SEPCIAL DAY 0.3

878 134 35
                                        


Hari ini Ten ulang tahun. Ucapan selamat dan doa sudah Ten dapat. Banyak sekali. Tetapi, wajah Ten sangat lesu dan matanya bengkak. Kekasih tercinta meminta putus tepat pukul 12 dini hari. Ya. Ucapan pertama di ulang tahun Ten kali ini adalah permintaan putus dari Johnny.

"Johnny.. Mas Johnny.." Ten menangis tersedu-sedu. Air matanya sudah kering. Ia menangis hampir 5 jam. Ten tidak terima. Apa yang salah dari dirinya? Kenapa setelah 6 tahun pacaran, semudah itu mengatakan putus?

"MAS JOHNNY!" Ten kembali berteriak. Semua benda ia lempar ke arah pintu. Semua sudah hancur. Tapi lebih hancur hatinya. "Adek salah apa mas?"

Ten menarik rambutnya kuat-kuat. Ia benar-benar tidak terima. Mereka masih baik kemarin sore. Sungguh! Bahkan mereka masih sempat jalan-jalan di taman. Tapi kenapa? Apa mau Johnny?

"Ten! Buka!" Seseorang mengetuk keras pintu kamar Ten.

"DIAM!" Ten berteriak sambil melempar buku sketch-nya kepintu. "Diam.. hiks... Ten mau sendiri.." Lanjutnya lirih.

Ketukan tadi berhenti. Ten kembali menunduk. Ia kembali menitihkan air mata. Otaknya sangat tidak bisa diajak bekerja sama. Hatinya hancur, tapi kenapa sang otak memutar memori masa lalunya bersama Johnny?

Ten merasa dirinya menyedihkan. Ten berjalan ke arah cermin. Ia menatap pantulan dirinya. Ten hanya berharap ini mimpi. Ia akan bangun dan semua ini hanya semu. Hahaha. Ini kenyataan. Mana mungkin?

─────────────────────────────────

Ten terbangun. Ia ketiduran. Ia melihat keadaan sekitar dan tetap mendapati kamarnya masih berantakan, berarti ini bukan mimpi. Ten mengusap wajahnya kasar. Tidak habis pikir, efek putus dari Johnny sangat besar.

"Bodoh." Ten merutuki dirinya sendiri. Ia tersenyum miris. Hidupnya seolah hancur tanpa Johnny. Dan kenyataanya benar, hanya beberapa jam saja, sudah mengubah Ten yang ceria menjadi Ten yang murung.

Ia segera membereskan kapal pecah—kamar—miliknya dan membatalkan reservasi tempat ulang tahunnya. Ten juga meminta pihak cafe untuk memberikan makanan yang sudah ia pesanan untuk orang yang membutuhkan. Setidaknya makanan yang tidak bersalah bisa bermanfaat untuk orang lain.

Kamarnya sudah rapi. Ia segera keluar dan mencari kudapan untuk mengganjal perut. Ia berlari kearah meja makan dan mencari cookies. Ia mengambil toples kecil bertuliskan cookies. Senyumnya pudar ketika mendapati toples tersebut kosong. Sungguh hari  buruk.

Ten berjalan lesu ke arah lantai atas. Bayangan ketika ia dan Johnny saling bercanda kembali berputar di otaknya. Waktu itu ia dan Johnny mendapat hukuman dari sang Ibu karena terlalu berisik. Mereka disuruh menjemur baju bersama.  Bukannya menjemur baju, mereka malah bermain-main. Ten menghela napas dan memukul kepalanya.

"Ngapain mikirin dia. Dia aja ga mikirin aku." Ten bergumam dan menghentakkan kakinya. Ia mengambil handuknya secara kasar dan berjalan ke arah kamar mandi.

─────────────────────────────────

Ten sudah mandi. Badannya terasa lebih ringan dan segar. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia bingung harus apa. Tidak ada kegiatan. Ia memandang langit-langit kamar. Terlihat putih seperti kanvas. Bagaimana jika ada gambar kucing?

"Ide bagus." Ten tersenyum dan langsung mengambil sketchbook miliknya. Ia ingin mendesain ulang kamarnya. Buang kenangan lama.

Lima belas menit berlalu dan Ten masih sibuk dengan sketchbooknya. Ten duduk manis dan terlihat sangat fokus. Wajahnya menjadi semakin imut ketika ia terlihat bersemangat seperti ini. Entahlah, apapun yang ada di dalam diri Ten itu terlihat imut. Dulu kata Johnny sih begitu.

By By  [JohnTen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang