20 - 21

18 0 0
                                    


Long time no see yaa..

Ada bagian paling menyenangkan dari sebuah perjalanan; Merindukan rumah untuk sebuah kepulangan atau hanya sekadar menyukai saat dimana kita akan bertemu lalu berpelukan. Pekan lalu, Minggu pagi. Suasana baru bagiku yang rasanya aku baru menyadari, saat ini, setelah sekian lama, menyandang gelar sebagai istri. Yaaa, kami berwisata ke salah satu pantai yang menyuguhkan pemandangan yang cukup bagus dan juga air yang membuat mata sulit berkedip. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi, ingatanku mengulang pada masa aku dan keluargaku melakukan perjalanan dan baba adalah sopirnya. Baba adalah sopir andalanku, superhero kebanggaanku dan pria pertama yang mencintai dan berkali-kali membuatku juga jatuh cinta padanya. Tapi, kini baba sudah tiada (Rabbirhamhuma kama rabbayani shogiro).

"dek kalau melewati jalanan di kota, kamu harus memperhatikan setiap rambu-rambu yang bertengger disana" kata ayah sambil terus menatap jalan sebab ia sedang menyetir.

"tapi ba, sulit adek memahaminya, palingan adek ikutin aja orang yang ada di depan. Alhamdulillah sampai kini belum pernah salah atau diberhentikan pak polisi karena melanggar rambu-rambu jalan yang ada"

Perjalanan yang cukup rutin kami lakukan setiap kali 'iedul Fitri tiba. Hari yang sangat kunanti-nanti juga. Kami mudik sekeluarga lalu berhenti di sekitaran kebun milik orang, lalu menggelar tikar disana dan makan bersama. Subuh sekali kami sudah berangkat, jangankan untuk makan, untuk mandi saja kami tidak sempat ahahaha. 

Sampai di depan gerbang tol Medan – Tj Morawa.

"kita mau dari jalan tol atau lewat jalan biasa saja"

Kulihat baba berbicara sambil meletakkan handphone di telinganya, itu pertanda baba sedang menelfon abangku nomor tiga.

"kita lewat jalan biasa aja lah yaa, masih sunyi kok. Kan ini masih pagi juga" jelas baba.

Sepanjang jalan ada yang berdiam dan memperhatikan jalan, adapula yang sibuk mencari makanan dan ada juga yang matanya selalu terpejam tapi tidak dengan ku. Aku sibuk memperhatikan apa saja yang di pegang dan di pijak baba saat mengemudi, saat memberhentikan mobil, memasang lampu sen, menyalakan lampu kota, dan lain sebagainya. Aku kerap sekali memperhatikan baba, tidak hanya saat menyetir mobil, saat mengendarai motor berdua pun aku juga memperhatikannya. Itu mengapa aku bisa mengendarai motor walaupun tidak ada yang mengajari, cukup mengejutkan untuk sebagian keluarga jika melihatku mendadak bisa mengendarainya.

Tapi, diperjalanan kali ini aku tidak melakukan kebiasaan itu lagi. Sebab orang yang berada di depan bangku kanan bukan lagi pria yang membuatku jatuh cinta berkali-kali dan selalu mencintaiku. Kali ini aku berada di mobil yang berbeda, lokasi yang berbeda, dan dengan orang yang berbeda pula. Hal itu pula yang membuat ku tersadar, bahwa kali ini aku bukan lagi wanita yang kemana-mana sendiri, atau menyiapkan perbekalan hanya untuk seorang diri, sejak juli tahun lalu aku sudah menyandang gelar sebagai seorang istri.

Tak henti menatap setiap apa yang kami lewati, mataku sama sekali tidak ingin mengarah pada bangku kanan bagian depan, karena itu menjadi salah satu kelemahan ku saat ini. Terlebih lagi mengingat banyak sekali rencana-rencana yang sudah aku tulis untuk aku lalui bersama baba dan umi. Tapi lagi-lagi, kita hanya manusia yang bisa berencana dan yang punya ketatapan tetaplah Allaah ta'ala. Dua minggu setelah menikah baba pergi meninggalkan kami semua, bukan untuk beberapa hari, tapi selamanya. Semoga surga menjadi sebaik-baik tempat untuk bertemu,nanti. Tahun lalu,2020, lewat begitu saja bagiku, malah banyak sekali rasanya hantaman yang rasanya kaki tidak lagi menginjak bumi, sedikit berlebihan tapi kenyataannya begitu.

Melewati beberapa bulan, tahun baru menyapa dengan semangat baru. Terlebih kini sudah masuk bulan Maret, dan sebentar lagi kita akan berada di bulan yang syahdu; Ramadhan.

Terkadang kita merasa hantaman kehidupan terlalu berat hanya pada diri kita, padahal banyak sekali yang merasakan pilu yang sangat pilu tapi dia masih bisa berdiri tegar menghadapi dunia yang fana dan nyata.

Terkadang kita merasa bahwa apa yang menghampiri kita sudah pasti milik kita, kita lupa bahwa sewaktu-waktu semua bisa hilang begitu saja dengan izin Allah ta'ala.

Terkadang kita melihat hidup orang lain begitu bahagia, tanpa sepengetahuan kita orang lainpun melihat hal yang serupa pada diri kita.

Suatu hari di teras rumah saat aku sedang duduk berdua dengan kakek, beliau selalu berkata "hidup ini sawang sinawang dek. Kadang kita melihat hidup orang enak dan orang lain pun melihat hidup kita enak. Padahal yang perlu ditambah itu syukurnya, bukan malah sibuk melihat-lihat pencapaian orang lain."

Terlebih lagi umi selalu memberi nasihat "jangan sampai hari-harimu berlalu tanpa melakukan kebaikan, jangan sampai pula tahun berganti tapi kebencian tak kunjung henti ketika melihat apa-apa yang sudah berhasil orang lain raih."

Hari ini aku sadar, seringnya juga disadarkan dengan ia yang mendampingiku kini "hidup di dunia ini bukan untuk selamanya. Dunia ini bukan kampung halaman kita. Ambil apa-apa yang ada di dunia ini seperlunya untuk memenuhi kebutuhan kita, tapi ambil seluruhnya dari dunia ini untuk akhirat kita, harus diingat setiap apa yang masuk kedalam tubuh dan keluar dari kita pastikan caranya baik dan halal saat memperolehnya."

Tambah lagi saat aku membaca buku tentang sahabat Nabi Salallaahu 'alaihi wa sallam, Ubay bin ka'ab radhiallaahuanhu beliau berkata bahwa "di dunia ini ada kebutuhan dan perbekalan kita menuju akhirat dan di dunia ini pula ada amal perbuatan kita yang akan mendapat balasan  di akhirat."

So gaisss, jangan sampai kita melewati tahun ini dengan sia-sia. Aku sendiri cukup menyesali telah melewati 2020 dengan begitu saja. Ahhhh, time flies so fast. Fiuhhhhhhh

Sampai ketemu di cerita selanjutnyaa 😊 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

30 Hari BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang