Part 2

120K 14.4K 575
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment 😊

Happy reading 📖

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, namun Anum dan Hana masih berada di kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, namun Anum dan Hana masih berada di kelasnya. Mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Hana dengan senyumnya yang tidak pernah luntur. Sedangkan Anum tampak tidak berminat dengan ponselnya. Dia justru terus menghela napas sedari tadi.

Hana pun menoleh. "Kenapa, Num?" tanyanya, kemudian memalingkan wajah, fokus dengan ponselnya lagi.

"Sopir gue gak bisa jemput, lagi nganter ayah ke luar kota," jawab Anum lesu.

"Ya udah, bareng abang lo aja. Ngapain pusing? Mereka juga belum balik," balas Hana santai. Entah chatting-an dengan siapa hingga dia tidak mau mengalihkan matanya dari layar ponsel.

Anum mendengus. "Lo tahu sendiri mereka gimana, Na. Mana mau mereka."

Hana pun mengangkat kepalanya. "Coba aja dulu."

"Gak mau ah! Tadi aja gue bikin keributan, pasti mereka masih marah sama gue. Mereka pasti gak bakal mau."

Hana hanya diam, bingung juga mau menjawab apa. Ucapan Anum ada benarnya. Di saat tidak ada masalah saja mereka tidak mau semobil dengan Anum. Apalagi sekarang di saat mereka tengah marah padanya.

"Na," panggil Anum pelan.

"Iya?" jawab Hana.

"Kadang lo ngerasa gak sih kalau gue sebenarnya bukan adek kandung mereka? Atau lebih tepatnya, mungkin gue anak angkat?" Anum menopang kepalanya dengan tangan kanan, matanya menatap mata milik Hana.

"Hmm, gimana ya?"

Hana memalingkan wajahnya ke depan. Bingung mau menjawab apa, takut membuat Anum sedih. Tapi Hana juga merasa seperti itu, apalagi melihat jarak umur mereka yang sangat dekat, kurang dari setahun.

"Lo diem berarti dugaan gue kemungkinan bener, Na. Mereka gak mungkin sebenci itu sama gue kalau gue adek kandungnya," ucap Anum lemah. Dia kemudian menghapus air mata yang ada di pipinya. Entah sejak kapan air mata itu turun, Anum tidak menyadarinya.

"Gue harus gimana, Na? Apa gue harus nyerah dan sadar diri?" lanjutnya pasrah. Jangan lupakan suara paraunya.

Hana menatap Anum dengan iba, dia pun meletakkan ponselnya kemudian merangkul bahu sahabatnya dengan tangan kanan. "Udah gak usah dipikirin. Lebih baik sekarang kita jalan-jalan. Ayo! Gue traktir deh!"

Mata Anum pun langsung berbinar. "Beneran, Na?!"

Hana mengangguk cepat.

"Tapi nanti ke rumah gue dulu buat ganti baju, setelah itu baru ke rumah lo dan langsung jalan."

Metamorphosis Of AnumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang