“Kamu mau putus?” tanyaku memberanikan diri menatap lekat tepat di kedua matanya. “Oke, kita putus.”
Dalam sekejap, pandanganku memburam. Garis bawah mataku terasa begitu lemah hanya untuk menampung genangan air yang mulai bermuara di sana. Aku tidak sebodoh itu. Aku tidak pernah suka menampilkan wajahku yang menyedihkan kepada seseorang, kecuali kepada Tia.
Aku menunduk sebentar, mengedip – ngedipkan mataku, agar buliran itu segera jatuh dan pergi menjauh dari mataku. Diam – diam, aku juga menelan air liurku yang terasa begitu pahit, padahal aku baru saja meminum minuman soda yang tadi sempat kupesan sebelum Geri datang. Bahkan, hanya menelan air liurku pun, aku merasa kesulitan, dadaku sesak, seperti tengah ditimbun dengan kapas dan ditekan sekuat – kuatnya.
Aku segera mengangkat kepalaku, berusaha keras menatap tepat pada setiap inci wajahnya yang sebenarnya sangat kurindukan. Walau aku tidak bisa menghindari, bola mataku pasti sudah memerah dan berkaca.
Aku tidak boleh menangis di depan Geri. Tidak boleh!
Aku tidak ingin terlihat lemah di depannya!
Hal yang pertama kali kulakukan adalah menarik napas yang cukup panjang, dan membuka ponselku untuk melihat jam. Aku sedikit terkejut karena melihat jarum jam yang seolah tidak bergerak sama sekali.
Aku tahu, Geri menyadari bahwa aku sudah tidak ingin berlama – lama lagi disini, tetapi dia tetap saja tidak melakukan apapun, bahkan setelah aku membalas ucapannya tadi.
“Aku mau pulang,” ucapku memecahkan suasana aneh yang sedari tadi datang menemani kami berdua. Aku langsung bangkit berdiri, dengan begitu tegak, seolah tidak terjadi apa – apa. “Kamu hati – hati, ya, dijalan.”
“Kamu gak mau dengar penjelasan aku dulu?”
Langkahku terhenti, sejenak aku berbalik, mencoba menatapnya dengan tenang. “Buat apa?”
Geri bergumam, memikirkan jawaban yang tepat. Geri menjadi seorang yang banyak bergumam kali ini. “Supaya kamu tahu alasan kenapa aku ngomong—“
“Emang dengan kamu jelasin semuanya, itu bisa buat kita balik, dan semua kembali baik – baik aja? Nggak, ‘kan?”
…
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kedua
Teen FictionCalista tidak pernah menyangka kisah percintaannya akan berakhir dengan tragis. Untuk pertama kali, Calista merasa patah sepatah - patahnya, remuk seremuk - remuknya. Calista tidak ingin mengenal cinta lagi! Calista tidak punya pilihan lain, selain...