Part 2

76.2K 2.1K 73
                                    

Nicholas meminum susunya lewat dot kecil yang sudah Delia sediakan. Anak itu sudah mulai pandai bicara dengan lancar. Ia juga sudah bisa menyebutkan berbagai jenis hewan dan juga suaranya.

Anak itu duduk di kereta bayi sambil memeluk boneka macan kecil kesayangannya. Itu adalah hadiah pertama yang Delia berikan ketika ia berumur 2 tahun. Sejak saat itu, Nicholas tidak akan bisa tidur tanpa boneka kecilnya itu.

"Mama, macan suaranya gimana?"

"Huaaaa... " jawab Delia spontan sambil menggelitik perut anaknya. Nicholas tertawa geli khas anak kecilnya.

Jika dilihat oleh sebagian orang, mungkin mereka lebih pantas disebut kakak-adik daripada ibu dan anak.

"Kalau kucing? Miaww kan?"

"Kalau nyamuk yang biasa gigit Nicho gimana?"

"Ngungggg... " Jawabnya sambil. memonyongkan bibir. Delia sungguh gemas dengan ekspresi putranya tersebut.

Delia pun akhirnya memilih singgah di taman tersebut untuk mencari udara segar. Nicholas terlihat bahagia melihat teman sebaya disana. Ia terus memandangi mereka, namun enggan untuk ikut bermain. Yang ia lakukan hanya duduk dipangkuan ibunya sambil meminum susu.

"Semoga mama cepet dapat pekerjaan ya sayang." Lirih Nadine sambil mencium Nicholas.

Barusaja ia berbicara seperti itu, ponselnya berbunyi. Ia langsung mengangkat begitu melihat nomor asing menelfonnya. Siapa tahu itu panggilan pekerjaan kan?

"Hallo... "

"*****"

"Jadi saya di terima?"

"****"

"Saya siap bekerja kapan saja!"

Delia mematikan ponselnya dengan berkaca-kaca. Ia di terima? Itu benar-benar suatu anugrah, meski hanya menjadi seorang pembantu. Setidaknya gaji yang ia dapatkan lebih besar dari pada menjadi pelayan cafe.

"Itu pasti rejeki kamu kan sayang?" Bisik Delia sembari mencium putranya berkali-kali. "Mama janji akan bekerja keras untuk kamu. Mama akan belikan mainan yang banyak." Lirihnya dengan air mata yang berjatuhan.

Sesungguhnya jika boleh jujur, Delia sangat takut menghadapi hidupnya sendirian. Delia takut akan hari esok yang akan ia dapati. Ia hanya hidup sendiri tanpa siapapun untuk bersandar.

Hanya ada Nicholas di sisinya. Andai saja ia menjalani masa mudanya dengan baik. Andai mamanya masih hidup. Ia pasti tidak akan bernasib seperti ini.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada pilihan lain selain menelannya.

****

Sean melonggarkan dasi dan kerah kemejanya begitu sampai rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sean melonggarkan dasi dan kerah kemejanya begitu sampai rumah. Ia merebah di sofa untuk melepas lelah setelah seharian beraktivitas.

Sean memandangi sekeliling. Rumahnya besar dan mewah. Pekerjaanya lancar, uang berlimpah-limpah di kehidupannya. Namun untuk apa itu semua jika anak saja ia tak punya?

Padahal Sean sangat ingin melihat anaknya berlarian di rumah. Bermain-main dengan begitu heboh, dan bercerita ini dan itu kepadanya. Sean sungguh ingin memiliki anak!

"Sayang?" Panggil Sarah sambil membawakannya secangkir teh hangat. Sean menerimanya dengan senang hati.

"Hmmm."

"Kamu tahu aku bakal ada syuting di luar negri kan? Kamu udah dapat maidnya?"

"Udah sayang." Sean masih bersikap lembut meski sebenarnya muak. Istrinya adalah artis papan atas. Ia tahu itu dari awal. Dulu Sean pikir istri yang cantik adalah segalanya. Tapi ternyata ia salah.

Lihat saja sekarang. Istri cantik dan artis papan atas itu selalu meninggalkannya sendirian. Sarah juga tidak memikirkan anak sama sekali. Sarah sangat acuh. Entah sampai kapan pernikahan ini akan bertahan.

Bahkan Sarah tidak mau rahim dan kandungamnya diobati. Sarah lebih memilih mandul dari pada memiliki anak. Ia takut tubuhnya rusak atau gendut. Sekali lagi. Dia artis papan atas.

"Hati-hati ya? Udah di siapin semuanya?"

Sarah mengangguk sambil beranjak duduk di pangkuan Sean. Memeluk suaminya dengan cinta, lalu mencium bibirnya mesra.

"Maaf aku ninggalin kamu lagi. Besok aku interview maidnya dulu ya? Aku mau pastiin dia bisa jagain kamu dan siapin kamu makan selama aku syuting di luar negri."

"Iya. Kamu nggak ada niatan berhenti jadi artis?"

"Sayang, kita udah bahas dari awal menikah kan? Aku enjoy menjalani kehidupanku. Aku suka menjadi artis! Aku nggak bisa berhenti!" Ujarnya menggebu.

"Iya, iya. Aku ngerti." Potong Sean sembari memeluknya. Sean malas berdebat. Biarlah, biarlah semua berjalan dan mengalir seperti air.

Ngomong-ngomong soal maid, Sean jadi nggak sabar ingin segera bertemu. Apakah benar dia wanita tiga tahun lalu?

Beautiful DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang