Chapter 7 : Kakak

719 104 31
                                    

(Your POV)

Waktu berlalu, tiba saatnya hari pemakaman.

Aku bangun lebih pagi dari biasanya lalu mandi dan menyiapkan sarapan untukku dan Levi, kami akan datang ke pemakaman bersama.

Sarapan sudah selesai disiapkan di meja, tetapi Levi belum turun juga.

Apa dia sudah berangkat duluan karena urusan mendadak? Tetapi sepatunya masih ada.

Aku naik ke lantai atas untuk memeriksa kamar Levi. Ku ketuk pintu kamarnya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Jadi kuputuskan untuk masuk.

Kubuka pintunya perlahan lalu memasuki kamarnya. Kamarnya agak gelap dan dingin karena sinar matahari belum masuk ke ruangan ini.

Aku berjalan ke arah jendela dan membuka gordennya, kamar Levi terlihat luas karena tidak memiliki banyak barang didalamnya.

Ruangan ini memiliki aroma badan Levi.

Saat aku melihat kearah kasur, ada orang yang terkubur didalam selimut.

Levi kesiangan adalah kejadian yang sangat langka karena dia memiliki sifat yang teratur, tetapi akhir-akhir ini Levi selalu pulang larut malam dari kantor, semalam saja aku tidak tahu dia pulang jam berapa.. sepertinya dia sangat lelah.

Aku membuka selimutnya perlahan dan menemukan wajah Levi yang sedang tertidur. Kalau diperhatikan lebih dekat, Levi memiliki paras wajah yang menarik.

Dia terlihat sangat muda untuk Om-om seusianya.

Tiba-tiba air mata mengalir di wajah Levi, sepertinya dia mengalami mimpi buruk.

Reflek, tanganku mendekat ke arah wajahnya untuk menghapus airmatanya.

Sebelum tanganku sempat menyentuh wajahnya, tangan Levi menangkap tanganku dengan kuat.

Levi bangun dengan terkejut, sepertinya yang barusan adalah refleknya. Bahkan saat tidur dia tetap waspada.

Sekarang kami saling menatap. Wajahnya terkejut, tetapi bekas air mata masih sedikit keluar dari matanya. Wajah Levi disinari matahari yang masuk membuat kulit pucatnya terlihat sangat indah.

Rambutnya berantakan karena baru bangun, dan piyama putihnya agak berantakan, memperlihatkan tulang lehernya dengan jelas.

Kurasakan wajahku menjadi panas karena melihat pemandangan tersebut. Ini pertama kalinya aku melihat Levi seperti ini.

"...(y/n)?" Panggil Levi dengan suaranya yang agak serak.

"Mimpi buruk?" Tanyaku menyadarkan Levi akan airmatanya yang keluar saat dia tidur.

Levi tidak menjawab apa-apa dan menempelkan telapak tanganku ke pipinya yang dingin. Levi menutup matanya, menikmati kehangatan sembari mengelus lembut tanganku seakan-akan tidak ingin aku pergi dari sisinya.

.

.

.

Setelah pemakaman Levi hanya berinteraksi kepada anggota Survey Corps yang selamat dan beberapa atasan.

Kami diberitahu jika Historia akan diangkat menjadi Ratu dalam waktu dekat. Mungkin karena itu Levi pulang larut malam akhir-akhir ini.

Tidak lama kemudian Levi berpamitan denganku. Dia bilang hari ini dia akan pulang saat makan malam.

"Umm.. (y/n) bisakah kita berbicara sebentar?" Tanya lelaki bermata hijau disampingku yang datang bersama Mikasa dan Armin. Aku mengangguk lalu Eren mengajakku berjalan berdua menjauhkan diri dari orang-orang.

"Mengenai Beast Titan, apa kamu yakin dia adalah kakakku?" Tanya Eren membuka percakapan.

"Hmm.. menurutku masuk akal jika dia adalah kakakmu, Eren. Kalau bukan.. untuk apa dia bilang akan menyelamatkanmu nanti? Lelaki yang di foto juga sama-sama berambut pirang."

Eren terdiam, wajahnya dipenuhi keraguan.

"Tapi itu hanya kesimpulanku. Di buku Dokter Yeager pun tidak dijelaskan apa yang terjadi mengenai Zeke setelah dia berkhianat. Apa kamu melihat sesuatu dari ingatan Ayahmu?" Lanjutku bertanya kepada Eren.

"Tidak, semenjak hari itu aku belum melihat ingatannya lagi. Mendengar manusia hidup diluar tembok saja membuatku kaget, terlebih lagi fakta tentang kakakku mungkin adalah Beast Titan yang membantai seluruh pasukan Survey Corps.." Eren menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Apa pendapatmu tentang Zeke?" Tanya Eren sambil menatapku.

"Entahlah.. Dia memang pembunuh massal, tapi aku tidak bisa melupakan tatapan yang dia berikan kepadamu hari itu. Aku ingin tau apa alasannya." Jawabku membayangkan Zeke pada hari itu.

Aku menatap Eren, lalu Eren tersenyum.

"Aku senang kamu yang ada disisiku saat itu. Jika saat itu orang lain yang bersamaku, aku yakin akan ada kesalahpahaman dan diriku akan dicurigai. Terimakasih karena sudah tidak mencurigaiku dan.. berpikir positif mengenai kakakku."

Aku membalas senyum Eren, "Kuharap suatu saat nanti kita akan dipertemukan lagi dengan kakakmu agar bisa berdiskusi lebih lama."

Eren mengangguk pelan.

"Ohiya, Apa Mikasa dan Armin tau tentang hal ini?" Tanyaku kepada Eren

"Tidak. Walaupun kami dekat, kami sering berbeda pendapat jadi aku rasa memberi tau mereka itu bukan ide yang bagus. Apalagi informasi ini belum jelas.. aku rasa belum waktunya mereka tau. Bukan berarti aku tidak percaya dengan mereka.. aku hanya.. merasa lebih nyaman berdiskusi denganmu." Jawab Eren memandang ke bawah, sepertinya ia memikirkan sesuatu karena kalimat terakhirnya agak pelan tetapi aku terus mendengarkannya.

Eren berpikir sebentar lalu melanjutkan kalimatnya, "Aku rasa semuanya akan berubah di masa depan. Aku takut membayangkannya."

Aku merasakan kekhawatiran dari kalimatnya,

"Kamu memiliki hati yang kuat. Aku tau sulit untuk percaya dengan orang lain karena pengalaman kita setelah berkali-kali melihat kematian teman sendiri di depan mata." Aku menjeda kalimatku, lalu aku menarik nafas.

"Yang ingin aku sampaikan adalah, kamu bisa percaya padaku Eren. Seburuk apapun masa depan yang akan kita lalui, kamu tidak sendiri." Lanjutku sambil tersenyum.

Eren tertawa kecil, "Aku tau. Terimakasih telah menjawab pertanyaanku (y/n), aku agak lega setelah berbicara denganmu."

"Aah, jujur aja aku ingin dekat dengan kakakku. Aku penasaran dia orang yang seperti apa." Ucap Eren santai.

"Aku yakin dia bisa jadi kakak yang baik, karena keliatannya kemarin dia sayang sekali denganmu Eren."

Aku dan Eren berbincang santai membahas tentang Zeke di jalan pulang, percakapannya di dominasi oleh Eren yang tidak sabar ingin bertemu Zeke lagi.

Eren bercerita betapa senangnya mengetahui dia masih memiliki keluarga yang hidup.

Aku hanya mendengarkannya dan sesekali tertawa mendengar kalimat-kalimat Eren yang aneh seperti,

'Aku ingin tau alasan kenapa wujud titannya adalah monyet. Apa kerennya monyet? Kenapa harus monyet?'

Matahari mulai tenggelam, waktu terasa berjalan begitu cepat.

Tidak lama kemudian akhirnya kami berpamitan lalu berpisah menuju rumah masing-masing.

Connection (Zeke Yeager x Reader x Levi Ackerman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang