Part 3

105K 13.2K 1K
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment 😊

Happy reading 📖

Happy reading 📖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anum!!"

Anum tersenyum. Dia tahu itu suara siapa. Siapa lagi kalau bukan suara bundanya.

Baru saja dia akan menjawab, tubuhnya sudah dipeluk sangat erat. Dengan senang hati dia pun membalas pelukannya.

"Ya Allah Anum, Bunda khawatir banget. Kamu gak papa, kan? Kenapa baru pulang?" tanya bunda khawatir.

"Anum gak papa, Bunda." Anum melepas pelukan bundanya.

"Anum tadi beli ini dulu buat Bunda."

Anum memberikan kantok plastik yang dia bawa pada sang bunda. Mata bunda pun langsung berbinar saat melihat isi dari kantong plastik itu.

"Wah! Makasih, Sayang." Bunda langsung mencium pipi putrinya dengan sayang. "Oh iya, tadi kok Bunda denger suara kayak benda jatuh? Panggilannya juga tiba-tiba mati," lanjutnya.

"Tadi HP Anum jatuh, terus pecah layarnya," jawab Anum sendu. "Nih, Bun. Lihat!" Anum menunjukkan ponselnya yang sudah retak.

Namun bundanya hanya melihat sekilas. "Alhamdulillah, pikiran Bunda udah kemana-mana tadi," balasnya santai. Tidak ada rasa prihatin sama sekali. Wanita paruh baya itu justru masuk ke dalam ruang keluarga.

"Kok alhamdulillah sih, Bunda! Ini HP Anum rusak, loh! Gak bisa dipakai!" ucap Anum agak berteriak kerena bunda sudah mulai menjauh dari pandangannya.

"Yang penting bukan kamu yang rusak!"

Anum hanya bisa mendengus mendengar jawaban bunda. Setelah itu bunda pun menghilang dari pandangannya. Kini hanya ada Anum dengan kedua abang kembarnya. Mereka berdua masih diam sambil memperhatikan Anum dengan tatapan tidak suka.

"Apa lihat-lihat?" tanya Anum menantang. "Mau martabak juga ya? Sana beli sendiri!" lanjutnya bergurau, walaupun sebenarnya gadis itu tengah takut karena tatapan menakutkan kedua abangnya.

Dalfi berdecih. "Sombong banget lo. Dapet uang berapa hari ini? Gaya banget sampai bawa makanan pakai uang haram."

Anum hanya memutar bola matanya malas. Dia tak akan menjawab pertanyaan Dalfi. Percuma. Kedua abangnya tak akan percaya padanya.

"Gak punya mulut lo?"

"Punya," jawab Anum singkat.

"Tahu gunanya mulut buat apa?"

"Makan."

"Jawab aja terus! Semakin berani ya sekarang?"

Anum pun langsung menunduk takut. Sudah dia katakan, sebenarnya dia hanyalah perempuan biasa. Dia hanyalah perempuan lemah.

Dalfi menatap tak suka pada pakaian adiknya itu. "Orang lagi asik ngel*nte kok dikhawatirin. Buang-buang waktu gue aja," ucapnya. Setelah itu dia pergi meninggalkan Anum dan saudara kembarnya.

Kini giliran Dalfa. Dia berjalan mendekati Anum dengan tatapan mengintimidasi. Gadis itu pun tetap tenang di tempatnya. Tapi kedua tangannya mengepal takut.

"Apa lagi?" tanya Anum berani.

Tatapan Dalfa turun ke bawah, kemudian ke atas lagi. "Kayaknya pakaian yang lo pakai masih bisa dikurangi deh. Mau gue bantuin motong gak? Biar tambah keren."

Dalfa menatap Anum remeh. Tangannya memegang gunting yang entah sejak kapan diambilnya, Anum tidak tahu.

"Kok diem? Sini gue bantu motongin."

Dalfa semakin mendekat. Tangannya terulur, siap meraih ujung rok sang adik. Anum pun dengan cepat memundurkan kakinya.

"Apaan sih, Bang! Kalau dipotong nanti tambah pendek!" cegah Anum. Dia terus menghindari Dalfa yang sedang berusaha meraih roknya.

"Bukannya itu yang lo pengin? Biar tambah seksi jadi banyak yang mau. Sini gue bantu!"

"Bang! Anum itu abis main sama Hana! Bukan seperti yang Abang pikirkan!"

Dalfa tidak peduli, dia tetap maju. Bahkan kini rok Anum sudah berhasil diraih olehnya. Laki-laki itu pun tersenyum miring. Dia siap mengarahkan gunting di tangannya ke rok sang adik.

Sudah tidak ada cara lain, Anum harus melawannya.

Dugh!

Anum berhasil menendang tulang kering Dalfa. Pegangan di roknya pun terlepas. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Anum langsung berlari menuju kamarnya.

"Maaf, Bang!" ucapnya sambil berlari.

"Akh! Sialan!" kesal Dalfa sembari mengusap-usap kakinya yang sedikit nyeri akibat tendangan Anum.

Anum tak mempedulikan umpatan Dalfa. Dia segera membuka pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Di dalam kamar, Anum langsung membersihkan diri. Dua belas jam beraktivitas di luar rumah membuat dirinya gerah, jadi dia harus segera mandi. Setelah itu dia langsung menjalankan sholat isya, supaya nanti saat dia mengantuk, dia bisa langsung tidur.

Walaupun pakaian Anum seperti kurang bahan, Anum tidak pernah meninggalkan kewajiban sholat lima waktunya, kecuali saat sedang ada tamu bulanan.

Anum mendudukkan dirnya di meja belajar. Dia mengambil sebuah buku kecil berjudul Anum's Diary. Di buku itu, dia menuliskan segala peristiwa yang telah dilaluinya pada hari ini. Mulai dari keributan yang dia buat di kantin hingga Dalfa yang hendak memotong roknya.

Setelah selesai, dia melanjutkan aktivitasnya dengan mengerjakan tugas-tugas sekolah. Biasanya setelah itu dia akan bermain ponsel, men-scroll akun sosial media sampai nge-game sampai puas. Tapi karena ponselnya rusak, jadi lebih baik dia tidur saja.

Anum menatap langit-langit kamarnya dengan sendu. Ternyata terang yang dialaminya hanya sebentar. Dia harus kembali pada kenyataan hidupnya yang gelap.

Sudah cukup. Lebih baik sekarang dia tidur. Dan sebelum tidur, dia tidak lupa berdoa. Semoga besok dia masih diberi kesempatan untuk membuka mata dan menikmati dunia-Nya lagi.

"Semoga hari esok kembali terang. Aamiin," ucapnya terakhir kali sebelum akhirnya dia memejamkan mata.

Bersambung
--------------------------------------------------

Jangan lupa vote, comment, dan share jika menurut kalian cerita ini menarik.

Thank you
See you on next chapter 💚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Metamorphosis Of AnumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang