9. Penantian Panjang

251 39 0
                                    

Tay Tawan dibuat merindu oleh keheningan tersembunyi, dermaga tepi samudra.

Rindu akan bahana deburan ombak di tengah malam, menabrak pesisir pantai begitu kuat. Ain biasa memandang para pencari ikan melaut dengan kapalnya, terombang-ambing oleh ombak. Begitu pula penghiduan, dipenuhi oleh aroma lembab kayu dermaga bercampur dengan air laut asin.

Tay Tawan hanya memiliki satu permohonan yang setiap hari ia rapalkan pada Tuhan. Ia ingin alam semesta berbuat curang pada waktu sehingga dapat mengembalikan masa-masa bahagianya. Waktu di mana keteduhan banyak terasa, ketika angin darat semilir berhembus menyibak surai. Setiap ingatan, setiap momen, dan setiap fenomena yang terjadi, selalu timbul rasa bagai sedang menaiki roller coaster.

Tay Tawan masih menyimpan benci pada kehidupannya.

Benci ketika pulau singgah yang ia tempati sementara waktu, harus ditinggalkan. Masa 'isolasi' telah usai, dan itu artinya Tay harus kembali pulang. Sebuah lelucon, ketika mengingat impresi pertama lelaki bersarung biru pada pulau ini sangatlah buruk. Nyatanya, entitas bernama benci dan suka, maupun cinta, hanya sebatas benang merah tipis saling bertaut.

Jika dipikir lebih lanjut, kata 'karma' akan cocok untuk disematkan pada nasib Tay. Namun, bagi lelaki itu, konotasi tidak berbunyi negatif. Rasa syukur justru terucap dari bibir, dan mungkin setelah ini, kisah yang sudah Tay mulai di sana bisa merubah pandangannya terhadap semesta bumi lautan.

Pandanganku memang sudah berubah. Tetapi, apakah kisah itu akan berlanjut? Aku tidak yakin.

Mungkin keputusanku untuk pulang bukanlah hal buruk, kecuali bertemu orang tuaku tentunya. Aku butuh waktu dalam mencerna semua yang sudah terjadi. New, Thi, mereka berdua, aku, perasaan, kisah. Sangat kompleks.

Lagipula, untuk apa aku menetap di pulau ini, jika sosok itu... sudah tiada? Sosok yang seiring berjalannya waktu membuatku jatuh dalam keindahan dan pesonanya.

Dengan begitu, ketika tapak lelaki bersarung biru menjejak tanah metropolitan, ia menghela napas. Hati sudah mantap untuk setidaknya beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk enigma sebuah pesisir pantai.

Kedua orang tua menyambut kedatangan Tay dengan wajah sumringah, berharap metode isolasi mereka berhasil. Raut itu semakin cerah ketika melihat anak bungsu mereka menghampiri dengan wajah lesu, seakan jera dengan segala yang sudah dilakukan.

Orang tua Tay tidak tahu saja, bahwa ekpresi itu adalah cerminan dari hati penuh laranya.

"Ah, rupanya, kau belajar kerajinan di sana? Kalung yang bagus. Ada inisialmu juga."

Seandainya, Ibu tahu...

Kehidupan Tay Tawan kembali seperti semula. Pendidikan kuliah terus berlanjut, orang tua yang sibuk oleh pekerjaan, kedua kakaknya bekerja keras di bidang mereka masing-masing. Tetaplah sama, bahkan ketika Tay memutuskan bermain papan seluncur setelah sekian lama, cuap banding itu tidak kunjung hilang. Memutar bola mata menjadi rutinitas ketika ia menghadapi kondisi tersebut.

Tay cuek saja, menganggapnya angin lalu. Emosi dikontrol benar oleh lelaki bersarung biru, yang tidak menginginkan drama dalam keluarga terjadi lagi. Sudah cukup, karena Tay lelah berkelahi. Jiwa dan raga sangat terkuras sejak terciptanya momen New Thitipoom menghilang dari tilikan manik cokelatnya.

Tidak terasa sudah satu bulan lelaki bersarung biru meninggalkan pulau. Rasa rindu yang sudah ia pendam dan tolak dengan baik, akhirnya menguak keluar di suatu keheningan petang. Persis seperti kala nestapa hadir, pada malam sebelum surat dan kalung datang esok paginya.

Tangis Tay pecah hingga mereda sendiri ketika ia jatuh tertidur. Kedua tangan menangkup kerang berinisial itu, yang tanpa disadari olehnya, selalu berpendar dengan cahaya biru saat purnama datang. Jiwa New Thitipoom menunggu Tay untuk membawanya pulang, dan entitas itu akan selalu sabar dalam penantian panjang. Hingga lelaki yang dicintainya, siap.

Kedua orang tua Tay terkejut ketika mendengar anaknya ingin kembali pergi ke pulau terpencil itu. Lelaki bersarung biru membuat alasan, telah dibuat rindu oleh keheningan suasana tepi pantai. Sesuai ekspektasi, permintaan Tay diterima dengan suka cita, keduanya sungguh mengira bahwa anak bungsu mereka telah berubah.

Walaupun... realita tidak berkata demikian. Ada maksud lain dalam kunjungan mendadak seorang Tay Tawan. Lelaki itu, akan menemui Thi, dan mencarinya di sana. Akal sehat sempat berpikir tentang kecil kemungkinan untuk bertemu. Namun, ia tidak peduli. Tay yakin, takdir akan menyertai dalam perjalanan kembali merajut kisah, yang sempat terhenti begitu saja.

Sebentar lagi, kau akan pulang, New. Tunggu aku, ya?

Aku mencintai kalian.

.

.

Tay Tawan mencintai keduanya. Itulah jawaban.

Hanya menunggu waktu saja, lelaki bersarung biru akan membawa New pulang ke rumah. Tempat di mana dua jiwa kembali bersua dalam satu entitas.

Penantian panjang pun berakhir, atau setidaknya, sebuah kisah baru juga berlanjut lagi menyambung.

Tunggulah.

ENIGMA PERKARA SAMUDRA • taynew ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang