MATA

22 2 0
                                    



Semua benda di dalam kamar itu bergerak-gerak, aku bisa mendengarnya dari depan pintu kamar.  Sekarang sudah jam sebelas malam, aku hanya keluar untuk ke kamar mandi dan, selepas aku kembali, pintu kamarku sudah tertutup rapat dan terkunci.

    Suara-suara dari dalam kamar sangat bising, tapi anehnya tidak ada satupun keluargaku yang datang karena kebisingan dari arah kamarku. Aku tak bisa bergerak semenjak aku melihat pintu itu.

    Tiba-tiba ada sesuatu yang mendorongku perlahan dari belakang, tubuhku perlahan mendekat ke arah lubang kunci. Aku tak bisa menggerakknya seluruh anggota badanku, semuanya bergerak sendiri. Kini wajahku sudah menghadap ke arah lubang kunci itu. Aku mengintip dengan sebelah mataku, namun yang dapat kulihat hanyalah kegelapan. Aku mengedipkan mataku beberapa kali untuk memperjelas penglihatanku, dan perlahan kegelapan itu terbuka seperti sebuah kelopak mata dan memperlihatkan jelas sebuah mata berwarna merah dengan pupil mata yang hitam kecil lebih seperti mata merah yang memiliki lubang kecil di tengahnya.

    Aku terbelalak ketika melihat sebuah titik keluar dari pupil mata itu. Titik itu semakin mendekat, itu sebuah jarum. Jarum itu dengan perlahan mendekat ke arah sebelah mataku, aku tak bisa menggerakkan bola mataku ataupun menutup kelopak mataku. Jarum itu mendekat ke arah pupil mataku. Dan akhirnya jarum itu menusuk pupil mataku dengan perlahan. Bersamaan dengan itu, rasa sakit membakar bola mataku dan darah perlahan mulai mengalir ke pipiku hingga menetes dari dagu. Aku tak bisa berbuat apa-apa dan jarum itu semakin menusuk ke dalam bola mataku. Seketika segalanya menjadi gelap gulita.

    Aku terbangun dari ranjang tetapi masih berbaring di atasnya. Itu hanya mimpi, pikirku. Namun aku tidak terbaring di ranjang kamarku, melainkan di sebuah kamar rumah sakit. Aku hanya bisa melihat dengan mata kiriku. Ada ibuku di sebelah ranjangku, berbicara dengan seorang dokter. Mereka berdua sedang berbincang.

    “... Syukurlah lukanya tidak terlalu dalam. Namun sepertinya mata kanan Dinda tidak akan bisa melihat lagi.” Dokter itu melihat ke arahku, dan sadar bahwa aku sudah bangun. Dia berbisik pada ibuku lalu tersenyum ke arahku dan pergi meninggalkan aku dan Ibu.

    Ibu mendekatiku dan mengucap syukur sambil menangis. Lalu dia berkata bahwa dia melihatku di depan wastafel kamar mandi sedang mendekatkan wajahku ke cermin dan dia melihat darah menetes dari tangan kananku serta daguku. Lalu dia segera menghampiriku. Namun begitu ibu mendekat, aku langsung terjatuh tak sadarkan diri dengan jarum di tangan kananku. Aku yang mendengarnya terkejut, lalu aku menceritakan kejadian itu pada ibuku, dan dia pun tak percaya akan hal itu.

    Beberapa bulan kemudian mata kananku harus dioperasi karena terus mengeluarkan cairan berbau busuk. Hingga saat aku bercerita kepadamu sekarang, tidak ada yang tahu persis kejadiannya seperti apa.

The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang