Cerpen : Mulia Maulalathif
Sang mentari yang seharian tadi sibuk menyinari bumi nampaknya sudah ingin beristirahat, dia mulai meredup, merangkak perlahan menghilang di sudut barat, sementara sang rembulan sudah terlihat malu malu menampakkan tubuhnya, bersiap untuk menggantikan peran Sang Mentari. Inilah waktu Favorit aku, kerap kali senja datang, aku seperti terhipnotis untuk duduk menyaksikannya, sebuah simfoni alam kuasa sang Ilahi yang tak akan pernah ternilai harganya.
Ditemani oleh kicauan burung liar aku masih terdiam di sini, duduk di bangku kayu yang di letakan persis di bawah pohon Akasia, Bukit Pakar, inilah tempat Favorit aku sejak dulu, Dari bukit ini aku bisa melihat pemandangan kota Bandung yang terhampar luas, kota itu telah banyak mengubahku, dari seorang anak laki laki biasa kini telah bisa menjadi seorang Pria yang memiliki kehidupan sendiri.
Dan disini, salah satu tempat yang paling sering aku kunjungi di Kota Bandung ini, sebuah bukit yang berada di utara kota bandung, tempat dimana biasanya orang datangi untuk menghindari penatnya suasana kota, karena disini selain jauh dari hingar bingar kota juga bisa menikmati dinginnya angin gunung sambil melepas pandang melihat kota bandung dari ketinggian.
Memang tempat ini sudah jauh berubah dari tempat yang dahulu penuh di tumbuhi padang ilalang menjadi tempat yang di sesaki oleh jejeran Kafe dan Rumah Makan.
Namun itu tak mengubah aku untuk tetap menyukai tempat ini, bagaimanapun sudah beribu cerita yang terlanjur tercipta disini, dan cerita cerita itu takkan mudah untuk aku hilangkan dalam memori pikiran aku.
Sebuah untaian cerita panjang dimulai di tempat ini, persis 8 tahun lalu, dimana aku masih berjuang dengan tumpukan buku dan materi kuliah untuk mengejar gelar Sarjana Teknik.
Siang itu, selepas aku menyelesaikan kuliah pertamaku di awal semester ini, aku sengaja memburu Bukit Pakar, sekedar ingin menghapus penat hasil pelajaran Statistik tadi pagi.
Kupacu sepeda motor itu menuju sebuah bangku kayu dengan naungan pohon akasia di puncak bukit itu, tempat yang biasa aku datangi untuk lari dari semua masalah yang menimpaku, sekedar mendinginkan suasana.
Angin dingin menyambutku ketika aku parkirkan sepeda motorku di samping pohon akasia itu, sayang tempat itu tidak kosong, seorang wanita mengenakan seragam SMA lengkap sedang duduk sambil memandangi hamparan pemandangan di hadapannya, dan tak sedikitpun terusik akan kedatanganku di sana.
"Emh maaf boleh ikut duduk?"
Dia tampak memperhatikanku sejenak sambil menggeser posisi duduknya, memberikan aku ruang untuk berbagi tempat duduk dengannya.
"Sendirian?"
Wanita itu mengangguk pelan.
Kita terdiam lama, dia sepertinya masih asik memandang puluhan gedung yang terlihat jelas dari atas puncak bukit ini.
"Maaf ya?" Ucapku memecah hening, Sempat aku berfikir jika mungkin saja kehadiranku mengganggu aktivitasnya
"Maaf kenapa?"
"Kali aja kamu keganggu, aku pergi deh." Ujarku sembari hendak mengangkat tubuhku.
"Eh enggak apa apa lagi, maaf tadi aku diam, aku lagi nikmatin pemandangan di sini." Ujarnya sambil menahan aku untuk pergi.
"Ini tempat favorit aku dari kecil." Aku kembali ke posisi dudukku semula.
"Oh ya?"
"Iya... lagian aku sering banget ke sini."
"Wajarlah, disini emang oke banget kok. Emangnya ngapain Kakak sering ke sini?"
"Nyari inspirasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di Bukit Pakar (Cerpen)
Short StoryBukit Pakar, itu nama tempat ini, sebuah tempat eksotis di sisi kota Bandung yang sejuk. Ketika aku kecil, tempat ini masih sepi, namun kini, telah banyak berjejer warung yang menjajakan jagung bakar dan wedang jahe, buat siapapun yang ingin menikma...