Renjana Kudus

27 7 6
                                    

Damai itu tak selalu membias pada sesuatu yang mewah, dalam kesederhanaan saja sudah cukup membuat Selene memeluk erat harsanya. Terlebih lagi, Lionel lebih memanjakan sang adik saat ini. Semua kemewahan di berikan untuk Selene, seolah-olah ingin menebus semua lara yang pernah ada. Malam ini, setelah makan malam, George menepati janjinya. Dia datang ke ducchy Monteith untuk menjelaskan semuanya. Bahkan dia membawa bukti baru. Selene duduk bersisian dengan Lionel, sementara George duduk di hadapan mereka. Wajah George terlihat santai, tapi tatapan matanya selalu siaga, khas seorang detektif yang awas dengan segala kondisi. "Selamat malam, Yang Mulia dan Nona Selene. Senang bisa melihat Anda berdua berdampingan seperti ini," sapa George saat duduk di hadapan keduanya.

"Terima kasih kamu mau datang, George. Aku berhutang budi padamu," puji Lionel.

"Anda terlalu melebihkan, Yang Mulia. Saya hanya melaksanakan tugas saya." George sedikit membungkukkan badannya sopan. Ketiganya bersiap mengatur nafas dan hati masing-masing, George sudah siap memaparkan hipotesanya, dan kakak beradik Monteith pun siap mendengarkan. "Apa saya bisa memulainya, Yang Mulia?" tanyanya George sopan.

"Silakan," jawab Lionel.

***

Tujuh belas tahun lalu saat suasana mulai genting dengan rumor bahwa ada salah satu kesatria kekaisaran yang berkhianat, sang Kaisar sendiri mengetahui siapa orang tersebut. Beaufort de Chalidren seorang kesatria dari pasukan pengawal kaisar yang paling setia dan di anggap sebagai pahlawan perang saat perang suci kekaisaran. Dia menikah dengan seorang perempuan suci bernama Adeline Camille von Chielard, dara jelita dari kerajaan tetangga yang saat itu sedang dalam sengketa dengan kekaisaran. Kesalahpahaman itu membuat kedua negara adijaya itu bertikai dan Beaufort yang menikah dengan salah satu keluarga kerajaan tetangga di anggap penghianat.

Saat itu Adeline baru saja melahirkan seorang bayi perempuan, anak ketiga mereka baru berumur empat puluh hari saat perang besar meletus. Sebagai seorang kepala kepala keluarga dan juga seorang ayah, Beuford tak ingin keluarganya terluka. Dia mengutus seorang yang dia percayai untuk diam-diam membawa Adeline dan ketiga buah hatinya menuju negara sebelah demi menyelamatkan diri. Namun, di tengah perjalanan anak kedua mereka terpisah dan hilang akibat penyerangan oleh beberapa orang tak di kenal. Adeline berhasil melarikan diri bersama kedua anaknya ke Bournemouth.

"Apa Anda yakin Nyonya?" tanya Rosie.

"Iya. Aku titipkan dulu kedua anakku padamu, Rosie. Ini semua pakaian dan dokumen yang mereka miliki. Nanti jika keadaan sudah aman, aku akan menjemput Raphael dan Selene ku." Adeline menangis menciumi Selene yang masih bayi, sedangkan Raphael bersikeras tak ingin jauh dari ibunya.

Pusat kota Bournemouth sudah seperti lautan api, Raphael merasa gelisah saat ibunya pergi, mungkin firasat juga yang menuntun pemuda kecil itu menemui ajalnya bersama sang ibu. Di sana di tepi kota dekat dengan tapal batas, Adeline dan Raphael di temukan tak bernyawa, tubuhnya penuh dengan sayatan pedang mereka tak bisa di selamatkan lagi. Rosie yang ketakutan membawa kabur Selene kecil ke Utara, baru setahun kemudian dia kembali ke Bournemouth.

***

Lionel dan Selene terdiam, sesak nafas keduanya terlihat jelas, terlebih air mata Selene meleleh tanpa bisa terbendung. "Bagaimana dengan Ayah? Apa dia selamat?" lirihnya.

"Beliau meninggal dua tahun yang lalu di pengasingan. Kaisar membebaskannya dari segala tuduhan setelah bukti-bukti terkumpul, tapi ayah Anda menolak untuk meninggalkan pengasingan. Dia tahu jika anak dan istrinya sudah tidak ada, seolah dia menunggu mautnya di sana seorang diri," papar George lagi.

Lionel terdiam, Selene menyandarkan tangisannya pada bahu sang kakak. "Dia di makamkan di mana Goerge? Lalu di mana makam ibu dan kakakku?" tanya Lionel.

Aime La Lune (Kisah Cinta Sang Bulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang