4. Malu banget

0 0 0
                                    

Siang telah berganti malam begitu pula keadaan dikediaman Resa dan keluarga. Kini Yaksa sudah resmi tinggal kembali bersama keluarganya tak di apartemen lagi. Di karenakan kepindahan Yaksa melibatkan teman-temannya sekalian saja Dandi dan Siska ikut bergabung memeriahkan kepindahan putra sulungnya itu.

"Ayah sama Ibu ke dalam ya, kalian enjoy aja," ucap Dandi dan berlalu bersama Siska.

"Iya Yah Bu," jawab mereka serempak.

Setelah tak melihat Dandi dan Siska salah satu teman Yaksa nyeletuk.
"Adek lo mana, Dan?" ucap Opik karena dari tadi tak melihat adanya tanda-tanda Resa keluar.

Rafly yang sedang memakan kuaci mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bener banget. Tujuan gue ke sini selain karena bisa makan gratis yaa mau cuci mata gratis juga,"

Yaksa yang mendengar itu melempar kulit kacang ke arah Opik dan disambut gelak tawa oleh semuanya.

"Tapi bener juga. Gue dari tadi nggak ngeliat tanda-tanda adek lo mau ikut kumpul di sini," ucap Eka yang lumayan paling benar dari Rafly dan Opik.

Belum sempat Yaksa menjawab pertanyaan dari teman-temannya. Sebuah panggilan mengalihkan perhatian mereka berempat.

"Abaaang bantuin adek,"

Siapa lagi kalau bukan Resa yang sedang menunggu Yaksa menjemputnya di depan pintu rumah. Yaksa yang hendak membopong langsung ditolak oleh Resa dan minta membantu memapahnya saja.

Setelah membantu adiknya berjalan dan membantunya duduk, Yaksa segera melepaskan parka yang melekat di tubuhnya dan menyampirkan ke bahu adiknya agar tak kedinginan.

Yaksa menatap aneh adiknya yang sudah memakai pakaian tidur.
"Bukannya tidur, kenapa keluar?"

Resa yang sedang memakan kuaci mengalihkan pandangannya pada Yaksa yang duduk di sampingnya.
"Nggak bisa tidur. Bosen posisinya bolak-balik ke kanan ke kiri aja, mau tengkurap juga nggak bisa,"

"Sini biar Bang Rafly kelonin," sambar Rafly cengengesan yang dihadiahi tatapan tajam oleh Yaksa.

"Kelonin dulu abangnya, baru bisa kelonin adeknya nanti," lanjut Opik memancing.

"Tongkat baseball  lo daripada dipajang doang bagus juga kalo buat mukul bocah berdua," usul Eka pada Yaksa.

"Bagus juga ide lo. Boleh dicoba," baik Rafly maupun Opik bergidik ngeri bagaimana rasanya tongkat baseball mendarat di bokong mereka.

Sedangkan orang yang menjadi bahan perbincangan tetap anteng dengan kuaci dihadapannya, seperti tak terusik sekali dengan obrolan ketiga teman abangnya.

"Sa, kenapa nggak pindah di Nusbu aja. Yaksa 'kan jadi enak bisa antar jemput setiap hari," Nusbu itu singkat dari Nusa Buana sekolah dari Yaksa dan kawan-kawannya.

Rafly membetulkan ucapan Eka.
"Iya bener, kita juga bisa ngejagain kamu kalau ada apa-apa," Opik juga manggut-manggil saja dengan usul teman-temannya.

Resa meneguk minumannya dahulu dan menjawab.
"Udah wanti-wanti sih pasti Abang-Abang bakalan nanya gitu,"

"Niatnya mau di Nusa Buana juga, Ayah sama Ibu juga setuju tapi aku mikir lagi pasti bakalan dilabrak terus sama fansnya Abang. Apalagi ketua futsal tau sendiri gimana fansnya," Resa memutar bola matanya malas dan kembali melanjutkan ucapannya yang belum selesai, "Lebih ke nggak mau ambil resiko aja," tangkas Resa kembali melanjutkan makan kuacinya.

"Kalo cuma urusan labrak melabrak ya tinggal bilang kalo kamu adeknya Yaksa, masalah selesai," balas Opik serius karena masih ingin tahu alasan jelas adik temannya itu yang tidak ingin satu sekolah dengan abangnya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mekanisme HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang