Pagi ini, Safir tidak lupa menyimpan helm di tempat khusus di dekat parkiran, di sebuah bangunan kecil yang memang sengaja dibuat agar helm tidak terkena sinar matahari atau hujan. Jadi, semua murid tidak akan khawatir helmnya rusak atau repot-repot dibawa ke kelas.
Hari kedua Safir berada di SMA Nuansa Jaya, dan hari kedua di mana dia tidak menemukan banyak motor yang terparkir. Tampaknya murid yang bersekolah di sekolah swasta Bandung ini memang dari kalangan atas semua, wajar jika hanya deretan mobil mewah yang berjajar, atau diantarkan oleh supir pribadi. Rasanya seperti berada di Jakarta saja.
Safir sudah memasuki kelasnya di lantai tiga gedung bagian barat. Dalam perjalanannya dia melamun, Safir bingung, dia belum memiliki teman dekat dengan gender cewek di kelasnya sendiri. Seperti yang sudah diceritakan, mereka semua membentuk kelompok masing-masing hingga Safir tidak enak jika tiba-tiba bergabung. Bagusnya dia diajak langsung bukan? Tapi sampai hari ini, belum ada mengajaknya.
Saat ini langkah kaki Safir memutuskan membawanya ke dalam kantin yang belum ramai. Dia akan mengisi perutnya terlebih dahulu dibanding tidak sarapan sama sekali seperti kemarin. Lagi-lagi dia meninggalkan sarapan karena dia tidak akan menikmati sarapannya jika tidak ada teman. Lebih baik di sini, ada beberapa orang yang datang.
Safir membeli satu roti dan satu kotak susu murni lalu mendudukkan dirinya di meja paling ujung yang sebelumnya pernah dia tempati dengan kedelapan cowok yang salah satunya adalah Sean.
Di tengah keheningan Safir menikmati rotinya, tiba-tiba saja dia merasakan seseorang duduk tepat di samping kanan membuatnya segera menoleh dan menemukan cowok bermata sipit dengan lesung pipi yang dalam. Cowok itu tersenyum manis seperti kemarin lengkap dengan headband yang selalu dikenakan.
"Pilihan tepat lo duduk di sini." Cowok itu terkekeh saat Safir mengerjap di tempatnya. "Lanjutin aja makannya, gue gak akan ganggu. Kebetulan tiap pagi gue selalu ke sini, mau pesen arumanis."
Safir mengangguk-ngangguk dan mengalihkan pandangannya ke depan. Jika cowok itu setiap pagi ke sini dan duduk di meja yang sama, maka ... "Ini meja kalian berdelapan?" tanya Safir begitu dia menyadari sesuatu. Mungkin, kedelapan cowok itu sudah menetapkan tempat ini sebagai tempat mereka dan tak boleh ada yang menempati. Sekarang Safir seenaknya duduk di sana. "Maaf, aku pindah aja," ujarnya dan segera bangkit dari sana.
Tapi tangan Safir ditahan, cowok bermata sipit itu tersenyum lebar. "Gak masalah. Kemarin Harka udah ngizinin lo duduk di sini bareng kami, jadi gak papa."
"Harka?" Safir mengerutkan keningnya. Siapa Harka? Cowok yang mana?
"Lupa!" Cowok itu menepuk keningnya sendiri lantas terkekeh. "Kita belum kenalan. Gue Sam, lo siapa dan kelas mana?"
Safir menjulurkan tangan kanannya, membalas jabatan tangan cowok bernama Sam. "Safir, kelas 12 IPA 4."
"Oh?" Sam mengangkat sebelah alisnya, kemudian dia menarik Safir agar duduk kembali. "Lo satu kelas sama Jho. Nanti siang gue jemput ke kelas lo, biar lo kenalan sama Eight."
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT
Novela JuvenilPindah ke sekolah umum, Safir malah terjerumus pada sekumpulan cowok yang terkenal dengan nama Eight. Kedelapan cowok yang membuat perubahan pada diri Safir yang sebelumnya. "Nyari kebahagiaan bukan berarti harus ngemis." Disaat senja mulai menunju...