"Eiji!"
Eiji terbangun. Ia membuka mata perlahan. Sinar matahari yang silau merembes masuk ke dalam matanya. Yang dilihatnya saat ini furnitur rumah yang mewah. Ia juga terbangun di kasur yang sangat empuk, kasur lamanya.
"Eh?"
Eiji kini linglung. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan melihat ayahnya sedang menatapnya.
"Ayah?" tebak Eiji. Ayahnya mengangguk.
Tapi Eiji masih belum berpikir jernih sekarang. Ia seharusnya terbangun di gua, bukannya di kasur yang empuk. Eiji bahkan terbangun di kamar mewahnya yang ditempatinya saat masih SMA.
"Jangan melamun terus! Ayo cepat persiapkan dirimu untuk pergi ke sekolah!" Tuan Hino alias ayahnya menepuk-nepuk pundak Eiji yang semakin bingung.
"Sekolah? Tapi aku sudah berumur 21 tahun. Aku juga sudah mulai bekerja. Aku seharusnya berkeliling dunia saat ini. Mengapa aku berada di sini?" tanya Eiji pelan.
Tuan Hino yang mendengar itu terdiam, menghela napas kasar. Ia lalu terkekeh.
"Mimpi apa tadi semalam, Nak? Kau masih bingung. Umurmu masih 17 tahun. Kau akan pergi ke sekolah baru sekarang. Aku membangunkanmu untuk memberikan uang saku. Sekarang, cepat pergi mandi dan sarapan!" titah Tuan Hino.
Eiji yang masih bingung, terpaksa menuruti perintah ayahnya itu. Tuan Hino menepuk pundak Eiji, lalu pergi keluar. Tuan Hino berprofesi sebagai politikus sukses, ia memiliki kesibukan yang luar biasa. Tetapi kali ini ia menyempatkan memberikan uang saku secara langsung pada putra semata wayangnya.
Eiji beranjak bangun. Ia mengedarkan pandangannya pada kamar lamanya yang sangat mewah. Eiji sebenarnya tidak mau bergantung pada ayahnya, dan menurutnya kamar mewah ini terlalu berlebihan. Ia baru melepaskan semua kemewahan ini untuk melangkah ke hidup yang lebih sederhana (tetapi lebih terlihat miskin) pada umur 20 tahun setelah mengunjungi krisis ekonomi di Afrika bersama kakeknya. Tetapi kini umurnya masih 17 tahun, dan ia tetap tidak mengerti apa yang terjadi.
"Aku ... menjadi lebih muda?" gumamnya pelan. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak larut dalam pikiran dan segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Mau bagaimana pun, hidup harus tetap dijalani.
~~~
"Selamat pagi, Tuan Muda." Beberapa pelayan di rumah mewah Eiji menyapanya dengan sopan santun.
"Aah ... pagi juga." Eiji membalas dengan kikuk, ia membungkukkan tubuhnya sedikit.
Walaupun Eiji tidak asing dengan suasana dan kondisi rumah mewah ini, tetapi tetap saja melihatnya kembali dengan tiba-tiba terasa begitu aneh. Apalagi, Eiji melihat para pelayan yang 4 tahun lebih muda daripada waktu kemarin. Aneh saja melihat Arisa-san- salah satu pelayan Eiji-yang masih bekerja. Padahal di waktu yang seharusnya, ia sedang cuti hamil.
"Tuan Muda, ayo masuk ke dalam mobil," titah seorang pelayan sopan. Eiji mengangguk kikuk, lalu menuruti perintah pelayan itu masuk ke dalam mobil yang sangat mewah.
Tak lama, mobil yang dijalankan berjalan kencang. Eiji menikmati pemandangan di dalam mobil lewat jendela. Ah, rasa rindu tersirat di hati Eiji. Ia rindu bersekolah. Mungkin tak ada salahnya jika ia kembali mengulang semua ini. Toh, jika waktu kembali berulang, Eiji setidaknya bisa menghabiskan waktu bersama dia sebelum dia meninggalkan Eiji selama-lamanya. Eiji juga bisa sempat menyelamatkan Ruu—sahabat kecilnya yang mati akibat peperangan. Sepertinya pengulangan waktu ini tidak terlalu buruk bagi Eiji. Dan Eiji akan menikmatinya.
"Tuan Muda, kita sudah sampai," ucap sopir.
"Ah, ya. Terimakasih banyak." Setelah Eiji membungkuk dengan penuh sopan santun dan masih terkesan kaku, ia melengos pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
FanficEiji Hino, seorang pemuda biasa yang dapat hidup hanya dengan bekal celana dalam dan uang recehan. Tiba-tiba ia terbangun pada saat dimana ia menikmati masa-masa SMA-nya. Hina Izumi, seorang wanita cantik yang bermimpi menjadi seorang desainer. Tiba...