BAB 2

223 26 10
                                    

Selamat membaca :D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca :D

.

Setelah beberapa minggu kuliah di New City University, hidupku menjadi semakin menarik. Aku menjalani rutinitas kampus yang biasa, dengan mata kuliah, tugas, dan pertemuan dengan teman-temanku. Namun, satu pertemuan khususlah yang membuat hidupku berubah secara tak terduga.

Itu adalah hari Selasa yang cerah, saat langit biru terhampar di atas kampus. Aku sudah selesai dengan kelas pagiku dan memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku yang kubaca. Perpustakaan selalu menjadi tempat yang tenang, tempatku bisa merenung dan bekerja tanpa gangguan.

Saat aku tiba di perpustakaan, aku melihat seorang mahasiswa baru yang tampak bingung. Dia duduk di meja depan perpustakaan, memegang buku matematika tebal dengan wajah yang penuh dengan ketidakpastian. Kulitnya sawo matang, dan dia memiliki rambut panjang yang disisir rapi.

Aku mendekatinya, tersenyum ramah, dan bertanya, "Hai, butuh bantuan dengan matematika?"

Dia menoleh dan memandangku dengan mata cokelatnya yang cerah. Kemudian, dia tersenyum lega dan menjawab, "Ya, sebenarnya aku benar-benar butuh bantuan. Aku adalah mahasiswa baru di sini, namaku Adel."

Aku mengulurkan tangan dan berkata, "Aku Michael, senang bertemu denganmu, Adel. Apa yang bisa aku bantu?"

Adel menjelaskan bahwa dia memiliki masalah dengan konsep dasar dalam matematika. Kami duduk bersama dan dia menunjukkan soal-soal yang mengganggunya. Aku menjelaskan dengan sabar, mencoba memecahkan setiap masalah satu per satu. Kami berbicara tentang sudut-sudut, persamaan, dan segitiga. Adel adalah pendengar yang baik, dan dia dengan cepat mulai memahami materi tersebut.

Selama beberapa jam, kami terus bekerja sama di perpustakaan. Waktunya berlalu begitu cepat, dan matahari sudah hampir terbenam ketika kami akhirnya menyelesaikan tugas-tugasnya. Adel tersenyum besar, berterima kasih karena bantuan yang telah kuberikan.

Dari saat itu, Adel dan aku menjadi teman yang tak terpisahkan. Kami sering menghabiskan waktu bersama, mengerjakan tugas-tugas bersama, dan bahkan sekadar berbicara tentang hal-hal yang tidak terlalu penting. Adel adalah teman pertama yang benar-benar memperlakukanku seperti manusia biasa. Dia tidak takut atau gugup dengan kejeniusanku. Itu membuatku merasa nyaman.

Kami juga memiliki banyak kesamaan selain matematika. Kami sama-sama suka berjalan-jalan di taman kampus, mengobrol tentang musik, dan kadang-kadang, kami hanya duduk di bawah pohon, menikmati ketenangan bersama.

Salah satu hal yang paling kuingat adalah saat Adel mengajakku ke kafe favoritnya di pinggir kampus. Kami duduk di meja kayu yang kecil, memesan secangkir kopi, dan berbicara tentang impian-impian kami. Adel bercerita tentang bagaimana dia ingin menjadi seorang ilmuwan dan melakukan penelitian yang dapat mengubah dunia. Dia berbicara dengan semangat, dan aku merasa terinspirasi oleh hasratnya.

Pada saat yang sama, aku merasa bahwa persahabatan kami juga memberiku banyak hal. Aku tidak lagi merasa terisolasi oleh kemampuanku dalam matematika. Aku memiliki seseorang yang mengerti dan menerima diriku apa adanya. Adel adalah teman yang selalu ada untukku.

Namun, tidak semua orang senang dengan keberhasilanku. Salah satunya adalah Rosmay, teman lama dari masa SMA. Dia selalu bersaing denganku dalam hal akademik, dan sejak dulu dia tidak pernah bisa menerima ketika aku lebih unggul darinya. Kehadiranku di kampus ini menjadi pukulan keras baginya. Dia merasa cemburu dan bahkan mencoba mencari-cari kesalahan dalam pekerjaanku.

Konflik dengan Rosmay menjadi salah satu tantangan terbesar yang harus aku hadapi. Aku mencoba untuk menjaga ketenangan dan tetap fokus pada apa yang ingin kulakukan. Tapi, terkadang, kata-kata tajamnya benar-benar menusuk hatiku. Adel selalu ada di sampingku, memberiku dukungan dan meyakinkanku bahwa aku lebih dari sekadar gelar yang bisa membuat Rosmay iri.

Itulah bagaimana pertemuan dengan Adel mengubah hidupku. Dia bukan hanya teman, dia adalah sahabat sejati yang membuatku merasa lebih manusiawi. Kami melewati banyak petualangan bersama, dan ini hanya permulaan dari kisah kami. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi aku siap menghadapinya bersama teman-temanku, terutama Adel, yang telah membuat hidupku lebih berarti.

***

Gimana?

Vote And Comment!


GENIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang