Malam itu terlewatkan begitu saja. Satu bulan telah lewat dengan begitu mulus, Carson yang kini sudah terdaftar sebagai bagian dari anak bungsu dari keluarga Lawrence. Hubungan Yerinicka dan keduanya laksana saudari sesungguhnya, tidak ada lagi kecanggungan dan salah paham yang terjadi. Cindy Eugenia datang ke dalam Manor, mempererat hubungan pertemanan keduanya, menghilangkan semua perasaan tidak berkenan melenyap dari sana.
Hubungannya dengan Matheo juga lebih baik. Yerinicka tahu, cintanya yang timbul selama ini tidak sia-sia. Juga rencana yang selama ini dia rancang dari a sampai z juga tidak akan pernah sia-sia. Seharusnya Yerinicka mendengarkan, merasakan, dan memerhatikan. Matheo tidak berniat ingin membuatnya salah sangka.
Namun, yang lalu biarlah menjadi kenangan lama yang pantas diabadikan. Kejadian malam itu, mampu membuat keduanya menjadi dua insan yang benar-benar saling melengkapi. Kehadiran Yerinicka yang membuat Matheo sukses melihat semuanya dengan sempurna, melalui cinta dan ketulusan yang disalurkan. "Gaunmu berwarna biru pekat, dan payung itu berwarna hijau muda. Perpaduan yang sempurna. Aku selalu mencintai warna bola matamu, indah seperti berlian."
Yerinicka terkekeh di tempatnya, menerima rengkuhan lengan yang pria itu ulurkan. Keduanya jalan bersama di halaman Manor. Hari ini adalah hari pernikahan Luna Nightingale dengan Justin Grellian, teman baiknya itu akan menjadi seorang Marchioness beberapa jam lagi. "Kemampuanmu melihat warna semakin meningkat, ya?" Gadis itu bertanya dengan gurauan, yang dijawab segera, "tentu saja. Ketika kau semakin dekat denganku, aku mampu merasakannya. Semakin mencintaiku, ya?"
Yerinicka mengernyit, "tidak, tuh!"
"Aku juga mencintaimu." Dengusan kesal terdengar, Yerinicka merengutkan wajah tidak suka mendengarnya. Niat ingin membuat pria ini kesal, namun dia sendiri yang merasa kesal dan jantung yang berdegup dua kali lebih cepat. Menaiki badan kereta kuda dengan wajah yang masih ditekuk. "Kau baik-baik saja? Apakah dia mengganggumu di dalam sana?" Matheo menunjuk ke arah perutnya menggunakan lirikan mata, gadis itu menggeleng cepat, kembali memasang wajah jengkel.
Matheo mengernyit tidak mengerti. "Pipimu memerah, kau baik-baik saja---"
"Aduh, bisa diam tidak? Aku malas berdebat!"
Semakin jengah ketika Matheo menanyakan hal yang sama sesudahnya, "kamu baik-baik saja?" Yerinicka mengembuskan napas kasar, merotasi bola mata sembari melebarkan propeler kain yang digenggam di lengan kanan. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah, bersangga ke belakang kursi dengan raut wajah ditunjukkan yang masih sama seperti menit-menit lalu.
Matheo tersenyum kecil dibuatnya. "Lady Nightingale akan sedih melihatmu merengut seperti itu ketika memasuki pestanya. Sebenarnya kalau boleh jujur, kau itu teman yang buruk Yerinicka." Gadis itu mengernyit tidak suka, kurang setuju dengan opini Matheo. Yang dilirik sinis hanya menyengir lebar, membentuk senyuman kotak yang sangat khas di sana. "Aku hanya bercanda."
"Candaanmu terlalu konyol."
"Aku tahu, tapi untungnya aku selama ini tidak pernah bersikap konyol."
"Memangnya kenapa?"
Matheo mengamati pemandangan di luar jendela. Bertopang dagu sembari tersenyum jahil. "Kau tidak suka orang konyol, kan?" Yerinicka naik turun mengangguk secara impulsif, masih dengan pandangan polos bersamaan alis yang bertaut bingung. Matheo tidak lagi meneruskan perkataannya, memilih untuk melihat rerumputan hijau, jalanan, pertanian, toko-toko dan bangunan selepas melewati daerah kota. Ini kesempatan yang indah, melihat semuanya dengan warna.
"Lalu ... Apa lagi?" Yerinicka mulai kembali bertanya, merasa tidak tuntas mendengarkan. "Tidak ada. Hanya bertanya saja, kok." Gadis itu mengepalkan tangan, kembali melipat kipas yang berada digenggaman dan melemparkannya ke depan, sukses tepat sasaran. Wajah Matheo. "Kalau ibumu tahu, kau bisa diomeli olehnya. Sudah tidak sopan---"
"Memangnya kau tahu dari mana kalau Marchioness Lawrence itu sopan? Hei---jangan salahkan aku yang bersikap demikian, aku juga memilikinya karena aku anak Ibuku!" Yerinicka lebih dulu menyela, protes ketika dirinya merasa direndahkan. "Tidak masalah, aku tetap mencintaimu meski begitu."
Yerinicka terkekeh sinis. "Benarkah? Kalau kau mencintaiku, kenapa kau melakukan hubungan itu? Dia bukan aku, hanya tubuhnya saja---"
"Aku tahu dia bukan dirimu. Namun, saat itu aku benar-benar pulang dengan keadaan mabuk. Melihatmu di depanku tanpa rasa khawatir penuh, tentunya itu---"
"Hentikan. Aku benci mendengarnya, itu menggelikan dan aku masih sangat merinding."
Matheo ikut terkekeh, "yang terpenting kau bukan lagi seorang gadis, kan? Intinya itu tubuhmu, dan itu milikmu. Sudahlah." Yerinicka menoleh ke arah lain, memutuskan tatapan keduanya untuk sementara waktu. Masalah lain yang muncul sekarang, bagaimana kalau Luna bertanya kenapa pipinya memerah seperti saat ini? Masih bagus jika orang-orang memiliki asumsi dia sakit, namun bagaimana jika sebaliknya? Seperti digosipkan bahwa riasan wajah yang ia kenakan terlalu tebal.
Siap-siap saja, paper daily akan meluncurkan berita terbarunya menggunakan nama Yerinicka sebagai headline surat kabar minggu ini.
***
Pintu ruangan itu berdecit terbuka, batang tubuh neneknya terlihat jelas di sana. Martha menerbitkan senyum. "Kondisimu sudah baik-baik saja?" Gadis itu mengangguk sebagai jawaban, menerima pelukan hangat sang nenek dengan erat. Selepas mengalami kecelakaan dalam mobil hendak menuju sekolah, dia mengalami katastrope yang cukup parah, hampir merenggut nyawa.
Selepas setengah bulan lamanya berada di ambang kematian---antara hidup dan mati, kabar baik itu laksana bintang-gemintang yang berpendar, datang sebuah keajaiban. Martha mampu kembali sehat dengan usahanya untuk tetap hidup lebih lama. "Adikmu yang baru lahir, aku lupa dia keturunan ke berapa." Martha terkekeh, mengamati wajah bingung sang nenek dengan pandangan geli. "Ke-53 keluarga Jenkins, Nenek."
"Ah, benar. Aku tidak tahu kau selalu membacanya." Martha mengedikkan kedua bahu, "cerita tentang nenek moyangku lebih asyik dibandingkan buku novel Kakak yang diterbitkan tahun lalu."
Neneknya menanggapi dengan cengiran lebar, mengikuti gelak tawa yang dimulai lebih dulu oleh gadis itu. Suasana lengang sejenak setelahnya. "Kau ... Bermimpi apa saja ketika---ah, maaf sepertinya aku tidak perlu membahas ini." Martha diam, memberikan jeda sebelum membalas, "aku mimpi panjang. Itu ... Benar-benar indah, aku bertemu pria tampan, namanya Jeffrey."
"Oh, ya? Siapa dia? Apakah dia orang---"
"Aku tidak mengenalnya. Dia orang asing, aku bahkan belum pernah bertemu dengan laki-laki itu." Martha menerbitkan senyum di sela-sela perkataannya, kemudian kembali luntur kala mengingat sesuatu. "Kau ... Kenapa? Apakah ada yang sakit?"
Gadis itu menggeleng. Itu lebih gawat dari situasi apa pun. Martha menggigit bibir bawahnya. Mengingat di dalam mimpi tidur panjang, dia pernah melakukan hal yang sering dilakukan orang dewasa selepas mereka menikah, awalnya dia pikir itu dengan laki-laki pujaannya, Jeffrey. Namun, tetap saja, itu adalah momen yang menggelikan ketika dipikirkan sekali lagi.
Dan Martha tidak pernah tahu, itu adalah keajadian yang tidak alamiah, pernah terjadi dan nyata meski sulit dipikirkan oleh akal sehat mana pun. Karena adanya gadis itu, hubungan nenek moyangnya---Yerinicka dan Matheo---juga berjalan dengan lancar, diperbaiki tanpa memiliki akhir yang buruk. Tidak seperti yang diceritakan di dalam novel kakaknya yang diterbitkan tahun lalu.
Selesai.
Aku benar-benar mengucapkan terima kasih untuk pembaca yang selalu mengikuti alur ke mana perginya Forelsket 😆💫
Terima kasih yang sudah selalu mendukung, entah itu memberikan vote, komentar! Akhirnya cerita ke-tigaku ini berhasil tamat yaaaa. Aku tidak berharap banyak kalian menyukai cerita ini sebenarnya, namun sekali lagi, terima kasih, terima kasih, dan terima kasih 💙
Selesai sudah petualanganku di dalam Forelsket ini. Sampai jumpa lagi bersamaku di buku yang lain, seperti Terallela ship, Fantastic four, Warfare in life, dan cerita utama yang akan diselesaikan lebih dulu, Rhapsodiary. (Itu promosi terselubung 😜)
Sekian dariku.
Salam hangat, Cheezi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket ✔️
FanfictionLady Yerinicka Lawrence membenci segala situasi. Semua hal yang dia tidak suka dimulai ketika Duke Of Jenkins, menyerahkan surat lamaran untuknya. Pupus sudah harapan menjadi wanita tunggal, pernikahan atas dasar cinta memang selalu membawa malapeta...