Pagi-Pagi Sudah Sial

3.8K 428 19
                                    

"Eh, mau kemana kamu? Enak aja main nyelonong, isi poin dulu lah!" Karina menarik kupluk jaket Winter yang dengan seenak jidatnya berlari melewati barisan para kakak-kakak OSIS yang lagi piket pagi itu.

Alhasil langkah Winter terhenti, gadis yang lebih pendek itu berdecak kesal.

'Yaelah kena lagi...' batin Winter.

"LOH? KAMU LAGI?" Karina kaget melihat wajah bocah itu yang sudah tiga kali telat, terhitung dari kemarin lusa. Bocah itu malah nyengir kuda menunjukan deretan gigi putihnya, untung saja tidak ada cabai sambal nasi uduk nyangkut.

"Maaf Kak, jalanan rumah saya nggak selesai-selesai nambalnya, saya kudu bujuk bapak tukangnya buat kasih jalan tapi nggak mau Kak..." Sudah pasti itu cuman alasannya saja alias ngeles tok wae. Aslinya ya ketiduran karena malamnya nonton drama oppa-oppa.

"Saya nggak mau tahu, kamu tulis nama kamu di buku poin. Setelah itu hormat bendera sama yang lain," ucap Karina final.

Winter hanya bisa menuruti perintah kakak kelasnya itu, sebenarnya mau debat dulu tapi lagi malas adu mulut karena dia lagi ngantuk berat hari ini. Ya sudahlah, mungkin memang nasibnya sedang sial gara-gara tadi pagi nggak sengaja nginjek semut nyebrang di halaman rumahnya.

Alhasil, di depan sang Merah Putih, Winter memberi hormat. Ada 5 orang lainnya yang juga dihukum bersama dirinya. Mereka semua sudah mengeluh pegal-pegal sambil berbisik. Sialnya lagi yang mengawasi mereka adalah guru paling killer satu sekolah SMA Cahaya Bangsa, Pak Amin si kumis tebal. Beliau mondar-mandir di belakang murid-murid yang sedang hormat, memastikan posisi badan mereka sempurna kalau tidak tongkat rotannya akan menyentuh punggung murid-murid itu.

"Hayo, Ecan kakinya nggak boleh nekuk, mau saya ceples hah?"

"Yuyun itu tanganmu kok lemes, yang kencang dong hormatnya nggak boleh setengah hati gitu..."

"Saya Yuna Pak, bukan Yuyun..." Sahut gadis berambut merah itu.

Jangan tanya kok bisa rambutnya disemir Merah, guru-guru sudah lelah mengingatkan, menegur, bahkan menyuruh Yuna membersihkan kamar mandi sekolah. Yuna tidak pernah mau mengubah warna rambutnya sebelum idolanya comeback katanya.

"Contoh ini loh Winter, hormatnya sempurna padahal tiap hari hormat yo ora nesu ih."

"Oh jelas Pak, saya kan siswi teladan," ucap Winter menyombongkan dirinya. Merasa bangga dipuji hormatnya sempurna.

Satu jam pelajaran berakhir, kini Winter dibolehkan untuk masuk ke kelasnya untuk mengikuti pelajaran kedua. Baju seragamnya sudah basah keringat akibat hormat bendera tadi, kakinya juga sudah agak gemetar kalau berdiri, tangannya apalagi linu-linu. Sampai kelas dia langsung menelungkupkan kepalanya di atas buku paket Fisika --gini-gini Winter anak MIPA-- dan langsung tidur.







CETASS

"WINTER BANGUN KAMU?!" Teriak Miss Tiffany --guru Bahasa Inggris yang seksoy idaman para siswa SMA Cahaya Bangsa-- sambil memukulkan penggarisnya ke meja Winter.

Winter langsung melek, dia berdiri dengan sikap hormat. Meledaklah tawa teman-teman sekelasnya.

"Lo telat tiap hari sampai kebawa hormat sama Miss Tiffany juga ya, Win? HAHAHAHAHAHAAHHA" Ejek Ryujin teman sebangkunya.

Winter yang sudah sadar menurunkan tangannya dan duduk pelan-pelan sambil nyengir.

"I'm sorry Miss, I'm sleepy because disuruh hormat flag," jelasnya.

Miss Tiffany geleng-geleng kepala,

"GET TO THE OUT, GET OUT NOW!" Teriak Miss Tiffany menggelora dalam kelas.

Pasrah sudah, Winter berjalan keluar sambil membungkuk lemas.

'Huh sudah hormat bendera, keluar kelas pula...'

Winter duduk sendirian di bangku depan kelasnya, menyenderkan badannya di tembok dan memejamkan matanya lagi.

"Kamu ngapain disini?" Suara itu membuat Winter tidak jadi tidur lagi.

Kakak OSIS yang tadi menghukumnya, berdiri di hadapannya sambil bersedekap angkuh.

"Bukan urusan Kakak sih," jawab Winter cuek.

"Heh jelas urusan saya, hari ini saya piket, siapapun yang melanggar peraturan sekolah berurusan dengan saya."

Duh, Winter terlalu mengantuk ubtuk dengar ceramah sekarang.

"Saya dihukum Miss Tiffany, Kak. Udah kan?" Winter menunjukkan wajah malasnya.

"Kamu tuh nggak niat sekolah ya? Sudah terlambat, dihukum pula pas pelajaran."

"Emang..."

Winter sudah tidak peduli orang di depannya bersiap untuk meledak. Salah sendiri kenapa peduli banget sama Winter.

"Terserahlah," Kakak OSIS itu berlalu meninggalkan Winter.

Winter tidak peduli, dia terlalu lelah hari ini untuk bertengkar dengan kakak OSIS itu. Dia baru tidur dari jam 2 subuh karena menonton oppa-oppa kesayangannya.










Saat pulang sekolah Winter langsung mengambil tasnya dan jalan keluar kelas bersama teman-temannya, Ryujin, Ningning, dan Sungchan.

"Hari ini nggak ikut main dulu ya, gue ngantuk."

Teman-teman Winter melihat ke arah Winter, wajah gadis itu terlihat lesu sekali. Mereka jadi khawatir, tidak biasanya Winter selemas itu.

"Gue anter aja ya?" Tawar Sungchan, tapi dijawab gelengan oleh Winter.

"Gue naik bis aja lah, deket juga rumah gue, dah ya pulang dulu!" Winter melambaikan tangannya meninggalkan teman-temannya untuk pulang.

Untung saja bis cepat datang, jadi Winter tidak perlu menunggu terlalu lama. Dia langsung mengambil kursi di pojok belakang, ternyata yang dekat jendela sudah ada yang mengisi, entah siapa mukanya tertutup oleh topi dan masker. Winter mengambil tempat di sebelah orang itu.

"Permisi, Kak..."









Another POV

"Permisi, Kak..."

Suara itu seperti suara seseorang yang dia kenal. Dia menoleh ke sampingnya, rupanya adik kelas yang suka telat itu. Wajahnya tampak pucat dan lemas, terkadang matanya tertutup seperti ketiduran tapi adik kelas itu berusaha membuka lebar matanya. Dia jadi tidak tega melihatnya seperti itu.

Deg

Adik kelas itu alias Winter, menidurkan kepalanya di pundaknya --pundak Karina-- secara tidak sadar. Karina langsung membeku, dia bingung apakah harus membangunkannya atau biarkan saja. Tapi sebentar lagi Karina harus turun, mau tidak mau dia membangunkan Winter.

"Hei..." Suara dingin Karina terdengar oleh Winter, tepukan di pipi juga terasa membuat Winter membuka matanya perlahan, menghadap Karina.

Mereka bertatapan, tampaknya Winter tidak mengenali mata Karina karena wajahnya tertutup masker.

"Eh- maaf, Kak, saya tidak sengaja..."

"Nggak masalah tapi saya harus turun," dengan itu Karina memutuskan untuk berdiri, dia mengetuk jendela menandakan supir unuk berhenti.

"Bang, berhenti sini!"

Setelah bis direm, Karina keluar dari bis meninggalkan Winter yang setengah sadar masih memperhatikan perawakannya yang familiar tapi Winter tidak mengenali Karina.









A.N Hai saya hadir dengan cerita baru!!! Cerita ini konfliknya ringan hampir nggak ada, selingannya Winter di Musim Panas aja sih. Dan part ini sengaja dibikin nggak ada konflik malah karena pengenalan aja. Tunggu part selanjutnya!

Tresna ; WINRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang