Bab 4

231 8 0
                                    

Ali POV

Sudah sebulan sejak kematian orang tua angkat Raib. Dia semakin sibuk, dan menjauh. Itu kata yang tepat. Saat istirahat dia lebih memilih tinggal di kelas, walau aku dan Seli sudah memaksa pergi ke kantin. Saat pulang sekolah, dia menyibukkan diri dengan klub menulis (walau ku yakin itu cuma alasan). Dan yang paling mengesalkan, ternyata dia diam-diam ikut klub basket. Argh... Kepalaku pusing dibuatnya. Itu curang! Aku tahu dia berusaha menyibukkan diri dengan semua kegiatan itu agar tidak memikirkan tentang orang tuanya, tapi ini sangat berlebihan. Bahkan dia tidak punya waktu untuk kami. Tidak ada lagi yang cerewet mengingatkan tentang dunia paralel, atau sekedar tukar sapa.

Aku semakin khawatir dengan sahabatku ini. Sudah beberapa hari ini aku mengikutinya pulang sekolah. Dia langsung pergi menghilang entah kemana setelah sekolah. Aku frustasi.

Hari ini aku sudah bertekad untuk memasang beberapa sensor di rumah Raib, tak peduli dia marah atau tidak.

Aku mengajak Seli pergi kerumah Raib, dan aku sudah mengatakan rencanaku padanya, dan dia setuju. Sampailah kami di rumah Raib. aku mengetuk pintu, dan Ren, sepupu Raib, membukanya. Jujur aku tidak suka dengannya, tapi aku menyukai Ron. Ron itu tenang, sedangkan Ren itu perusuh. Kami masuk kedalam. Seli bertugas sebagai decoy, pengalih perhatian, sedangkan aku memasang beberapa sensor di kamar, ruang tamu, dapur, dan ruang keluarga. Sensor milikku tidak hanya mendeteksi orang-orang yang menggunakan kekuatan menghilang, tapi juga mendeteksi jumlah dan orang-orang yang memiliki kekuatan dari dunia paralel. Aku mengangguk, memberi isyarat pada Seli, tugasku selesai. Kami pun pamit pulang ke rumah.
------------------------------------------------------------

Sudah dua hari aku mengawasi sensor yang terpasang di rumah Raib. Belum ada hal aneh yang terdeteksi. Raib berada dikamar, sedangkan salah satu sepupunya ada di dapur, dan satu lagi entah dimana. Saat ada orang masuk, sensor ku mendeteksi kalau orang yang baru masuk itu memiliki kekuatan. Aku bergegas menelpon Seli, dan untung saja dia langsung menjawab. Kami pun langsung meluncur ke rumah Raib.

Sesampainya di rumah Raib, aku lah yang mengetuk pintu, dan di buka oleh Ren. Aku yakin itu Ren karena sangat mudah membedakan mereka, Ren left-handed sedangkan Ron right-handed. Itu hal pertama kali aku perhatikan dari mereka berdua. Aku bertanya pada Ron dimana Raib, dan dia hanya mengangkat bahu sedikit. Aneh, biasanya dia langsung menjawab. Aku semakin yakin itu bukan Ron, karena dia menggunakan remote dengan tangan kiri.

"Ren, apa yang terjadi pada Ron? Dia aneh." Aku berbisik.

"Wah, kau dan Raib cocok sekali!" Katanya sarkas. "Tapi kau benar. Sejak pulang tadi, Ron bertingkah aneh." Katanya sambil berbisik.

Kami bertiga pergi ke dapur untuk berbicara tentang Ron. Kami duduk di meja makan. Aku pun memulai pembicaraan.

"Apa maksudmu dia bertingkah aneh? Yang kulihat dia memakai tangan kiri, padahal dia kan right-handed." Ucapku.

"Kau teliti juga, ya. Walau pun kau sangat berantakan." Kekeh Ren kecil. "Tapi kau benar, Ali. Ron memang right-handed. Tapi aneh saja dia tidak mau berbicara dengan ku sedikit pun. Apa aku membuatnya marah? Atau dia tidak mau berbicara dengan ku gara-gara aku memakan camilannya? Atau malah dia marah karena aku mengambil bola kesayangannya?" Kata Ren panik.

Aku mendengus mendengarnya. Aku yakin semarah apapun Ron, dia tidak mungkin mengabaikan kembarannya sendiri, kecuali.....

"Ren, tenang dulu. Aku punya firasat kalau dia bukan Ron yang asli. Tapi aku perlu membuktikan itu."

"Kalau dia bukan Ron, jadi siapa dia? Dimana Ron? Apa yang-"

"Sst, diam dulu, Ren." Aku menoleh ke arah ruang keluarga. "Aku tidak tahu siapa dia dan dimana Ron yang asli, tapi aku harus membuktikan dari mana dia berasal."

The light after the darkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang