Misteri Tapal Batas

17 9 4
                                    

Hari ini adalah hari keempat belas bulan Pebruari. Tepat di mana Selene berulang tahun. Artinya juga sudah lebih satu tahun dia meninggalkan perkebunan, dia sangat merindukan tempat itu. Tempat di mana dia di besarkan, suasananya, kehangatannya dan juga sahabatnya Alice. Pagi-pagi sekali, seperti biasanya, Selene sudah bangun dan membersihkan diri. Dia ingin meminta izin pada Lionel untuk bisa pergi mengunjungi Bournemouth, dan bertemu dengan Alice. Saat sarapan Ele bertemu dengan Lionel, mereka tak selalu sarapan bersama, tapi Lionel selalu menyempatkan diri untuk makan malam bersama Selene.

"Lionel," panggil Ele agak berhati-hati.

"Hmm," jawab Lionel sambil mengunyah sarapannya. Matanya menatap pada Ele yang duduk di sisi kirinya.

"Boleh ... aku minta sesuatu padamu?" tanya Ele lagi.

"Katakan!" titah Lionel.

"Aku ingin pergi ke Bournemouth, aku rindu suasana di sana. Aku ingin bertemu dengan sahabatku Alice. Boleh aku kesana, Lionel?" pinta Selene sopan.

Sejenak Lionel terdiam, Bournemouth, itu adalah wilayah tenggara kekaisaran di mana terdapat perkebunan gandum terbesar milik Baron Burke. Dia tak ingin mengekang Ele, toh selama ini Ele begitu penurut, dia tak pernah minta apapun darinya. Namun, dia agak khawatir jika harus membiarkan Ele pergi seorang diri ketempat yang jauh itu. Walaupun hanya butuh satu jam dengan naik kereta kuda. "Apakah harus hari ini?" tanya Lionel.

"Ya. Karena hari ini istimewa buatku." Selene meletakkan sendok dan garpunya di atas piring. "Ada orang penting yang harus aku temui di hari ini," lanjutnya.

"Orang penting?" tanya Lionel.

"Ya," jawab Ele singkat.

Lionel terdiam. Tak lama dia memanggil Ernest untuk memberitahu sekretaris pribadinya agar menunda semua jadwalnya hari ini. "Tentunya kamu tak keberatan jika aku pergi bersamamu, bukan?" pinta Lionel. Wajah Selene berubah cerah, dia mengangukkan kepalanya. Tak masalah jika memang Lionel ingin menemaninya. Yang terpenting Lionel mengizinkannya untuk pergi ke Bournemouth.

Setelah persiapan selesai, Lionel mengulurkan tangannya saat Selene hendak naik kereta kuda. Mereka duduk berhadapan. Diam-diam Lionel memperhatikan paras Selene yang begitu ceria dan berbinar. Harsa yang di tunjukkan Ele pagi itu mengukir sebuah senyuman di bibir Lionel. "Kamu senang?" tanya Lionel.

"Ya. Aku senang sekali. Terima kasih," ucap Ele ceria.

"Aku ikut senang jika kamu senang, Sayang," sambung Lionel sambil mencium ujung rambut panjang Selene.

Mereka tiba di Bournemouth sebelum makan siang, tempat pertama yang dia kunjungi adalah rumahnya dahulu. Ele tak mendapatkan apapun di sana. Semua sudah rata dengan tanah. Bahkan puing-puing rumah tersebut sudah di tumbuhi ilalang liar dan belukar. Ele tak mendapatkan jawaban dari apa yang dia saksikan saat ini. Langkah kakinya menuju suatu tempat, melewati lorong sempit yang berujung pada sebuah tanah lapang, dari sana mereka berjalan sekitar sepuluh menit. Saat ini yang ada di hadapannya adalah sebuah komplek pemakaman tua yang nyaris tak terawat. Lionel hanya diam, dia menaburkan pandangannya ke setiap arah di areal pemakaman. Pemakaman? Untuk apa dia kesini? tanya Lionel dalam hatinya.

Ele berlutut di hadapan sebuah makam, pada nisannya tertulis 'Rosie Huntington' mantan pelayan keluarga Burke yang mengangkatnya sebagai anak. Orang yang sangat berjasa bagi Selene selama ini. Dengan khusuk Ele berdoa di depan makam itu, Lionel pun ikut berlutut di sebelahnya, dia turut mendoakan pemilik nisan tersebut. Rosie Huntington, siapa perempuan ini? Sepertinya aku pernah mendengar nama ini, batin Lionel.

Selene bangkit di bantu oleh Lionel. "Siapa dia, Sayang?" tanya Lionel.

"Dia ibu angkatku. Dia yang mengasuhku dari bayi. Dia juga yang memberiku nama 'Selene'," ucap Ele.

Aime La Lune (Kisah Cinta Sang Bulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang