fadillafps X thary2906 X Laretza
Aku menoleh ke kanan-kiri saat memasuki sebuah kafe yang terletak tak jauh dari kampus, mencari tiga orang teman satu kelompokku untuk mata kuliah Media Development.
“Adea!” Seru perempuan berwajah manis. Kalau tidak salah, namanya Kayla. “Adea, 'kan?” tanyanya lagi memastikan. Aku mengangguk sebagai jawaban.“Kenalan lagi, boleh? Aku masih lupa-lupa ingat sama nama kalian. Kataku setelah duduk di kursi kosong. “Namaku Adea Maharani. Panggil aja Dea.”
Kami memang belum saling mengenal dengan baik. Maklum, ini semester pertama, sekaligus hari pertama aktif kuliah sebagai mahasiswa Pascasarjana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, dan dosen langsung memberikan tugas berkelompok untuk mempresentasikan perkembangan media dalam pembelajaran bahasa.
“Aku—Kayla Putri Ayu.” Gadis yang tadi memanggilku, menyebutkan namanya. “Kalau dia namanya Palguna Wibawa, panggil aja Gungun.” Kayla menepuk-nepuk bahu lelaki bersurai hitam belah tengah.
“Kalian akrab?” tanyaku.
“Kita satu angkatan dulu S1. Di kampus ini juga,” jawab Gungun.
Aku mengangguk paham. Selanjutnya, pandanganku tertuju pada satu orang lagi anggota kelompok kami. Laki-laki dengan penampilan super rapi dan sedikit malu-malu. Padahal wajahnya good looking, dengan bekas luka jahitan di bagian pelipis yang samar terlihat. Anehnya, meskipun panas terik, dia tetap memakai hoodie putih yang agak kedodoran.“Aku ... Arkan,” ucapnya dengan senyum malu.
“Aku tadi baca nama kamu di daftar presensi. Aku kira nama panggilan kamu Suga, Arkana Suganda, 'kan, nama kamu?” celoteh Kayla seolah mencoba membangun suasana akrab di antara kami yang masih canggung.
“Jangan. Jangan panggil Suga. Tampangku pas-pasan, ngeri kalau disamain sama Suga artis Korea.”
Kalimat polos Arkan langsung memecah suasana. Aku tertawa. Kayla dan Gungun juga terkekeh mendengarnya.“Ya udah, yuk, pesan makan atau camilan dulu. Biar makin lancar mikirnya,” celetuk Palguna.
“Nah! Mikir tu perut harus dalam keadaan kenyang. Logika nggak jalan tanpa logistik,” sambung Kayla.
Satu per satu dari kami, menyebutkan pesanan makanan dan minuman, kecuali ... Arkan. Dia justru mengeluarkan tumbler minum dan kotak Tupperware dari dalam tasnya.
“Wih! Bawa bekal? Kayak bocah, Bro,” celetuk Palguna.
Arkan melirik lelaki itu sekilas dengan ekspresi tak terbaca, tapi sejurus kemudian, dia tersenyum. “On diet.”
“Wah, Abang Suga lagi ngejar bentuk tubuh.” Kayla terkekeh.
“Biar sehat aja,” jawab Arkan lalu meneguk air minum dari tumbler-nya dengan agak tergesa.
“Kalau aku, sih, hidup cuma sekali, jadi nikmati ajalah apa yang bisa dimakan. Ngapain diet, waktunya sakit mah sakit aja.”
“Yee ... kamu, sih tai ayam ditaburi gula juga doyan, Gun!” ejek Kayla.
Aku tertawa, tapi tidak dengan Arkan. Dia hanya tersenyum canggung. Apa mungkin ucapan Palguna menyinggungnya? Aah ... masa iya guyonan begitu diambil hati?
Makanan pesanan kami pun datang setelah beberapa saat. Selanjutnya, kami sibuk melahap makanan masing-masing sambil mengobrol ringan.“Itu cookies low fat ya, 'kan?” tanya Kayla di tengah suapan kwetiau. Arkan mengangguk sambil mengunyah cookies yang dia bawa sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side
Mystery / ThrillerSebuah kumpulan cerpen kolaborasi, mencoba mengungkap sisi gelap orang-orang di sekitar kita yang tampak baik-baik saja, bahkan sisi gelap yang berusaha disembunyikan dari dunia.