3. Harapan Sebuah Nama

352 50 7
                                    

"Aku New Thitipoom. Kau?"

Entah semalam bermimpi apa, Tay Tawan dikejutkan oleh sebuah kalimat terucap dari sosok yang tak diduga.

Baru hitungan detik ia duduk di tempat biasa, lelaki misterius itu tiba-tiba saja mengenalkan diri. Tanpa ada titah dan salam pembuka, nama langsung terucap dengan suara sedemikian tenang. Perhatiannya tidak terusik dari gumpalan awan kelabu yang menutupi seperempat bagian purnama.

Kali ini, sosok tersebut memakai kaus hijau muda dipadukan celana putih. Tanpa alas kaki, ia duduk bersila. Masing-masing telapak tangan berada di pangkuan.

Tay sama sekali tidak menduga bahwa sosok misterius itu akan bersuara. Keberadaannya yang kembali muncul di ujung dermaga saja sudah membuatnya terkejut, apalagi fakta bahwa ia berbicara dengannya. Bahkan Tay tidak meminta. Justru percakapan pertama kali dibuka oleh lelaki itu—sekarang bernama New Thitipoom.

Rekam ingatan memori Tay seakan kembali muncul bagai film diputar dalam bioskop. Dia ingat betul bagaimana situasi kemarin begitu lengang dengan bungkamnya mereka berdua, enggan saling bicara. Belum lagi, sosok itu menghilang tiba-tiba di akhir perjumpaan. Aneh.

Suara kecipak membuat Tay tersadar dari lamunan, berasal dari satu kaki New Thitipoom yang dicelupkan ke dalam air. Kedua mata lelaki bersarung mengerjap singkat, kepala digelengkan lalu menoleh.

Kali ini, fokus insan berkulit putih teralihkan dari panorama sebelumnya, ia menatap Tay dengan tilik kuriositas. Bersumpah pada Tuhan, Tay melihat ada kilas senyum begitu tipis pada ranum merah mudanya. Lelaki misterius itu nampak ramah, tapi karena itulah Tay jadi tidak tahu harus berbuat apa.

Alhasil, ia menjawab pertanyaannya dengan sedikit terbata seraya menggaruk tengkuk. "O-Oh, maaf! Aku hanya... tidak menyangka kau akan berbicara."

". . ."

Tidak ada jawaban.

Sial, sepertinya aku salah bicara, batin Tay merutuk, semakin membuat canggung diri sendiri. "Um... Aku Tay. Tay Tawan."

"Nama yang bagus."

Eh?

"Matahari ya?"

Bagaimana dia tahu... artinya? batin Tay seraya terdiam sesaat. Tak lama, ia mengangguk pelan.

"Aku pikir dengan nama seperti itu, kau tidak akan kedinginan."

Spontan, Tay mengeratkan sarung biru pada tubuh selagi terkekeh canggung. Ia merasa aneh dengan lelaki di sampingnya yang sekarang aktif bersuara. "Ya... Itu hanya sebuah nama."

"Di setiap nama, selalu ada harapan yang menyertai, Tay." New Thitipoom mengalihkan pandang ke salah satu kaki tersembunyi oleh samudra. "Tidak mungkin kau diberi nama tanpa sebuah alasan."

Ketika sosok itu menyebutkan namanya, ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimuti. Secara magis, keteduhan sebuah tepi samudra semakin terasa ketika vokal itu bergema pada gendang telinganya.

Angin semilir datang menyeka surai legam milik insan berkulit putih, sedang bermain air dengan kakinya. Timbul suara percikan kecil hampir tidak kentara. Sedangkan Tay sendiri, melihat si lelaki misterius dengan tatapan tak bisa diartikan. Ia mau tak mau mengeluarkan satu tangan untuk menyibak rambut yang sudah mulai panjang, terhembus bayu.

"Aku tidak tahu apa yang diharapkan dari namaku," tanggap Tay, kedua netra memandang lurus pada banyak perahu nelayan yang melaut. "Mereka tidak pernah memberitahu."

"Mereka?"

"Orang tuaku."

"Tidakkah kau ingin tahu lalu bertanya sendiri?"

Tay menggeleng singkat, dirasakan bahwa sosok misterius itu telah menempatkan fokus pada dirinya. "Masih banyak hal penting lain yang ingin kuketahui." Sebagai contoh, tentang dirimu, mungkin?

"Ah... Baiklah," tanggap lelaki berkulit putih. "Aku yakin hal itu akan segera kau temukan, entah kapan."

Semoga saja. "Bagaimana denganmu?" Tay mengganti pusat pembicaraan pada insan di sampingnya.

"Hm?"

"Apakah ada harapan di balik namamu, New Thitipoom?"

Sebuah tawa kecil hadir menguasai atmosfer. Terdengar indah dan berdengung lembut bagi indera pendengaran milik Tay. Entah mengapa, vokal itu seakan membuatnya tersihir kemudian tertegun. Apalagi saat ini, ia dan sosok misterius tersebut saling bertukar pandang.

Manik kehitaman bertemu dengan lautan cokelat milik Tay. Tubuh New Thitipoom nampak bercahaya karena sebagian lampu pos dermaga mengarah ke sisinya. Panorama ini, mengingatkan Tay pada rembulan di balik cakrawala.

Begitu pula senyum tipis yang saat ini tersungging di wajah insan berkulit putih. "Kau menyebut nama lengkapku karena bingung harus memanggil apa, kan?"

"Eh?" Hei, bagaimana dia bisa tahu?! "Um... Tidak kok."

Lelaki di samping Tay masih mempertahankan senyumnya. "Panggil saja aku New."

"Kalau begitu, biar aku ulang pertanyaanku. Kali ini dengan panggilan yang benar," ucap lelaki bersarung, juga tak bisa menahan lengkung sabit muncul pada wajah. "Apakah di balik namamu ada harapan di dalamnya, New?"

"Kau sungguh ingin tahu?" New bertanya, kedua manik berkedip. Bulu mata menyapu halus pipi meronanya.

"Tentu saja!" seru Tay terlalu bersemangat. "Ah, m-maksudku, silahkan jika kau memang ingin."

Bodoh, Tay Tawan. Aku tahu kau sangat ingin mengenal New, tapi tidak begitu caranya. Dasar memalukan!

"Kau lucu sekali, Tay." New kembali terkekeh.

New Thitipoom, bisa tidak kau hentikan gelak tawamu itu? Konsentrasiku bisa hilang karenanya.

"Baiklah, jika kau ingin. Aku akan memberitahumu."

"...Okay?"

"Harapan di balik namaku adalah..." ucap New dengan menjeda jawaban.

". . ."

Ayolah, sedikit lagi. Sedikit lagi aku akan tahu setidaknya sepersekian persen dari sosok bernama New ini.

". . ."

Kenapa tidak segera menjawab? Kenapa dia... menatapku dengan kilat gurau di matanya?

Apakah mungkin—

"Rahasia!" jawab New akhirnya. Kali ini, sebuah tawa kembali menggema. Suara itu bagai musik yang merasuk halus ke dalam jiwa Tay Tawan.

Entah untuk ke berapa kalinya, si lelaki bersarung dibuat kagum oleh seorang New Thitipoom malam ini. Mulai dari pesona, raga, dan vokal, semuanya begitu indah. Candu, jika Tay bisa jujur, ia akan berujar demikian. Tidak tahu sihir macam apa yang bisa membuatnya sangat terpukau.

Sekarang, New kembali menatap kilauan hitam samudra dengan lengkung rembulan pada wajah. Dua telapak menjadi tumpuan dari berat tubuh di belakang dan lagi-lagi salah satu kaki dicelupkan ke dalam segara. Tay menghela napas. Tilikan ainnya tak lepas untuk memandang.

"New."

"Ya, Tay?"

"Kau menyebalkan."

New Thitipoom mempertemukan manik legam samudranya dengan Tay kemudian menyeringai. "Begitu juga dengan kau."

Oh, New. Sebuah awal yang baik dari pertemuan kita malam ini.

.

.

Akhirnya, terkuak juga siapa nama sosok misterius yang kemarin menghilang tiba-tiba.

Hai, New Thitipoom. Mulai saat ini, dia akan menjadi teman Tay di pesisir sebuah dermaga.

Misteri masih belum terbongkar dengan sempurna, namun lelaki bersarung biru setidaknya mulai dekat dengan jawabannya.

Oh, dan bagaimana denganmu, pembacaku?

Apakah ada harapan di balik nama kalian?

ENIGMA PERKARA SAMUDRA • taynew ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang