"Kenapa lihat-lihat!" ketus Yerinicka dengan wajah anggaranya. Matheo yang duduk di depan sana mengedikkan bahu, tidak mengerti juga tidak pula ingin mengerti. Pria itu melipat tangan didadanya, salah satu kaki yang ditumpu ke atas kaki yang lain. Ini semua berawal dari Marquess Lawrence yang bahagia karena rencananya berhasil, menjebak Yerinicka hingga pagi ini mengirim lembaran surat undangan kepada Duke Jenkins untuk berkunjung ke Manor Marquess, milik keluarga Lawrence.
Sesekali mencuri pandang lewat ujung matanya, menatap Yerinicka yang tengah bersimpuh di atas sofa---di depan, dengan gaya yang abnormal, berbeda dari Lady-lady lain yang selalu Matheo temui. Gadis itu duduk dengan kedua kaki yang sedikit melebar, menciptakan jarak di antara kedua kakinya, memakai korset pun masih berusaha untuk duduk bersangga tanpa tegak. Tangannya menggenggam sebuah buku yang dihadapkan tepat di depan wajah.
Di dalam hatinya, Matheo berselindung mengatai Yerinicka, bahwa gadis ini tidak sopan. Serius dia pendampingku? Seorang calon Duchess? Jangan sampai orang-orangku melihat sikapnya yang seperti ini. Merasa seperti pasang mata yang mengamati dalam diam, Yerinicka meletakkan bukunya di samping. Memperbaiki posisi bersandar dengan lebih sopan, merapatkan kedua kaki dan menegakkan tubuh. Matheo yang melihat itu terperangah. Apakah dia bisa mendengar isi hatiku? Tapi sepertinya tidak mungkin, pikirnya.
Yerinicka mendecih pelan, "terlihat dari eskpresimu, Your grace ... Kau tidak menyukai gayaku, sejujurnya kau juga bukan termasuk ideal pasanganku. Aku menyukai pria tampan, hanya itu." Di tempatnya, Matheo mengernyitkan dahi, kemudian alisnya bertaut bingung, hanya memiliki perubahan sedikit di sana. "Kau tahu aku seorang Duke, tapi kenapa masih bersikap tidak sopan? Ah tentu saja, perangai calon Duchess dari Jenkins pasti seperti itu 'kan? Ngomong-ngomong soal idealmu, kau juga bukan idealku. Dan aku jelas tampan, matamu itu sepertinya sudah tidak normal."
"Apa maksudmu perangai calon Duchess dari Jenkins selalu seperti itu? Kau mengatakannya bukan hanya kepadaku, tapi kepada seseorang yang pernah menempati posisi itu!" Matheo menjentikkan jarinya, "benar! Aku memang mengatakannya secara tidak langsung, tapi tentu saja Lady Lawrence sangat cepat tanggap dan genius."
Yerinicka kembali bersangga, napasnya sedikit tertahan kala korset kembali seperti menghimpit tubuhnya kencang-kencang. "Your grace, Anda sama saja mengatakan itu kepada Ibumu sendiri." Di depan sana, Matheo tidak lagi membalas, pria itu tengah sibuk dengan surat kabar yang sengaja diletakkan di atas meja---yang membatasi posisi keduanya. "Kenapa surat kabar lama bisa ada di sini? Aku pikir ini paper daily yang sengaja kau simpan, berniat untuk aku membukanya lalu kau menyalahkan aku atas semua yang terjadi."
Duke Jenkins itu mulai membuka setiap lembar surat kabar, Yerinicka yang masih mendengarkan dengan tatapan minat tak minat kini mengubah posisi duduknya lagi. Gadis itu mencoba bersangga dengan gaya yang nyaman, seperti di awal, bersimpuh dengan pembawaan malas-malasan. "Tadinya memang iya, aku akan melakukan itu. Tapi aku tidak punya surat kabar dari paper daily, lagi yang merencanakan itu---eh, maksudku semuanya sudah terlanjur juga. Jadi, ya ... Apa boleh buat?"
Matheo mengangguk setuju, masih meneliti setiap barisan paragraf dari surat kabar. Bola matanya bergerak-gerak. "Ngomong-ngomong, Lady. Sebenarnya apa tujuan Marquess Lawrence memenjara kita di sini?" Kali ini, ada kerutan didahi. Yerinicka melirik ke arah pintu, kemudian menujuknya. "Maksudmu ... Itu dikunci?" Pria itu melongok dari balik kertas yang berukuran nyaris menutupi setengah tubuhnya, kemudian mengangguk pelan.
Yerinicka yang melihat itu terkejut, selepasnya mengambil langkah untuk mendekat. Tangannya meraih gagang pintu ruangan yang memang sulit untuk dibuka. Dia mendesis di tempat. "Apa-apaan Ayah itu?" Tidak sadar, hingga mengatakan isi hatinya yang membuat Matheo menoleh. "Sudahlah, mungkin hanya setengah jam. Beliau sedang menguping di depan pintu sekarang, bersama Tuan muda Lawrence. Jangan hiraukan, bicaralah sesuka hatimu padaku, apa pun, aku tidak akan marah meski itu adalah sebuah umpatan."
Semakin dibuat terkesiap ketika menyadari bahwa di depan pintu sana ada sosok Marquess Lawrence bersama Hugo. Yerinicka mendecak kesal, kembali memukul pintu hingga menimbulkan suara keras. Matheo yang merasa terganggu ikut mencicik. "Kenapa Lady Lawrence selalu bersikap aneh? Bisakah tetap tenang meski sedang dalam situasi genting? Apakah Anda tidak pernah belajar soal tata krama?"
Lagi yang membuatnya kesal adalah penghinaan dari Matheo, Yerinicka segera berbalik badan dengan kedua tangan yang berkacak pinggang. "Enak saja kau berkata demikian! Ibuku selalu mengundang beberapa governess ber-sertifikat tinggi, tahu! Dari mereka juga ada yang lulusan dari Akademi---"
"Berisik. Kau membuat telingaku hampir kehilangan fungsi kerjanya," sela Matheo yang membuat Yerinicka semakin geram dan mencak-mencak sendirian. Masalahnya bukan tentang disekap bersama Duke Jenkins tersebut atau tidak, dia sudah berjanji akan datang lebih awal sebelum opera di mulai. Ingin menemui Luna Nightingale sebelum permainan harpa-nya dimulai, tepat dibalik panggung megah. "Hei, apakah Anda tidak bisa meminta Ayahku untuk membuka pintu ini? Aku akan terlambat datang ke opera siang nanti," timpalnya dengan wajah sedikit ditekuk. Ingin memohon, namun rasa pamornya lebih besar dibanding memperlihatkan wajah memelas kepada pria itu.
Lagi, mau ditaruh di mana harga dirinya nanti?
Matheo menatapnya sekilas, selepasnya kembali sibuk dengan surat kabar yang berada di genggaman. Yerinicka mengembuskan napas kasar, "Your grace yang terhormat ... Aku mohon, tolong aku untuk saat ini. Aku janji akan berbalas budi, aku akan membelikanmu sesuatu sehabis pulang dari opera nanti!" Yerinicka berjalan mendekat, gadis itu duduk di atas lantai, tepat di samping sofa yang menjadi tempat Duke Jenkins bersimpuh. Matheo meliriknya lagi, kali ini dia termangu. "Aku tidak tahu, kau itu Lady baik hati atau bodoh secara bersamaan. Hanya calon Duchess dari Jenkins saja yang berani duduk di atas lantai rumahnya."
Pria itu menggelengkan kepala beberapa kali, Yerinicka menatapnya dengan berbinar, berharap karena aksinya inilah yang membuat Matheo berubah haluan untuk membantunya. Dan itu benar-benar berhasil, semakin bersemangat dan ikut mendongak ketika Matheo Alderado mulai berdiri dari sofa. "Bangunlah, kau seperti dayang saja." Selepas mengatakannya, dia segera melewati Yerinicka yang seketika ikut berdiri. Pria itu mengetuk pintu sebanyak dua kali, "permisi, Marquess Lawrence, atau siapa pun di sana. Tolong buka pintu ini, aku dan calon pengantinku akan berencana pergi ke luar saat ini."
Itu sebenarnya benar-benar ampuh untuk meluluhkan ayahnya. Namun Yerinicka tidak berkata kalau mereka akan pergi ke opera berdua, tepatnya bersama Matheo si Duke Jenkins ini. Yerinicka ingin sendiri, tidak mau bersama pria itu, apalagi rumor tentang keduanya masih belum mereda di kalangan banyak orang. Pintu mulai terbuka, menampilkan batang tubuh Marquess Lawrence dan Hugo Lawrence di belakangnya. "Silahkan, Your grace." Matheo mengangguk, tersenyum kemudian berbalik badan dan mengulurkan lengannya ke arah Yerinicka.
Mau tidak mau, ini adalah umpan utama, Lady Lawrence itu mengembuskan napas kasar dengan wajah malas, namun tetap menerima uluran tangannya. Marquess Lawrence terlihat senang di sana. "Selamat bersenang-senang, karena putri saya masih pada masa baru debutan, saya akan mengutus---"
"Pelayan pribadiku saja, Ayah!" Yerinicka cepat menyela, masalahnya tidak mungkin juga membawa sang ayah ke opera. Padahal Matheo pun tidak akan pernah dia ajak. Namun sedetik kemudian, Ayahya menggelengkan kepala, "tidak bisa begitu, Yerinicka ... Kau masih membutuhkan seorang Wali sebagai pendamping."
"Tapi aku---maksudku, kami hanya akan pergi ke opera di pinggir alun-alun kota. Apakah itu masih perlu seorang wali?" Sekali lagi, Marquess Lawrence menyahut dengan satu anggukkan. "Tentu saja, aku janji tidak akan mengganggu kalian." Kali ini Yerinicka mampu menangkap Hugo yang cengengesan. Tatapannya menajam, hingga laki-laki itu berhenti tertawa pelan ketika tatapannya bertemu dengan sang adik. "Baiklah, menunggu apa lagi? Ayo, pengantin---"
"T-tunggu, Your grace---" Yerinicka melebarkan matanya, berusaha memberikan insting untuk pria ini segera pergi dan mengatakan bahwa Yerinicka akan pergi sendiri. Namun, entah memang tidak mengerti atau hanya sekedar sandiwaranya yang terkesan 'menyebalkan' itu, Matheo mengernyitkan dahi. "Ada apa, My Lady? Apakah tumit kaki belakangmu tergores oleh sepatu?" Yerinicka semakin melototi Duke dari Jenkins ini. "Ada apa, Yerinicka?" Semakin runyam ketika Marquess Lawrence mulai menyahut.
Pada akhirnya, lagi-lagi dia kembali terlihat seperti yang terbodoh di sini. Yerinicka mengembuskan napas pelan, menahan rasa kesal yang membuncah dipuncaknya. Gadis itu menggelengkan kepala, kemudian tersenyum. "Tidak apa-apa, ayo ... Kita pergi ke opera," jawabnya dengan senyuman setengah.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket ✔️
FanfictionLady Yerinicka Lawrence membenci segala situasi. Semua hal yang dia tidak suka dimulai ketika Duke Of Jenkins, menyerahkan surat lamaran untuknya. Pupus sudah harapan menjadi wanita tunggal, pernikahan atas dasar cinta memang selalu membawa malapeta...