupun sebaliknya.

Tapi, kenapa Shila bisa berlaku sangat jahat sama dia? Kenapa Shila justru menghancurkan mimpi Naziya padahal Shila tahu betul bagaimana perasaannya dengan Emran dulu. Apa Naziya melewatkan sesuatu sampai hal ini terjadi?

"Menangis boleh, tapi jangan membuat kita lengah," kata Ghava sambil menyodorkan selembar tissu. Naziya yang terkejut dengan sedatangan Ghava langsung menghapus airmatanya sembarangan.

"Kok Mas Ghava ada di sini?" tanya Naziya bingung.

"Bukannya ini tempat umum ya? Semua orang boleh kesini kan?" tanya Ghava dengan ekspresi bingung. Saat ini memang mereka sedang ada di taman komplek dekat rumah Naziya.

"Iya sih," kata Naziya kikuk.

"Saya tadi lagi ada urusan di sekitar sini. Terus keinget taman ini. Ternyata enggak banyak yang berubah," kata Ghava menatap sekeliling. Taman ini salah satu tempat yang  memiliki banyak kenangan indah bagi Ghava.

"Tidak semua hal harus berubah seiring berjalannya waktu bukan?"

"Benar, dan taman ini membuktikan. Hmm mau beli somay? Saya yang traktir deh."

"Hmm enggak papa?"

"Ya enggak papa, Na. Kenapa kamu takut sama saya?"

"Enggak, bukan begitu. Hmm kita cuma berdua," kata Naziya ragu-ragu.

"Kamu takut akan jadi fitnah kalau kita berdua saja?" tanya Ghava. Naziya mengangguk ragu.

"Tempat ini ramai, dan bukankah kebanyakan mereka adalah warga kompleks kamu? Mereka pun bisa mendengarkan apa yang sedang kita bicarakan bukan? Hmm kalau kamu ragu, saya bisa pergi dan mungkin kita bisa ngobrol lain waktu kalau lagi sama Daffin atau saya pas lagi sama adik saya."

"Hmm... bagaimana kalau kita makan somaynya di rumah. Kebetulan Ayah sama Bunda lagi di rumah. Mereka pasti senang bertemu dengan Mas Ghava," usul Naziya. Biar bagaimanapun ia masih merasa canggung jika harus berduaan dengan Ghava. Mungkin memang mereka pernah dekat sekali dulu. Tapi itu dulu, saat dirinya masih sangat kecil.

"Hmm... bo...leh," kata Ghava terkesan sedikit ragu.

"Mas Ghava keberatan?"tanya Naziya seakan sadar akan keraguan Ghava.

"Ah... enggak. Saya cuma grogi saja ketemu orangtua kamu lagi."

"Mas Ghava aneh. Kan Mas Ghava sudah kenal lama sama ayah bunda. Kenapa harus grogi? Kayak mau melamar saja."

"Iya ya... ya sudah ayo kita beli somaynya. Penjualnya masih sama kan?"

"Masih sama, Mas. Bahkan rasanya enggak pernah berubah sedikitpun."

"Iya? Saya tuh inget banget setiap beli somay disini pasti kamu intilin. Kamu enggak minta somay saya tapi selalu minta dibelikan es krim. Mau es krim lagi?" kata Ghava sambil tertawa mengingat betapa bandelnya Naziya dulu. Kenangan itu masih terpatri indah di dalam ingatannya. Ya meskipun sekarang semua tak lagi sama, tapi sedikit bernostalgia membuat hatinya menghangat.

"Hmm boleh."

"Beneran masih suka es krim?"

"Masih dan sepertinya akan selalu suka."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Syawal HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang