Amnesti

2K 232 40
                                    

Warning! 8K words.

Amnesti

||

Pengampunan atau penghapusan hukuman.

Kedua matanya mengerjap jengah, dia tidak tahu sudah berapa lama ia ketiduran, namun ia yakin kalau itu hanya beberapa menit saja, karena seluruh tubuhnya masih terasa ngilu layaknya orang yang kurang istirahat.

Kantuknya belum kandas, tapi mau tak mau ia harus meembuka matanya sekarang karena,

"Meeting!" Gesit Nana membuka katupan matanya yang masih lengket secara paksa.

Namun belum selesai pikiran mengenai meeting, ia kembali dikejutkan dengan penampakan sesosok wajah bak malaikat yang tengah tidur di sebelahnya. Bahkan hidung bangirnya nyaris menyentuh hidung Nana.

1 detik.
Nana masik mencerna keadaan.

2 detik.
Ia termangu melihat raut polos dan merasakan napas pria itu mengembus wajahnya.

Dan di detik selanjutnya, tubuhnya langsung terlonjak menyadari kalau sebenarnya ini tak benar.

"YAK! Lee Jeno! Wake up! Wake up bastard!" 

Mendengar teriakan kata bastard menggoda telinganya, Jeno pun mengerjap, tapi belum bergerak. Intens ia menatap wajah Nana yang kini merah padam, entah karena marah atau malu, tapi wajah wanita itu sekarang kelihatan menggemaskan.

Lekas Nana beringsut dan menuding wajah Jeno.
"Kau...Yak! Kenapa kau--kenapa aku bisa tidur di sini? Aish! KENAPA AKU BISA TIDUR DI SINI BODOH?"

Histeris Nana, membuat Jeni spontan menutup telinganya.

"Ini kan kasurmu."
Enteng Jeno menjawab.

Nana tercenung, ia pikir benar juga.
"I-iya tapi semalam aku..." Nana mengingat lagi kejadian semalam, dan setelah ia ingat kalau ternyata dirinya memang ketiduran di samping ranjang. "Ke-kenapa aku bisa di atas kasur bersamamu? maksudku begitu."

"Kenapa harus tanya lagi? Tentu saja karena aku tidak tega membiarkan istriku tidur dengan cara yang salah. Kau pikir aku ini suami macam apa?"

Apa? Istriku katanya? Apa dia bercanda? Dasar sinting.

"Tapi tidak dengan mengajakku tidur satu ranjang denganmu tidak akan jadi masalah kan?"

"Tentu saja masalah. Terutama untukmu. Walau bagaimana pun kau juga tuan rumah, masa kubiarkan punggungmu sakit hanya demi seorang tamu yang tak diundang sepertiku? Apa kau sepeduli itu padaku sampai menjagaku semalaman? Aigo...senang sekali rasanya dipedulikan oleh istriku sendiri." Tanpa ada rasa dosa sedikitpun Jeno malah tersenyum hingga mata sipitnya menghilang.

Ini jebakan untuk Nana, ya Nana yakin sekali.
Meski ia berkelit sampai kemana pun, tetap saja perbuatannya semalam membawa Jeno untuk istirahat di kasurnya adalah salah---tidak, bahkan sejak awal keputusannya mengizinkan Jeno tinggal dalam apartemennya memang sudah salah. Seharusnya ia ingat bagaimana sifat licik Lee Jeno sejak dulu, yaitu mengelabuinya.

"Dasar idiot! Kau pikir aku sepeduli itu padamu, huh? Aku hanya takut kau mati...saja." kata-kata di akhir kalimat Nana terdengar pelan, karena lagi-lagi ia terjebak dalam ucapannya sendiri.

"Omo, kau takut aku mati? Jinja?" Kedua mata Jeno melotot takjub.

"Bukan, maksudnya bukan begitu, aku hanya takut kalau kau mati di apartemenku dan menyusahkanku nantinya, ARASEO?!" Teriak Nana sambil mengacak rambutnya, membuat Jeno mati-matian menahan tawanya.

Love Again [Gender Switch]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang