Mengatupkan rahang. berusaha tersenyum semanis mungkin, ketika sang ibu yang tengah menghadangnya dengan pandangan tidak biasa. "Aku dengar ... Kalau kau tidak belajar dengan governessmu hari ini, benar?" Dengan menggarukkan kepala yang tidak gatal, Yerinicka mengangguk pelan, diiringi senyuman yang sama sekali tidak menunjukkan dosanya.
"Yerinicka, kau tahu kalau governessmu menunggu di ruang baca?" Lagi, gadis itu hanya mampu mengangguk sebagai jawaban. Kali ini senyuman digantikan dengan bibir yang digigit. Menutup mata pelan, bodoh, bodoh! Yerinicka bodoh. "Lalu ... Kenapa kau tidak pergi ke sana, dan mulai belajar?" Dia mendongak, kemudian tertawa renyah. Membuat ibunya mengernyitkan dahi.
Di usianya yang sudah menginjak enam belas tahun, tentu saja pelajaran governess tidak diperlukan, bukan? Kenapa ibunya ini selalu memaksa, sih?
Dengan mata yang berbinar-binar. Yerinicka menghampiri sang ibu lalu memeluknya erat. "I-ibu ... Aku sudah dewasa, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan. Oke?" terkekeh pelan, menunjukkan tatapan meremehkan. "Tentu saja, Lady dari Manor lain pasti sudah tidak membutuhkan governess, tapi bagaimana denganmu? Ke-kurang ajaran yang selalu ditunjukkan. Tata kramamu masih sangat buruk, Yerinicka!"
Gadis itu tersenyum pelan. Memang benar, pernah sesekali di siang hari---ketika akan pergi menuju Manor milik rekan sang ibu, Yerinicka menggeraikan rambutnya. Beralasan kalau dia memang ingin memiliki rambut indah menjuntai ke bawah. Maka dengan itu, tak segan-segan sang ibu menambahkan waktu belajarnya menjadi dua jam lebih. "Tahu, ibu ... Tapi ayolah, aku hanya absen menghadiri---"
"Bagaimana caramu berbicara tadi?"
"Maafkan aku, Madam---"
"Yerinicka!" Dia terkekeh pelan, memandang sang ibu dengan tatapan menyebalkan yang membuat siapa saja yang melihat ingin mencibir. Helaan napas frustasi terdengar, ibunya memilih duduk di salah satu sofa. "Yerinicka, ini bahkan belum hari debutanmu. Tapi kau sudah melakukan hal-hal yang tak terduga seperti ini?"
Yerinicka mengedikkan kedua bahu. "Aku dengar dari Ayah, katanya Ibu adalah Anak nakal dulunya. Mungkin saja sikapku menurun darimu," ucapnya dengan lancang. Bahkan tidak peduli meski Marchioness Lawrence kini tengah melotot kearahnya. "Dan lagi, Ibu ... Meski aku tidak mengikuti pesta kedewasaan pun, aku senang Kakak pertama menikah. Aku bisa pergi ke mana saja meski---"
"Yerinicka, kalau kau masih absen dari pelajaran governessmu. Maka aku akan mengurungmu selama satu minggu. Tidak bisa berkeliaran di sekitar Manor sekali pun, biarkan saja governessmu datang setiap hari." Ancaman yang memang merugikan, gadis itu segera menoleh dan menggelengkan kepala kuat. "Ibu! Kau tidak bisa seperti itu, minggu depan aku akan menonton opera dengan Miss Nightingale, Ibu tahu, kalau aku akan menontonnya ketika bermain harpa nanti!"
Marchioness Lawrence mengedikkan kedua bahu, mengikuti kebiasaan yang selalu sang anak lakukan. "Keputusan ada ditanganmu. Jika besok kau masih absen, maaf saja Yerinicka, perkataanku akan menjadi kenyataan." Yerinicka menghentakkan kakinya kesal. Membuat sang ibu terkejut bukan main melihat rajukan itu. Bukan apa-apa, masalahnya besok adalah hari di mana barang yang Yerinicka inginkan datang, bagaimana bisa dia tidak pergi ke luar dan memilih untuk belajar etiket dengan governessnya?
"Ibu ... Mengertilah, kalau aku mengingkari janji kepada Miss Nightingale, bagaimana jika dia marah padaku? Aku mengirim surat pun tidak bisa, Ibu yang mengambil semua alat tulisku!"
"Urusanmu," balasnya asal. Marchioness Lawrence tersenyum kecil---mengejek, dan segera pergi dari ruangan pribadinya dengan langkah menjengkelkan. Yerinicka mengepalkan jemarinya kuat. Menyebalkan! Ingin sekali rasanya mengumpat, sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket ✔️
FanfictionLady Yerinicka Lawrence membenci segala situasi. Semua hal yang dia tidak suka dimulai ketika Duke Of Jenkins, menyerahkan surat lamaran untuknya. Pupus sudah harapan menjadi wanita tunggal, pernikahan atas dasar cinta memang selalu membawa malapeta...