Namanya Juga Usaha...

1.6K 303 41
                                    

Sehari setelah Karina curhat masalah hati pada Giselle, dia langsung mengumpulkan niat dan tenaga untuk beraksi. Pagi hari saat di sekolah, Karina menawarkan diri untuk piket, biar bisa salaman sama Winter. Alhasil, dia sudah berdiri di halaman utama sekolah pukul 6 pagi, setengah jam lagi baru masuk. Jelas saja sekolah masih sepi, tapi Karina tetap memilih bersiap di tempatnya.

Karina terus-menerus memikirkan kata yang pas saat bersalaman dengan Winter. Tidak henti-hentinya jantung Karina berdetak kencang, kakinya tidak bisa diam, bergerak kesana kemari dengan resah.

"Selamat pagi Winter, hari ini kamu cantik,"

"Selamat pagi Winter, aku menyukaimu,"

"Selamat pagi Winter, kamu sangat cantik hari ini," Karina tak henti-hentinya bergumam pada angin, memilih ucapan yang cocok.

Beberapa menit setelahnya, murid-murid berdatangan. Seperti biasa, Karina menampakkan wajah papan tripleknya alias nggak ada senyum sama sekali. Di balik itu, ada rasa deg-degan mau ketemu doi.

Nah, yang ditunggu datang juga.

Winter berjalan bersama Ningning. Karina memandangi gadis itu berjalan mendekat, jantungnya berdebar-debar. Mata Karina dan Winter sempat bertatapan sampai Winter menyalami Karina. Belum sempat Karina mengucapkan salam, sudah dilepas begitu saja. Mereka hanya bersalaman 3 detik lalu Winter melepasnya dan berlalu.
Karina menganga dibuatnya.

Walau ku menyukaimu
Kau bahkan tidak menoleh ke arahku.

Seharian di sekolah, Karina selalu mencari kesempatan untuk mendekati Winter. Namun, hari ini semesta tak memihaknya. Saat berpapasan, Winter selalu berbalik arah menghindarinya. Saat di kantin, yang biasanya Winter juga duduk bersama teman-temannya, hari ini memilih untukmakan di kelas. Raut wajah Winter terlihat datar dan malas bertemu Karina, itu yang dipikirkan Karina. Apakah Karina harus menyerah sebelum memulai?

Saat bel pulang, Karina buru-buru keluar dari kelasnya, menunggu Winter di depan kelas gadis itu. Ini adalah hal ternekat yang pernah dia lakukan. Berdiri di depan kelas adik kelas saat bel pulang, besoknya pasti jadi bahan gosip lagi. Tapi apa daya, ini salah satu cara agar bisa bertemu Winter.

Saat Karina melihat Winter keluar dari kelas, dia langsung menggenggam pergelangan tangan gadis itu, ditariknya mendekat.

"Kak Karina?" Winter menatap Karina heran.

"Winter, bisa bicara sebentar?"

Ingin Winter menolak, tapi murid-murid yang berlalu-lalang melihat mereka berdua. Dia jadi sungkan mau menolak Karina.

"Iya, boleh."

Karina langsung menarik pelan tangan Winter, membawa gadis itu menjauh dari kerumunan. Mereka berdua masuk ke toilet.

"Winter, apa saya mengganggu kamu?" Tanya Karina dengan raut khawatir.

Winter ingin melepaskan genggaman Karina, tapi setelah melihat wajah kakak kelasnya memelas, dia tidak tega.

"Nggak kok," jawab Winter singkat.

"Kenapa kamu seakan menjauhi saya?"

"Memang kita pernah deket, Kak?"

JEDERR

Bagaikan diterpa ombak dan badai, pertanyaan Winter membuat Karina sedikit nyesek. Winter benar, mereka berdua hanya orang asing yang satu sekolahan saja.

"Kalau gitu, mulai sekarang saya akan mendekatimu," Jawab Karina, menatap dalam kedua bola mata Winter.

"Kenapa Kakak tiba-tiba mau dekat sama aku sih?" tanya Winter heran.

"Karena a-aku menyukaimu." Karina berusaha mengganti 'saya' dengan 'aku'

Apa kabar hati dan jantung Winter?

Sebenarnya Winter juga selalu deg-degan saat dekat dengan Karina. Ya, siapa sih yang bisa menolak pesona seorang Karina? Karina itu paket lengkap, minus sifat cueknya dan wajah datar aja.

"Ini aku nggak nembak kamu, aku cuman bilang tujuanku mendekatimu," jelas Karina yang sekarang sudah melepaskan genggamannya di tangan Winter.

Winter mengangguk lemah.

"Kamu pulang naik bis kan?"

Winter mengangguk lagi.

"Ayo bareng sama aku," Karina berjalan duluan, Winter tidak punya pilihan selain menyusul Karina.

Hingga mereka duduk berdampingan di dalam bis pun belum ada suara. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai Karina tahu sebentar lagi dia harus turun, Karina meminta nomor telepon Winter dan disetujui oleh adik kelasnya itu.

"A-aku duluan ya, kamu hati-hati," ucap Karina sambil mengelus puncak kepala Winter sebelum turun dari bis.

Pipi Winter merona, gadis itu langsung menangkup kedua pipinya.

"Aduh, ini kenapa perut gue rasanya aneh banget..."

Winter menoleh ke belakang, terlihat Karina berdiri menunggu bis berlalu sambil memotret plat nomor bis itu. Karina hanya ingin memastikan gadisnya tidak diculik atau dibawa kabur.

Tresna ; WINRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang