Mon Amour

36 13 2
                                    

Lionel menepati janjinya, sepulang bekerja Ele mendapatkan Lionel sudah menunggunya di depan rumah. Senyuman Lionel membuat Ele lupa akan penatnya hari ini. "Kamu menungguku? Sejak kapan?" tanya Ele tak enak hati.

"Ya. Aku menunggumu. Bukankah besok kamu libur?" tanya Lionel

"Ya," ucap Ele sambil menyambut uluran tangan Lionel yang membimbingnya masuk kedalam kereta kuda.

Perjalanan mereka terasa begitu singkat, banyak cerita yang mereka bagi sepanjang perjalanan. Selene mulai terbiasa dengan kebersamaan mereka. Namun, tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya. Sepasang mata yang saat ini terbakar api cemburu, terlebih Ele tanpa banyak basa-basi menuruti Lionel masuk kedalam kereta kuda lalu pergi. "Siapa laki-laki itu? Ada hubungan apa dia dengan Selene?" geramnya kesal. Edmund hanya bisa memandang kepergian Ele dan Lionel dengan mata merah penuh amarah.

Edmund memerintahkan seseorang mengejar dan mengikuti kemana Ele pergi, tapi pengawal Lionel lebih dulu menghentikannya sehingga orang suruhannya pulang dengan tangan kosong. Tak terima dengan semua ini Edmund memerintahkan untuk mengawasi rumah Ele. Dia tak ingin kehilangan hati gadis yang di pujinya tapi api cemburu membutakan matanya, dia jadi begitu liar dan membabi buta.

Di sana, di saat yang sama, Ele dan Lionel sedang menikmati kebersamaan mereka. Lionel mengajaknya pada sebuah perjamuan kelas atas. Semua mata memandang penuh tanya pada gadis yang datang bersama Duke Monteith. Antara rasa ingin tahu dan iri hati, maklumlah, banyak gadis yang memimpikan bersanding dengan Duke muda itu. Seolah tahu apa yang di rasakan Ele, tangan Lionel menggenggam erat tangan Ele. "Tenang saja. Aku ada di sini. Tidak akan ada yang berani menekanmu selama aku masih ada," ucap Lionel.

"Aku tak terbiasa dengan keadaan ini. Semuanya terasa asing. Aku takut, Lionel," ucap Ele.

"Kamu ingin kita pulang?" tanya Lionel.

"Ah, bukan itu maksudku. Acara ini mungkin penting untukmu, aku tak ingin merusaknya," ucap Ele.

"Tidak! Ini hanya perjamuan bisa. Tak terlalu berpengaruh untukku, jika memang kamu mengingjnkannya, kita akan pulang sekarang." Lionel menatap Ele dengan penuh kasih. Senyuman manisnya tak pernah lupa terukir di bibirnya. "Iya, kita pulang saja," lanjut Ele.

Lionel mengulurkan tangannya lalu menggenggam tangan Ele dan meninggalkan aula pesta. Dalam kereta kuda mereka tak banyak bicara. Selene meniti lagi saat pesta berlangsung tadi, saat Lionel mengajaknya berdansa, saat tangan lembut Lionel merengkuh pinggangnya. Semua mata memandang pada mereka. Sempat ada rasa gentar di hatinya, tapi senyuman Lionel mampu meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja. Perasaan apa ini? Aku tak yakin dengan hatiku ini. Namun, ini sangat membuatku tak nyaman. Perasaan yang berbeda dengan perasaanku terhadap Edmund. Tidak! Jangan bodoh kamu, Ele. Edmund pun tak pantas kamu hayalkan apalagi Lionel yang seorang Duke. Berhentilah bermimpi, gumam Ele dalam hatinya.

Tanpa dia sadari sedari tadi Lionel memperhatikan dirinya, Lionel tertawa kecil melihat macam-macam perubahan ekpresi Ele yang duduk di hadapannya. "Kamu lucu sekali. Ternyata wajahmu bisa menunjukkan berbagai ekspresi lucu. Aku suka melihatmu seperti itu," ucap Lionel.

"Kamu mengejekku?" Bibir Ele membulat, dia mulai sebal dengan ejekan sang Duke. Hal itu malah membuat Lionel tertawa lepas, kali ini dia tak bisa mengontrol dirinya. Ele makin memerah, sadar kalau Ele kesal di buatnya, Lionel mengambil surai indah Ele yang tergantung indah dengan warna pirang keemasan. Sama seperti warna rambutnya. Dengan lembut Lionel mencium ujung surai Selene, sambil meminta maaf. "Maafkan aku, Nona. Aku tak bermaksud mengejekmu. Hanya saja aku suka melihatmu seperti tadi. Sederhana tapi penuh dengan kejujuran."

***

"Menginaplah malam ini di sini. Besok pagi-pagi sekali aku akan mengantarmu pulang," pinta Lionel.

Aime La Lune (Kisah Cinta Sang Bulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang