Mahluk Itu

6 2 0
                                    

Kecoak itu terbang melintasiku lalu hinggap di dinding. Aku langsung memukulnya dengan buku yang sedang aku baca sedari tadi. Buku itu mengenainya, membuat seluruh tubuhnya hancur sampai mengeluarkan lendir.

    Aku bukan orang yang berani dengan mahluk menjijikan itu. Justru sebaliknya, aku ketakutan setengah mati jika melihatnya. Mungkin insting keberanianku muncul ketika rasa takut sudah menguasai diriku. Entahlah, aku tidak tahu.


Aku hanya tinggal berdua dengan adik perempuanku yang beda setahun denganku. Orangtua kami sudah meninggal ketika aku berumur sebelas tahun, yang berarti sudah sepuluh tahun yang lalu. Aku tidak tahu pasti kenapa mereka meninggal karena, pada saat aku bangun dari tidurku, mereka sudah tidak sadarkan diri.

    Dokter bilang mereka meninggal karena penyakit biasa, namun Neli bilang karena kecoak. Semua tidak memercayainya, karena rumah kita dahulu sangat bersih dan sukar untuk ditinggali oleh Mahluk Itu. Tapi sekarang, terkadang aku menemukan satu atau dua kecoak.

    Rumah kami tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, namun memiliki beberapa tempat yang bagus untuk bersembunyi ketika aku dan Neli bermain petak umpat di beberapa ruangan itu ketika kami masih di sekolah dasar. Tapi sekarang ruangan-ruangan itu sudah ditutup rapat karena hanya menjadi gudang untuk barang-barang lama yang sudah rusak.


Pagi ini aku bangun lebih siang karena masalah kecoak semalam. Syukurlah ini minggu, jadi aku bisa sedikit bersantai karena tidak bekerja.

    Bangkai kecoak itu masih menempel di sana saat aku beranjak dari tempat tidur. Tenggorokanku sakit karena kering, jadi aku pergi ke dapur sekalian mengetuk pintu kamar Neli ketika melewatinya.

    Saat aku mengambil gelas, tenggorokanku sangat gatal sekali. Aku menuang air ke dalam gelas dan menenggaknya, rasanya melegakan.

    Aku kembali ke kamarku untuk mengambil handuk lalu ke kamar mandi, pintu kamar Neli belum dibuka saat aku melewatinya jadi aku mengetuk lagi sebelum lanjut berjalan ke kamar mandi. Ketika aku memutar keran air, seekor kecoak keluar dari lubang keran dan langsung pergi menjauh sampai tidak terlihat.

    Aku menanggalkan pakaianku dan merendamkan diriku ke bak mandi. Aku masih waspada akan sekitarku, takut kalau tiba-tiba kecoak itu datang lagi. Namun sejuknya air berhasil membuatku rileks dan menyandarkan tubuhku.


Aku merasakan sesuatu bergerak di dalam vaginaku. Aku membuka mata dan melihatnya tanpa membungkukkan badan. Sesuatu keluar dari sana beserta setetes darah yang langsung mengambang dan terurai oleh air.

    Mahluk Itu terus bergerak-gerak memaksa untuk keluar. Aku merasakan geli dan nyeri dari kaki Mahluk Itu yang menyentuh dinding vaginaku. Dua buah helai rambut keluar dan disusul sebuah kepala yang sangat kecil. Itu kecoak yang berusaha keluar dari badanku. Bagaimana Itu bisa berada di dalam situ? Kataku dalam hati. Aku tak bisa menggerakkan tubuhku karena ketakutan. Kecoak itu berhasil keluar dan langsung mati mengambang.

    Tak berapa lama, aku merasakan sentuhan-sentuhan kecil di dalam vaginaku. Kecoak itu bertelur di dalam sana dan semua telurnya sudah menetas. Vaginaku mengeluarkan banyak sekali bayi-bayi kecoak hingga berdarah. Rasanya perih sekali, dan aku masih tidak bisa menggerakkan tubuhku.

    Bayi kecoak itu makin banyak yang keluar. Mereka keluar dari vaginaku dan langsung mati mengambang ke permukaan air sampai-sampai hampir memenuhi bak mandiku. Aku mulai menjerit namun tak bisa membuka mulut dan mengeluarkan suara. Kini semua kecoak mati itu mulai memenuhi bak mandi dan menenggelamkanku ke dalamnya.


Air memasuki hidungku hingga membuatku terbangun. Semua kecoak itu hilang dan tak ada darah di air. Aku menyadari jari tanganku masih di vaginaku karena sedang masturbasi sampai tertidur tadi.

    Aku langsung beranjak dan segera mengeringkan tubuhku. Saat berkaca di wastafel wajahku terlihat sangat pucat. Aku kembali ke kamar sambil mengetuk lagi—untuk ketiga kalinya—pintu kamar Neli. Aku berteriak mengingatkan bahwa kita akan menonton film Gone Girl bersama karena kita ingin membedakan dengan versi bukunya—yang baru aku selesaikan semalam, namun dengan bodohnya kugunakan untuk memukul kecoak sialan itu.

    Selesai berpakaian aku langsung kembali ke kamar Neli, pintunya masih ditutup. Aku mengetuk lagi beberapa kali namun tidak ada jawaban. Aku memutar kenop pintunya dan langsung terbuka. Kamarnya gelap dan pengap, serta berbau aneh yang sangat menusuk. Aku ingat sakelar lampunya ada di mana, lalu aku menelusuri dinding dengan tanganku. Begitu aku merasakan sesuatu yang familiar, aku langsung menekan benda tersebut dan lampu langsung menyala memperlihatkan pemandangan yang membuatku terkejut.

    Tubuh Neli berbaring di kasur, namun perutnya dipenuhi oleh belatung dan kecoak. Perutnya berlubang saat kecoak-kecoak itu pergi ketika lampu menyala. Bola mata meli hilang dan digantikan oleh kecoak serta telur-telurnya yang memenuhi lubang.

    Aku merasakan mual di perutku ketika melihat mulutnya dipenuhi busa dan telur-telur kecoak yang baru menetas menyembul keluar, lalu aku langsung memuntahkan isi perutku yang berupa beberapa kecoak yang dilumuri lendir. Aku sadar bahwa tubuhku juga sudah ditempati oleh Mahluk Itu. Lalu, ada sesuatu yang keluar dari hidung dan lubang telingaku, sesuatu yang kecil merayap ke sekujur tubuhku. Aku mengambil vas bunga dari meja dekat tempat tidur Neli dan menghantamkannya ke telingaku. Bunyi dengung beserta rasa sakit mulai bermunculan.

    Aku bisa merasakan kaki-kaki kecil itu berjalan di dalam kulitku. Lalu aku mengayunkan vas itu ke pinggir meja hingga pecah. Aku mengambil pecahan yang paling besar dan mulai mengiris kulitku sehingga kecoak-kecoak itu keluar dari tubuhku dengan berlumuran darah. Badanku mulai lemas menahan rasa sakit dan akupun mulai jatuh ke lantai.

The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang