4. TAWARAN TIBA-TIBA

24 3 0
                                    

"Assalamualaikum, Yaya pulang," kata Naziya sambil membuka pintu rumahnya. Kebiasaan Naziya sedari kecil ketika sampai rumah tidak pernah berubah. Ghava sempat tertawa kecil. Ghava masih sangat ingat bagaimana menggemaskannya Naziya kecil mengucapkan salam yang sama. Siapa yang menyangka kini gadis kecil itu sudah berubah menjadi sosok perempuan anggun namun penuh dengan kesedihan.

"Waalaikumsalam. Lho Ghava kok kamu balik kesini lagi? Ada barang kamu yang ketinggalan," tanya Pak Narendra, ayah dari Naziya. Ghava hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Naziya hanya bisa menatap Ghava dengan bingung.

"Bentar bentar, ini maksudnya balik kesini? Memangnya Mas Ghava habis dari sini, Yah? Yang Mas Ghava maksud tadi ada urusan disekitar sini itu ketemu ayah?"

"Iya, tadi saya ketemu ayah kamu, Na. Saya ada urusan sama beliau."

"Urusan apa? Kerjaan? Kan yang pegang perusahaan sekarang Kak Daffin," tanya Naziya masih penasaran. Dia benar-benar dibuat bingung, kenapa Ghava bisa ada dirumahnya siang-siang begini? Ada urusan apa?

"Sudah-sudah. Kamu ini kebiasaan, ada tamu bukannya disuruh masuk malah ditanyai macem-macem. Ngobrolnya dilanjut nanti saja di dalam. Kebetulan bundamu bikin brownies kesukaan kamu. Nanti kita cobain sambil ngobrol," kata Pak Narendra sambil mengajak keduanya masuk.

"Ini Mas Ghava juga tadi beliin somay di taman depan. Aku pindahin ke piring dulu ya," kata Naziya pamit ke dapur. Di dapur ia mendapati Sang Bunda sedang asyik memindahkan brownies dari loyang ke piring.

"Wahh harum banget, Bunda. Yaya jadi lapar," kata Naziya sambil mencomot satu brownies yang sudah ditaruh di piring.

"Kebiasaan," kata Bu Ratih, bundanya Naziya tanpa Naziya hiraukan. Naziya asyik menikmati brownies buatan bundanya.

"Astaghfirullah, Yaya sampai lupa, Bun. Tadi kan Yaya mau ambil piring buat tempat somay. Belum buatin minum lagi," kata Naziya panik. Bu Ratih hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putri kecilnya.

"Hati-hati, Ya. Ghava enggak akan kemana-mana."

"Apaan sih, Bunda. Yaya ke depan ya, Bun." Naziya pamit kepada ibunya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba bergetar tidak karuan setelah mendengar godaan dari bundanya.

Perlahan, Naziya mencoba menarik nafasnya. Mencari ketenangan hatinya. Ia tidak mungkin ke ruang tamu dengan keadaan hatinya yang tak karuan seperti ini.

Sayup-sayup, Naziya mendengar suara Ghava dan ayahnya sedang mengobrol seputar dunia bisnis. Mereka terdengar begitu akrab. Ternyata waktu tidak menghapuskan keakraban mereka dulu.

"Kamu kok lama sekali, Ya? Kirain ayah kamu tadi tidur." Pak Narendra mencoba menggoda putrinya.

"Tadi ketahan sama brownies buatannya Bunda, Yah. Jadi ya nyicip dikit."

"Lha terus mana browniesnya? Kok enggak kamu bawa kesini sekalian?"

"Tadi masih dipotong-potong sama Bunda, Yah. Nanti juga dibawa kesini. Kita tunggu saja. Eh iya, Mas. Ini piringnya," kata Naziya sambil menyodorkan piring dan sendok kepada Ghava.

"Lha piring buat ayah mana, Ya?"

"Nanti dibawain sama Bunda, Yah," kata Naziya sambil menampilkan deretan giginya. Mencoba menyembunyikan kebodohannya di depan Ghava. Naziya sendiri bingung kenapa hari ini ia bisa berlaku sangat bodoh hanya karena kedatangan seorang Ghava. Ada apa dengan dirinya? Ada apa dengan hatinya?

"Kamu ini... tahu begitu tadi Ayah ambil piring sendiri, Ya."

"Eh Om pakai piring saya saja," kata Ghava merasa tidak enak.

Syawal HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang