Cahaya mentari pagi menyambut hampanya kalbu Tay Tawan, melalui jendela kamar yang sunyi.
Lelaki bersarung biru menghirup banyak udara, baru saja bangun dari tidur panjangnya. Pukul 10.20 pagi. Mobilitas warga bisa dirasakan ketika ia mendengar sayup-sayup dialog di luar sana. Kedua manik cokelat enggan muncul di balik kelopak, berat sekali untuk membuka. Tay mengerang kesal akibat sinar matahari kelewat terik, dan mau tidak mau ia duduk dari posisi terbaring.
Sebelum membuka mata, lelaki itu sudah menebak betapa aib penampilannya sekarang. Satu hal yang sudah jelas, manik merah dan bengkak serta rambut mencuat ke segala arah. Asumsi itu dibenarkan oleh layar ponsel milik Tay sendiri ketika bercermin. Lelaki bersarung biru memang terlihat buruk, seperti baru saja andil dalam pembangunan jembatan antar pulau seorang diri.
Tay tidak punya agenda untuk dilakukan di pagi menjelang siang, sehingga ia tidak kunjung pergi mandi setelah bangun tidur. Hanya berbekal menyisir rambut dengan jari-jari lalu muka dibasuh kilat, Tay sudah siap menyambut hari—tidak peduli penampilan lusuh.
Segala hal bak tiada arti peduli, sejak sumber enigma perkara samudra luput dari pandangan. Figur tubuhnya bukan apa-apa jika dibanding dengan hati yang penuh atas lara dan nestapa, masih saja dihantui.
Lelaki bersarung biru menghela napas gusar, berdiri perlahan, lalu berjalan keluar dari rumah. Batin sudah berniat agar setidaknya mengisi perut terlebih dahulu, sebelum kembali merenungi pahit realita yang terjadi.
CKLEK! DUK!
Sebuah objek jatuh menimpa kaki Tay ringan kemudian tergeletak di atas kayu teras griya singgah. Kepala tertunduk lalu mendapati sepucuk surat berwarna kuning lusuh dan sebuah kalung dari cangkang kerang. Ada guratan inisial 'T' di bagian depan.
Karena kesadaran belum sepenuhnya utuh, Tay menoleh ke kanan kiri. Prasangka membuat celah dalam segala kemungkinan yang ada. Lelaki bersarung biru pikir, seseorang tidak sengaja meninggalkan dua benda tersebut.
Kedua tangan meraih kemudian diamati oleh keredupan manik cokelat milik Tay. Baru ketika ia melihatnya dari dekat, sesuatu tertulis dengan gestur kasar pada ujung surat.
Untukmu, Tay Tawan, dengan segala harapan mengenai enigma di balik samudra.
Ain cokelat milik lelaki bersarung biru otomatis membulat. Tentu saja ia tahu siapa pengirim surat ini.
Nafsu makan hilang dengan cepat, tanpa perlu berpikir dua kali, langsung saja Tay kembali lagi ke kamar dan duduk di atas ranjang. Kalung kerang diletakkan, surat kuning tersebut dibuka perlahan. Di dalamnya, berisi beberapa kertas dengan tulisan tidak rapi namun masih bisa dibaca. Bulat-bulat kecil nampak memenuhi pinggirannya, seperti sempat terkena air.
Bibir Tay tergigit saking gemetarnya jiwa dan raga atas hal yang menjadi pasti. Lelaki itu, akan bertemu dengan kunci menuju segenap pertanyaan pada diri seorang New Thitipoom.
.....
Jika kau membaca ini, berarti kau sudah menemukannya.
Hai, Tay. Ini aku, makhluk mitologi yang sempat tidak dipercaya olehmu. New Thitipoom. Sesungguhnya, waktuku tidak banyak untuk menulis surat ini, tapi kurasa kau pantas mendapatkan jawaban dari segala tanya tentang kehidupanku.
Maafkan aku, karena sudah tiba-tiba pergi. Tidak seharusnya aku berlari begitu saja meninggalkanmu di tepi dermaga tanpa mengucap apapun. Tapi, Tay, kondisilah yang mendesakku seperti itu. Aku tidak bisa tinggal diam di sana. Karena jika iya, nyawamu tidak akan selamat dari ombak yang akan datang seperti tsunami.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA PERKARA SAMUDRA • taynew ✔
FanfictionNew Thitipoom, dia akan menjadi teman Tay di pesisir sebuah dermaga. Tidak ada yang menyangka bahwa dermaga itu juga menyimpan rahasia yang sepertinya cukup unik untuk menarik perhatian seorang Tay. Misteri masih belum terbongkar dengan sempurna, na...