Yerinicka meneruni anak tangga secara perlahan, tangannya melipat didada. "Ho! Selamat pagi, Matheo dan si Tanpa Nama," ucapnya seraya diiringi senyuman kecil. Matheo yang tengah bersimpuh bersama Luna Nixon di sebelahnya hanya mendengus kasar, pria itu memijit pangkal hidung. "Eh? Ada apa ini? Apakah aku membuatmu frustasi? Jahat sekali kau ini ... Oh, ya Luna—maksudku, Tanpa Nama, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?"
Luna yang menatapnya takut-takut, segera melengak lalu mengangguk ragu. Matheo mengernyitkan dahi, "apa yang akan kau katakan bersamanya?" Yerinicka menggelengkan kepala beberapa kali. "Ini privasiku, tentu juga bersamanya. Jadi kau tidak ada alasan untuk tahu, benar 'kan?" Matheo hanya diam, selepasnya kembali bersangga ke belakang sofa.
"Maaf. Your grace, ngomong-ngomong ... Kita akan bertemu di mana?" Kini atensinya teralihkan kepada Luna Nixon, Yerinicka lagi segera mengembangkan senyuman lebar. "Di mana pun, tapi sepertinya di taman belakang Manor itu lebih menyenangkan, benar? Ayolah ... Santai saja, memangnya aku akan membicarakan soal apa? Tidak ada yang serius." Luna terlihat sedikit canggung, namun gadis itu tetap mengangguk meski terkesan ragu.
Yerinicka melirik ke arah Matheo, yang sedetik sebelumnya juga memandangnya, kini segera menoleh ke arah lain. "Ah ... Apakah kalian menungguku untuk sarapan pagi? Tapi aku akan segera pergi, maaf ya ...," cicitnya dengan kekehan kecil. Tidak menegaskan untuk serius juga, Yerinicka hanya ingin bermain-main saja. Matheo yang mendengar itu seketika menoleh cepat, dahinya bertaut bingung, "apa maksudmu? Hei—Lady Lawrence, tugasmu hari ini sudah bertumpuk banyak, dan apakah kau berpikir aku akan mengizinkanmu pergi hari ini?"
Raut wajah tidak suka terpampang jelas, Yerinicka mendecih pelan. Hidupnya terus-menerus berdiri di bawah aturan, bukankah itu membosankan? Sahabatnya, Luna Nightingale, kelihatan bisa bebas tanpa tugas-tugas politik sama sekali. Kenapa dia harus hidup dalam lingkaran seperti ini, sih?
Mengembuskan napas pelan, Matheo bangkit dari sofa dan berdiri, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku masing-masing. "Hei, dengarkan aku. Jangan pernah meninggalkan tugasmu semudah itu saja, kau tahu posisimu, bukan?" Gadis itu lagi-lagi menatapnya, melipat tangan didada, kemudian semakin meninggikan dagu. "Tentu saja, aku tahu di mana posisiku, dan seharusnya kau sadar, aku sama sekali tidak menginginkan posisi ini! Aku tidak pernah ingin menjadi pendampingmu apalagi menjadi seorang Duchess, aku hanya ingin bebas tanpa kekangan!"
Kedua bahunya sedikit naik-turun, Luna yang berdiri di sana sebagai pendengar hanya diam dengan wajah terkejut khas-nya. Semakin dibuat terperangah kala Yerinicka mengacungkan jari telunjuk ke arahnya. "Kau memiliki si Tanpa Nama sebagai pendamping lainmu, kan? Kenapa kita tidak bercerai, lalu kau—"
"Apa-apaan, kau ini?!"
Sukses bungkam. Yerinicka mengatupkan rahang ketika Matheo maju selangkah ke arahnya, masih juga tak gentar, seakan wajah adiwarnanya menunjukkan keangkuhan dan adikara yang banyak. Sedetik kemudian, helaan napas kasar mencelos begitu saja, dia melirik ke arah lain. "Hei. Kau selalu mengatakan perjanjian, perjanjian, dan perjanjian—tapi seingatku, kita tidak pernah membuat perjanjian sebelumnya 'kan? Jadi selama ini ... Perjanjian apa yang berlaku di antara kita?" Kali ini, Matheo diam di tempat, seperti mematung.
"Tidak ada, kan?" Sekali lagi, Yerinicka memastikan. Setelah hembusan napas pelan terdengar, kini diikuti oleh suaranya yang kembali terdengar. "Ya, belum." Mendengarnya, Yerinicka tersenyum asimetris.
Kita lihat, bagaimana si bodoh ini masuk ke perangkapku.
"Karena kau selalu membicarakan soal perjanjian atau kesepatan—entahlah pokoknya itu, jadi ... Ayo kita buat kesepakatan yang sesungguhnya, tentu saja tanpa melibatkan siapa pihak yang merugi dan untung. Setuju?" Matheo diam, seolah tengah mengimbang-imbang permintaannya. Namun, itu juga satu alasan yang membuat Yerinicka tidak jadi pergi 'kan? Lantas, apa yang perlu dipermasalahkan lagi?
Selepasnya pria itu sedikit melirik dari ujung mata, sebelum mengangguk untuk setuju. Yerinicka yang mampu melihatnya tersenyum kegirangan, ikut mengangguk beberapa kali. "Baiklah, kau ingin kita membicarakannya di mana? Oh—bagaimana kalau di ruanganku? Ya ... Hitung-hitung menemani aku sembari mengerjakan tugas 'kan? Aku masih membutuhkan bimbinganmu." Lagi-lagi, Matheo terlihat berpikir, sebelum kembali melenggut setuju.
Ah ... Kenapa rasanya mudah sekali mengelabui pria ini?
"Baiklah, ayo, sekarang!" Sedikit menoleh ke belakangnya, Yerinicka menerbitkan senyuman kecil—namun akan berbeda kala dilihat lebih dekat, menatap ke arah Luna yang mendengarkan. "Hei, si Tanpa Nama! Aku meminjam Matheo-mu dulu, ya!" Selepas mengatakannya, gadis itu sedikit berlari kecil, menautkan tangan dengan tangan pria di sampingnya. Jelas saja, ada wajah keterkejutan di sana. "Ayo!"
***
Sarapan pagi tanpa menuju meja makan, namun Yunea mengirimkan kereta yang berisikan beberapa piring dengan hidangan di atasnya ke ruangan Yerinicka. Ini sebenarnya termasuk dalam daftar rencana, maka dijadikan kesempatan juga untuk Yunea menguntit Luna Nixon. Yerinicka tersenyum, ketika wanita itu meletakkan piring di atas meja untuknya, Yunea meletakkan selembar kertas kecil di bawah sana. "Terima kasih, Yunea."
Dia mengangguk ragu, "Anda tidak perlu melakukan itu, Nyonya. Ini hanya hal yang biasa." Mendengarnya, Yerinicka tertawa pelan. Mungkin Matheo di seberang sana akan mengira bahwa itu hanya perbincangan kecil, tetapi masalah mengintai dan mengikuti adalah hal yang menyulitkan bagi Yerinicka seorang, memberikan sebuah penghargaan meski dalam bentuk kata "terima kasih" tidak ada salahnya, kan?
Yunea pamit undur diri, langsung menghilang dari balik pintu utama. "Di sisi lain, tidak belajar tata krama dengan benar, namun itu juga menumbuhkan hal yang bagus untukmu." Yerinicka mendelik, "lalu dengan begitu, kau sudah mencintaiku?"
Sesaat setelah mengindahkan, Matheo sukses tersedak sarapannya sendiri. Kontras sekali dengan Yerinicka yang hanya mengulum senyum licik. "Apa maksudmu?"
Dia menggeleng, "tidak ada. Tadi itu hanya bercanda, namun itu salahmu yang selalu serius dalam hal apa pun."
"Aku memang mencintaimu."
Yerinicka mendongak, matanya sukses melebar. "Pardon?"
Matheo kali ini ikut menggeleng, "hanya bercanda." Mengembuskan napas kasar, Yerinicka terrsenyum remeh dibuatnya. Bagaimana pula Matheo bisa mengatakan dengan entengnya "bercanda" dihiasi wajah kaku dan tanpa ekspresi begitu?
Suasana lengang berlangsung sampai dua menit lamanya, Yerinicka melirik Matheo yang sibuk melahap hidangan, dengan begitu dia langsung mengambil diam-diam kertas yang Yunea simpan di bawah piringnya.
Nyonya, setelah kalian pergi ke ruangan Anda, Luna Nixon langsung beranjak pergi, dia pergi ke arah taman belakang Manor.
Yerinicka menyunggingkan senyum sebelah sudut. Bodoh sekali, sepertinya ini sangat mudah untuk ditebak. Jebakan apa yang diletakkan oleh si Tanpa Nama?
"Kenapa tidak di makan? Apakah itu bukan seleramu?" Segera melipat kertas tersebut dengan sekejap, Yerinicka menggeleng canggung. "Bukan—maksudku, ini seleraku tadi aku hanya memikirkan sedikit tugas-tugas saja." Matheo menarik sebelah alis, "aku hanya bertanya apakah itu seleramu, yang artinya kau hanya perlu menjawab ya atau tidak. Selebihnya, aku tidak bertanya soal itu."
Yerinicka mencebik kesal. Masalahnya memang serius, namun mendengar Matheo berbicara itu benar-benar menyebalkan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket ✔️
FanfictionLady Yerinicka Lawrence membenci segala situasi. Semua hal yang dia tidak suka dimulai ketika Duke Of Jenkins, menyerahkan surat lamaran untuknya. Pupus sudah harapan menjadi wanita tunggal, pernikahan atas dasar cinta memang selalu membawa malapeta...