Nama "Saloka" memang tidak mencerminkan kualitas pribadinya, namun memiliki nama yang bagus akan membantu seseorang menjadi lebih percaya diri, dan lebih bersemangat untuk menjadi pribadi yang positif, serta selalu berusaha agar hidupnya dapat bermanfaat untuk banyak orang.
Kepribadian ini bukanlah penentu kepribadian sebenarnya. Ada banyak hal lain yang menentukan sifat dan kepribadian seseorang. Yang tak lain pada Saloka Haiden.
Untuk "Haiden" sendiri. Nama itu memiliki pengertian yang cukup baik dengan arti kuat. Sama seperti sifat Saloka saat ini. Walau takdir seperti mempermainkan alur hidupnya dengan begitu pelik ini berusaha tetap tangguh.
Saloka hanya seorang laki-laki biasa yang menutupi segala masalah yang ia punya dengan bersikap dingin. Dia bukan seorang anak genk ataupun pemilik yayasan seperti yang sering tertulis dalam sebuah karya penulis.
Karena apa? Ini adalah kisah hidupnya yang menyedihkan. Bukan karakter tokoh dengan banyak keistimewaan dan ditulis sesuai kemauan penulis.
Setiap kali ia melangkah melintasi arah menuju takdir banyak rintangan yang diputar balikan agar ia tetap jauh dan tidak akan bisa merubah takdir.
Dia pernah berfikir untuk apa dirinya hidup, jika di dunia dia hanya sebagai seorang yang selalu kesakitan. Ternyata memang benar, dia hanya lelaki menyedihkan yang hidup tak berguna di dunia.
Jika terdapat pilihan bahagia dan menyedihkan ia dengan senang hati hanya akan memilih bahagia. Namun itu semua hanya bukan kenyataan. Rasanya seperti ingin tertawa hambar melihat penderitaan diri sendiri.
"Abang keluar. Kenapa lama banget di dalam kamar mandinya. Ga kenapa-napa kan bang?" Pertanyaan terus menerus keluar dari seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah bunda Saloka bernama Ririn.
Ketukan pintu beruntun dan ucapan bundanya menghentikan lamunan Saloka yang sedari tadi berada di depan cermin kamar mandi. Dengan cepat ia membasuh wajahnya dan membersihkan sisa air dengan kain. Dia mendongak menatap wajah miliknya dengan tatapan sayu.
Sedikit pucat dengan bibir mengkerut lah yang dapat ia lihat. Beberapa kali Saloka menghembuskan nafas beras sebelum keluar dari kamar mandi.
Cklek
"Ga papa kok bunda, tadi bang Alo kebelet jadinya lama deh," alibi nya saat sudah keluar dari kamar mandi.
"Abang tidak berbohong kan sama bunda?"
"Iya bunda abang beneran," Saloka berusaha menyakinkan sang bunda.
Sebenarnya Ririn tau jika anak sulung nya sedang berbohong. Sedih rasanya melihat anak pertama nya ini harus berjuang menahan rasa sakit sedari kecil.
Ia menganggukkan kepala memberi tanda bahwa ia percaya dengan ucapan Saloka. "Ya sudah, Abang ke bawah kita makan malam. Adek sama ayah udah nunggu."
"Iya bunda Ririn yang paling cantik." Setelah mengatakan pujian pada bundanya. Saloka berjalan dahulu meninggalkan Ririn yang masih berdiri di dalam kamar miliknya.
Setetes air mata Ririn terjun bebas tanpa diminta saat Saloka pergi dari kamar beberapa menit lalu.
"Maafin bunda ya bang. Bunda belum bisa bikin bang Alo bahagia kayak anak-anak seusia Abang. Bunda bakal tetep usaha cari yang terbaik buat kesehatan Abang," lirih Ririn.
Kenapa takdir begitu kejam dengan hidup Saloka anak sulungnya, tuhan? Kenapa harus anaknya? Lebih baik dirinya dari pada sang sulung yang baru di masa pertumbuhan harus merasakan berjuang keras dalam hidup, batin Ririn menahan isak tangis.
Nyatanya kita hanyalah manusia yang sudah diatur tuhan dalam setiap langkah dengan rancangannya. Sulit bagi seorang manusia merubah rancangan tuhan karena apa? Kita juga ciptaannya. Bukan atasannya yang dengan seenaknya dapat merubah susunan itu dengan kehendak sendiri.
🍃
Gimana? Ada nyesek2 nya ga? Ga pandai bikin sedih orang. Lebih suka liat orang sedih canda sedih:)
KAMU SEDANG MEMBACA
SALOKA
Teen FictionTerkadang takdir bermain tanpa menghiraukan pemeran utama. Berjalan dengan mempersulit suasana, menata sedemikian rapi tanpa celah. Membuat tumbuh sedikit rasa putus asa dan lelah dalam kehidupan. "Gue memang lagi berada dalam permainan takdir. Dia...