01.

247 58 60
                                    

Hari pertama masuk sekolah baru memanglah melelahkan. Hal itu juga dirasakan oleh Lia. Sudah dua puluh menit lebih ia belum menemukan dimana letak kelasnya.

Lia berlari kesana-kemari untuk mencari keberadaan kelasnya, kadang ia juga bertanya kepada sembarang anak yang terlihat santai. Tapi, bukannya mendapat jawaban, Lia malahan mendapat acuhan dari orang-orang itu.

"Aghh, sialan. Mengapa sekolah ini terlalu membingungkan." Keluh Lia sambil mengacak rambut panjangnya. Ia terlihat pasrah dengan keadaan. Jika Lia terus-terusan begini, ia akan kehabisan tenanganya. Namun, jika Lia menyerah, ia akan ketinggalan beberapa momen baru di kelasnya.

"Gak-gak, gua gak boleh nyerah."

"Ayolahh, tapi gua capek banget..."

"Udah dua puluh menit lebih gua lari-larian kaya orang gila disini."

"Mama... tolong anakmu ini."

Lia menghentakkan kakinya berkali-kali. Ia tidak peduli dengan orang lain yang memendangnya dengan tatapan bingungnya. Memang, keadaan saat ini sangatlah ramai. Terlebih lagi posisi Lia sedang berada di tengah lapangan.

"Lu sakit?" Tanya seorang dari samping Lia. Tak lupa, orang itu meletakkan punggung telapak tangannya di kening Lia.

"Pantas, suhu tubuh lu panas." Lanjut orang itu sambil melepaskan tangannya dari kening Lia secara perlahan. Beberapa saat kemudian, terdengar suara beberapa anak laki-laki yang sedang tertawa.

"Sembarangan!!" Tegas Lia kepada seorang yang memegang keningnya barusan.

Dengan eskpresi kesalnya, Lia berbalik menghadap kelima pemuda yang masih setia mentertawai dirinya. Tak mau ambil pusing, Lia langsung menginjak salah satu telapak kaki orang itu.

"Aduhh, sakit bego!!" Ringis pemuda yang memiliki hidung bak perosotan. "Bego dipelihara," sambungnya yang mendapat tawaan lagi dari temannya.

Lia membuang nafasnya kasar, ia harus bersabar mengadapi orang-orang yang berada di depannya. Bagaimanapun juga, Lia masih menjadi anak baru di sekolah ini.

"Puas?? Udah puas ketawanya?? Hahaha, lucu banget yaa," tawa garing Lia yang menirukan tawa dari kelima pria tersebut. "Daripada kalian ketawa kaya ini, mending bantu gua deh. Bantuin gua nyari kelas X MIPA II," ucapnya lagi.

Hening.

"J-jadi lu yang namanya Nisshale Graccylia atau siapa itulah, iya kan? Kalau gak salah, lu anak pindahan dari Bogor kan?" Tanya pemuda yang memiliki wajah seperti anime.

Lia kaget mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut orang itu. Apakah dia anak indigo, pikirnya. Bagaimana bisa dia tau namanya dan asal usulnya, padahal Lia belum ada kenalan di sekolah ini kecuali Ryujin, sahabatnya.

"Lu kok kenal gua sih?? Suka nge-stalk akun sosmed gua lu??" Tanya Lia dengan percaya dirinya. "Gua tau, gua cantik." Sambungnya.

Bukannya menjawab, kelima pemuda itu saling lempar pandang satu sama lain. Tak selang beberapa lama kemudian, terdengar lagi tawa tak berdosa itu.

"Gua tau karena gua ketos disini. Kenalin, nama gua Lee Taeyong,"

"Gua gak nanya nama lu, gua cuma nanya letak kelas gua."




─━━━━━━⊱✿⊰━━━━━━─




"Jadi, lu ketemu sama Taeyong CS? Sumpah, demi apa ya,... lu, lu bahkan bisa aghhhh...." heboh Yuna, teman baru Lia. Yuna memang begitu. Secara diam, Yuna memiliki ketertarikan lebih kepada sang ketos.

"Lebay tau gak, modelan orang kaya Taeyong mah banyak." Ucap Ryujin santai. "Kantin yuk, gua laper, kali ini gua yang bayar."

Lia langsung ngangguk cepet banget. Bukannya salah, tapi rezeki tidak boleh ditolak kan, apalagi kalau ada gratisan.

THE BERANDAL [VAKUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang