"Naomi ... Naomi, bangun, Sayang.” Suara lembut dan juga tergesa itu berusaha membangunkan seorang gadis kecil berumur delapan tahun yang masih terlelap dalam tidurnya.
Di luar kamar tempatnya terlelap, terdengar suara yang cukup berisik. Namun, Naomi tetap tidak terganggu dengan hal itu.Menyerah untuk membangunkan gadisnya, perempuan yang terbalut dengan pakaian tidur satin itu memilih untuk memapah putri semata wayangnya. Suara berisik yang berasal dari lantai bawah semakin tak terkendali. Tergesa-gesa, Dara memapah putrinya untuk dibawa ke sebuah kamar tamu yang sudah jarang dipakai.
“Ma, kita mau apa?” tanya Naomi saat mereka berhasil memasuki kamar itu. “Suara apa itu di luar? Papa mana, Ma?”
Alih-alih menjawab pertanyaan putrinya, Dara sibuk menelusuri kamar tamu. Mencoba mencari tempat persembunyian terbaik untuk mereka. Ia menatap kolong kasur dan juga sebuah nakas di sebelahnya. Nakas kayu yang cukup besar.
“Sayang, kamu sembunyi di dalam sini dulu, ya. Kita main petak umpet sebentar. Kamu tidak boleh mengeluarkan suara apa pun. Tutup mulutmu dengan sebelah tanganmu. Apa pun yang terjadi. Kamu belum boleh keluar sampai Mama, Papa, atau Kakak yang bukain, ya?”
Dara menatap mata gadis kecilnya dalam. Ada kasih sayang yang menguar dan juga ketakutan yang tak bisa disembunyikan.“Mama sayang sekali sama Naomi. Sayang untuk selama-lamanya,” ucap Dara sambil menarik Naomi ke dalam pelukan. Kecupan ringan juga tak henti ia berikan di puncak kepala gadis itu.
“Sekarang kita mulai ya, Sayang. Masuk sini, cepat.” Dara membawa Naomi pada nakas yang ada di sebelah kasur. Ia tak merasa begitu khawatir karena ada dua ventilasi di pintu nakas itu.
“Aku juga sayang, Mama. Sayang sekali!” ucap Naomi saat Dara akan menutup pintu. Dara hanya bisa tersenyum sendu mendengarnya.
Saat mendengar suara langkah kaki dari luar kamar, ia langsung menutup pintu itu dan bergegas masuk ke kolong kasur yang ada di ruangan itu.
Dara tak sanggup menahan debaran jantungnya saat suara pintu dibuka. Langkah kaki yang datang semakin mendekat ke tempatnya bersembunyi.“Sayang, kamu di mana?” suara lelaki yang sangat ia cintai itu terdengar. Dara tersenyum dan langsung keluar dari persembunyiannya.
Belum sempat ia menatap wajah suaminya, sebuah pisau disodorkan tepat di lehernya.“Lihatlah dua orang yang buta akan cinta ini,” ucap pria yang menodongkan pisau. “Tidak berhati-hati. Semudah itu percaya akan ucapan pasangannya. Ceroboh.”
“Kalian berdua! Kalau mau ambil harta saya, silakan! Silakan ambil apa pun yang ada di rumah ini. Asalkan jangan dia!” teriak Andra mendengar cemooh dari orang yang memasuki rumahnya tanpa izin ini.
“Kamu. Diam.” Penekanan yang diberi orang yang menahan kedua tangan Andra membuatnya bungkam.
Pertahanan dirinya runtuh. Air mata mulai mengaliri wajah Dara. Begitu juga dengan gadis yang baru terbangun dari tidurnya itu. Gadis pintar itu cukup tahu untuk tidak mengeluarkan suara.“Orang yang lihat wajah gue, tidak berhak untuk tetap menghirup udara lagi di dunia!” desis pria itu berhasil membuat mereka yang ada di sana meremang.
“AKH!” Darah mulai mengaliri leher Dara. Berhasil membuat piyama satin putih itu kehilangan warna aslinya.
“TIDAK!”
“Sekarang. Giliran lo.”
Dua teriakan insan itu menghiasi malam yang begitu tenang. Perlahan, langkah kaki dua orang tak dikenal itu meninggalkan ruangan yang mulai digenangi darah. Juga isakan pelan gadis kecil yang melihat semua hal itu dari ventilasi tempat persembunyiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side
Mystery / ThrillerSebuah kumpulan cerpen kolaborasi, mencoba mengungkap sisi gelap orang-orang di sekitar kita yang tampak baik-baik saja, bahkan sisi gelap yang berusaha disembunyikan dari dunia.