[4] Would Roses Bloom?

275 46 23
                                    

Seluruh anak-anak telah masuk kedalam kelasnya masing-masing, kini kedua insan yang telah lama tak jumpa memutuskan untuk saling bertegur sapa—mencoba mengatasi rindu terselubung yang taklagi dapat dibendung, kendati keadaannya sudah sangat jauh berbeda bagi keduanya.

"Jadi, siapa namanya?" Jungkook membuka percakapan, nada bicara pria itu terdengar jauh lebih rendah dari yang dulu-dulu, dan Jimin agaknya masih berusaha berdamai dengan hatinya sendiri kala tak ada sepatah kata pun yang mampu diucapnya sebagai jawaban. Namun pada akhirnya, ia berhasil memforsir dirinya sendiri untuk dapat menjawab pertanyaan yang dilontarkan Jungkook.

"Kim Jihyun" cicitnya pelan, nada bicaranya terdengar sumbang, tampak sekali habis menangis. Jungkook hanya mengangguk perlahan sembari menarik napas perlahan, keadaannya kini terasa begitu canggung dan sedikit awkward.

"Anak yang cantik, sama sepertimu" Jungkook mengatakannya dengan gamblang, tanpa tahu bahwa hati Jimin mencelos ditempatnya terduduk dikursi tunggu orang tua yang dingin dilobby sekolah.

"Terimakasih" Jimin berucap pelan, namun egonya berteriak lantang didalam hati. Ia rindu Jungkook, ia sangat ingin memeluk dan mengecup pria itu dalam-dalam, berbisik pada rungunya betapa dirinya merindukan lelaki dengan mata bulat dan hidung bangir yang memabukkan itu.

Namun tidak, Jimin takkan bisa melakukannya. Kini ia dan Jungkook telah memiliki kehidupan mereka masing-masing. Jimin punya Taehyung, dan ia tak lagi membutuhkan Jungkook dalam hidupnya—setidaknya itu yang Jimin harapkan selama ini.

"Bagaimana dengan putramu, Jungkook? Siapa namanya?" Jimin mencoba tersenyum, membalas tatapan pria itu padanya setelah mati-matian memantapkan hati dan mengumpulkan keberaniannya yang selembut tahu. Ketika ditatapnya kedua obsidian itu, Jimin rasa-rasanya hampir jatuh terkapar dilantai hanya karena mata bulat milik Jungkook terasa seperti tengah menyelami hati dan raganya, menelanjangi diri dan memporak-porandakan kepingan hatinya yang telah lama hancur—membawanya hanyut bersama dan terombang-ambing oleh ombak-ombak dilautan yang mengamuk karena tanah yang lengser.

Jungkook masih sama tampan, kendati penampilannya tampak jauh berbeda dari tahun-tahun lalu. Surai hitamnya yang tampak bergelombang itu menjuntai kebawah hingga menyentuh dahi dan pelipisnya, bibir tipis dengan sentuhan berwarna merah muda miliknya masih sama manis seperti yang dulu-dulu, mantel hitam yang melekat ditubuh atletis miliknya tampak begitu senada dengan sepatu pantofel mengkilap yang memeluk kaki nya, dan juga mata bulatnya yang tampak mengikis seluruh kewarasan milik Jimin hanya dengan tatapan yang entah apa artinya.

"Namanya Jeon Daichi, dia anak yang sangat baik. Dan dia adalah anak kedua" Jimin hanya mengangguk sembari membulatkan mulutnya membentuk huruf o sebagai jawaban. Jimin perlahan menunduk, agaknya ia menyesali keputusannya untuk menunggu Jihyun hingga pulang dengan tetap berada disekolah anak itu dihari pertamanya sekolah.

Tidak, bukan karena ia tidak menyayangi Jihyun. Namun semenit bersama pria yang tak kunjung pergi dari sana-bahkan dari setiap malam yang dilaluinya selama bertahun-tahun, terasa seperti setahun yang begitu berat untuk dijalaninya.

"Bagaimana kabar Mika?" Jimin kembali mengangkat kepala, dan lagi-lagi tersenyum manis ke arah Jungkook yang kini romannya menggelap. Mencoba untuk membuka percakapan kendati ucapannya hanyalah basa basi yang paling basi. Namun, sepersekon kemudian Jimin mendadak merasa gugup kala hembusan napas kasar yang terdengar gusar dari Jungkook.

"Tidak ada" Senyuman manis nya luntur bersamaan dengan jutaan pertanyaan yang sekonyong-konyong menyerang kepalanya, dan pada akhirnya ia hanya bisa menelan bulat-bulat pertanyaannya kala Jungkook secara langsung menjelaskan.

"Mika sudah.. tidak ada. Saat ia melahirkan Hana, ia.." Jungkook tampak tak dapat melanjutkan kalimatnya, mendadak terasa seperti ia tersedak kalimatnya sendiri, namun Jimin tentu paham apa maksud dari Jungkook.

Six Feet Under || KM [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang