Senja terlukis indah di batas horizon bumi, ketika Tay Tawan melangkah keluar dari rumah singgah.
Baru tadi siang, lelaki bersarung biru sampai di tempat yang memoriam untuknya. Penuh kenangan baik, dan juga sedih. Berbagai air mancur perasaan muncul begitu saja, ketika Tay kembali menjejak teras kayunya. Tidak ada waktu istirahat, kedua kaki Tay seakan tersihir, untuk segera membawa diri ke tempat di mana semua bermula dan berakhir.
Kala itu angin berhembus tenang dan udara terasa sejuk. Rumbai pohon kelapa saling singgung membuat suara gemerisik lembut—batin Tay dibuat tenang karenanya. Mobilitas warga sekitar nampak sepi, cukup ganjil jika dipikir. Entah apa yang menjadi alasan akan hal itu. Dari kejauhan ketika Tay menyusuri setapak, vokal samudra berombak menelusup pelan melalui gendang telinga.
Lelaki bersarung biru menyadari betapa rindunya ia dengan fenomena ini.
Jika Tay boleh jujur, sebenarnya ada rasa gugup dalam diri jiwa raganya. Tay tidak tahu apa yang sudah menanti di tujuan. Bibir tergigit selama perjalanan, sudah menjadi pertanda bahwa dirinya tidak terlalu siap oleh apa yang akan dihadapi. Namun, hal itu seperti menghilang ketika Tay merasakan hangat pada saku celana kanan, tempat kalung dan surat New bersembunyi.
Lelaki bersarung biru menghela napas, mungkin saja jiwa New di dalam sana sedang membantunya yakin untuk terus berjalan. Tidak ada arah kembali dalam perjalanan ini. Apa yang sudah Tay lalui, apa yang sudah Tay mulai, dan apa yang sudah Tay lakukan, harus mendapat hasil ketika ia sukses membawa New pulang kembali pada samudra.
Teka-teki ini, harus segera diselesaikan. Dan hanya akulah yang bisa melakukannya.
Tuhan, kumohon, izinkan aku menemui takdir baik. Pertemukanlah aku dengan jawaban dari enigma tersebut.
Visual dermaga mulai terlihat ketika jarak semakin dekat. Lengkung sabit pada bibir Tay terulas lebar. Kedua manik cokelat berbinar bahagia dengan apa yang dilihat. Jari-jari tangan kiri menggenggam erat sarung biru pada tubuhnya. Telapak tanpa alas kaki menginjak lembut butiran pasir putih di bawah.
Perasaan familiar ini datang bagai tsunami, dan Tay tidak keberatan karenanya. Dengan lapang dada, buncahan rasa dibiarkan terjadi oleh lelaki bersarung biru. Semua terasa begitu hidup ketika sepoi-sepoi angin menyibak rambutnya ke belakang. Langkah semakin bergerak cepat.
Sebuah siluet asing menghiasi pandang Tay, ketika ia berdiri tepat di jejak kayu pertama dermaga.
Bayangan itu, tidak asing. Aku seperti mengenal bentuk tubuhnya.
Apakah mungkin...
Lelaki bersarung biru berlari menghampiri. Sosok misterius itu, ia mengenalinya. Tubuh tegap, kaus hijau, celana putih, surai arang, dan berdiri di ujung dermaga tanpa alas kaki. Tidak ada peluang yang berbeda, selain insan berkulit putih menjadi jawabannya. Subjek itu nyata, dan jauh dari kata fana.
Panaroma ini mengingatkan Tay tentang kali pertama mereka bertemu, yang mana adalah awal dari kisah teka-teki itu sendiri. Perjalanan keduanya sudah berlayar jauh bagai seluruh kapal pencari ikan, di waktu malam tiba. Sempat terombang-ambing oleh arus, namun si nelayan bisa mempertahankan perahu untuk kembali stabil.
"NEW! APA ITU—"
DUK!
Tay Tawan tergelincir oleh kubangan air yang tidak diketahui keberadaannya. Tubuh lelaki itu bertemu telak dengan kayu dermaga, keras. Pinggul terasa sakit ketika digerakkan sedikit, jelas sekali ekspresi menahan nyeri muncul pada wajah.
Tay merutuk pada diri sendiri karena sudah ceroboh. Kata umpatan tersalur melalui gumam-gumam kecil. Susah payah dengan satu tangan lain mengangkat kaus yang dikenakan. Kepala menunduk, dan bibir pun berdecak kesal ketika bercak merah muncul pada visual di atas kulitnya. Sial! Bodoh sekali kau, Tay. Salahkan dirimu sendiri jika setelah ini, kau susah untuk berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA PERKARA SAMUDRA • taynew ✔
FanfictionNew Thitipoom, dia akan menjadi teman Tay di pesisir sebuah dermaga. Tidak ada yang menyangka bahwa dermaga itu juga menyimpan rahasia yang sepertinya cukup unik untuk menarik perhatian seorang Tay. Misteri masih belum terbongkar dengan sempurna, na...