Hari ini sama seperti biasa. Hawa sejuk menghiasi udara pagi. Aktivitas manusia normal. Melakukan kegiatan sesuka hati.
Saloka masih bergelut dengan mimpi. Malas rasanya bangun jika ia tetap merasa suramnya dalam hidup. Tanggal, bulan, dan tahun terus berganti namun takdirnya tetap sama, tanpa tergores sedikitpun alur nya agar ia bisa mencari celah untuk merubah.
Cahaya yang merambat lurus dari tuan mentari menyambut wajah Saloka. Membuat dirinya terusik. Kantuknya masih, namun ia harus bangun untuk sekolah. Karena tugas seorang pelajar yaitu mengemban ilmu. Sebisa mungkin ia beraktifitas seperti anak-anak lain walau terkadang rasanya begitu sulit.
Lelaki ini tipikal penyuka rapih. Ia tidak suka barang-barang nya ataupun yang ia lihat berantakan tak terurus. Jika dilihat jarang ada lelaki telaten. Tapi buktinya Saloka termaksud salah satunya tipikal itu. Tangannya dengan sigap merapikan area tidur. Menelisik mana yang masih tercecer.
Matanya berhenti pada noda merah yang menempel di bantal. Sudah ia duga setiap paginya akan seperti ini.
Tangannya mengusap bagian bawah hidung secara perlahan. Yang awalnya bersih kini menjadi terkena cairan darah kental.
Inginnya ia mati saja tapi kenapa begitu sulit? Seperti Tuhan tidak merestui ia mati secepat ini. Seakan tuhan begitu menikmati bermain dengan hidupnya.
Buru-buru ia membersihkan diri dan merilekskan pikiran untuk melupakan sejenak pemikiran yang hanya akan membuat dirinya lebih drop.
🍃
Langkah tegap Saloka dan auranya yang dingin hanya tipu muslihat saja. Orang lain saat melihatnya akan beropini bahwa hidupnya enak, tanpa serba kekurangan. Tapi itu salah karna itu semua bohong.
Kalaupun ada nominasi manusia pembohong nomer satu, pasti akan jatuh pada Saloka.
Manusia sekarang itu bagaikan melihat Goa tanpa masuk. Mereka melihat hanya dalam satu sisi. Tanpa mau melihat bagaimana keadaan dalamnya. Goa dari luar memang terlihat utuh namun dalamnya hanya beberapa batu yang menyanggah agar tetap terlihat kokoh. Sama halnya dengan Saloka. Diluar lelaki itu terlihat begitu sempurna namun dalamnya ia sangat rapuh.
Ada halnya manusia itu berbeda terkadang mereka lebih mengumbar derita dengan bercerita kepada orang terpercaya agar ia merasa lega namun hal itu bisa menjadi boomerang pada dirinya karena privasi miliknya sudah diketahui orang lain. Dan ada pula yang lebih merasa tenang memendam semua derita yang ia punya tanpa ada yang tahu penderitaan yang ia rasa.
"Bro tumben lo baru dateng," tepukan bahu salam sobat itu ternyata Gavin pelakunya.
"Hem."
"Ya elah Lok. Lo ga bosen apa jawabnya ham Hem doang. Ga mau ganti jadi iya, hooh, gitu," ucap Gavin kesal.
"Harus?" Balas Saloka singkat. Jawaban dari lelaki ini memang kadang membuat Gavin kesal. Bagaimana tidak dia sering berbicara panjang kali lebar mencari topik untuk dibicarakan dan jawaban nya hanya satu kata paling mentok enam kata yang akan dilontarkan. Sabar. Yang sabar disayang Ariana Grandee, motto Gavin. Dan satu poin lagi nyari topik itu tidak semudah yang kita kira.
"Bodo amat Lok. Bodo. Gue ga mau urus."
"Siapa suruh," sudah sampai di ubun-ubun emosi Gavin mendengar jawaban Saloka. Susah rasanya menghadapi titisan tembok. Tidak mau memperpanjang topik ini Gavin mengganti topik lain. Satu hal untuk saat ini. Capek.
"Udah tau Saloka kalau jawab bakal kayak gitu. Malah lo suruh ganti. Ya dianya ogah," ujar Raden yang sedari diam melihat keduanya berbicara panjang. Ralat, hanya Gavin lah yang berbicara panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALOKA
Teen FictionTerkadang takdir bermain tanpa menghiraukan pemeran utama. Berjalan dengan mempersulit suasana, menata sedemikian rapi tanpa celah. Membuat tumbuh sedikit rasa putus asa dan lelah dalam kehidupan. "Gue memang lagi berada dalam permainan takdir. Dia...