10. Maaf

13 0 0
                                    

"Terimakasih banyak Mir," ucap Kak Jef menerima print-out dari Mira. Mereka berdua duduk bersama di ruangan Klub Sastra. Tangan Mira mendingin, ia merasa canggung, bola matanya bergerak memperhatikan anggota lain yang berada seruangan.

"Kak Jef ini bener gini kan?" Tanya Syania, bendahara Klub Sastra. Kak Jef mengaguk sembari membaca kertas dari Syania kemudian berdiskusi mengenai anggaran untuk menyambut Bulan Bahasa. Mira yang duduk di samping Kak Jef memainkan jari-jarinya seraya menunggu momen yang pas.

"Oke, aku susul Ardan dulu deh Kak, dia yang paling tau. Biar diurus sama dia sisanya." Syania izin menyusul Ardan yang merupakan bendahara 1 berada di fotokopian.

"Sekalian punya Mira juga di fotocopi ya!" Teriak Kak Jef dijawab kata 'ya' oleh Syania.

"Jadi apa yang ingin kamu omongin Mir?"

Mira tersentak. Pipinya memerah, tak berani menatap mata Kak Jef, "Itu... Kak Jef be-belum punya pacar kan?" Kak Jef mengerutkan alisnya.

"Kenapa?"

"Saya mau jujur ke Kak Jef kalau saya suka Kak Jef," lirih Mira. Malu-malu mengangkat kepalanya, Kak Jef menynggingkan senyum.

"Hehehe..." Mira heran kenapa Kak Jef justru terkekeh sambil menutup mulutnya.

"Padahal saya juga mau bilang hal yang sama ke kamu," Otak Mira loading berusaha mencerna kata-kata Kak Jef. Kak Jef berdehem.

"Iya... Aku suka Mira juga." Mira langsung berdiri dari tempat duduknya. Menutup mulutnya tidak percaya.

"Serius Kak?"

"Sejak kapan Kak?" Mira bertanya secara beruntun.

"Umm sejak kapan ya?" Mira duduk kembali penasaran dengan jawaban Kak Jef.

"Sejak kamu maba sih hehehe,"

"Ih kok sama sih Kak. Malu kan."

Mereka pun menghabiskan waktu bersama mengulas memori yang terlewatkan. Mira merasa tenang sekaligus bersyukur perasaanya terbalaskan, dia harus berterimakasih kepada teman-temannya yang mendukungnya. Sudah diputuskan Mira-Kak Jef berpacaran. Mereka berencana untuk menyembunyikan statusnya saat ini hingga Bulan Bahasa usai. Tidak ingin menghalangi keprofesionalan, daripada membuat heboh anggota Klub Sastra maupun mahasiswi yang potek karena mengetahui gebetan mereka (Kak Jef) taken.

-

Serhan berdiam diri meratapi nestapa. Ia belum ada niatan bercerita dengan gengnya. Malang nasibnya, sudah memendam rasa lama namun tak terbalaskan. Memang tak hanya ia seorang yang ada di posisi ini, masih banyak yang bernasib sama. Beruntung ia memiliki Sindi sebagai jembatan maupun informan untuknya. Sampai Sindi minta maaf padanya, ia juga tak mengetahui Mira jatuh cinta pada Kak Jef. Padahal niat Sindi baik, yaitu menyatukan kedua temannya itu, sayang Tuhan berkehendak lain. Serhan masih menunggu berita terbaru mengenai Mira-Kak Jef.

Serhan menyeruput kopinya sejenak sembari mendengarkan lagu. Kali ini senja ditutupi mendung. Walaupun cafe sedang ramai, tetapi rasanya sungguh sepi. Ia duduk sendiri, memandang dari balik jendela sepasang kekasih yang sedang berteduh. Sang lelaki menyampirkan jaket ke pundak kekasihnya. Miris sekali Serhan, sudah diselimuti kesedihan masih saja disuguhkan pemandangan menyesakkan. Seolah dunia mengoloknya. Netra coklat menangkap cindo berhijab menghampirinya. Kerudungnya setengah basah sehabis menerjang hujan.

"Ya Allah, maaf Han. Deres banget hujannya dari sini." Serhan mengaguk maklum. Sindi merapikan kerudungnya sesaat lalu duduk berhadapan dengan Serhan.

"Mau gue pesenin apa?" Tawarnya

"Teh anget sama nasgor." Ujar Sindi menyodorkan uang 50 ribu pada Serhan yang ditolaknya.

Dear My Friend (On-Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang